Hukum dan Kriminal

Sudah Kaya Raya, Mengapa Para Pejabat Masih Suka Korupsi?

Selasa, 31 Agustus 2021 - 07:41 | 178.16k
Bupati Probolinggo dan suaminya Hasan Aminuddin yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus jual beli jabatan. (FOTO: TIMES Indonesia)
Bupati Probolinggo dan suaminya Hasan Aminuddin yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus jual beli jabatan. (FOTO: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTAKorupsi di Indonesia seakan tak terbendung. Terbaru, Bupati Probolinggo Puput Triana Sari dan suami yang merupakan anggota DPR RI, Hasan Aminuddin ditetapkan sebagai tersangka kasus jual beli jabatan kepala desa atau kades.

KPK RI menyampaikan, para tersangka mematok tarif jabatan kedes di wilayahnya itu sebesar Rp 20 juta ditambah upeti tanah kas desa dengan tarif Rp 5juta/hektar.

Diketahui, mereka merupakan penyelenggara negara. Suami istri tersebut memiliki total harta sekitar Rp 17,3 miliar. Dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Puput terakhir kali melaporkan LHKPN pada 26 Februari 2021. Sedangkan Hasan terakhir kali melaporkan LHKPN pada 2 April 2019.

Lalu mengapa mereka tetap tergiur untuk melakukan korupsi padahal sudah kaya raya?

Tokoh agama Indonesia, Anwar Abas menyampaikan, dalam kasus semacam itu, dunia dan atau hawa nafsu telah menjadi Tuhan. 

"Kalau dia seorang muslim maka ketika dia melakukan praktek tidak terpuji tersebut, maka imannya kepada Allah dan hari akhir sudah terbang menjauhi hati dan tindakannya," katanya kepada TIMES Indonesia, Selasa (31/8/2021).

Menurut Wakil MUI itu, mereka lupa bahwa tindakannya itu akan dipertanggung jawabkan kepada Allah Swt nanti dihari akhirat di depan pengadilanNya. Hal itu kata dia, jelas-jelas akan sangat merugikan dan memberatkan nanti di akhirat.

"Serta tidak mustahil karena besarnya dosa yang dia perbuat maka dia dilemparkan oleh Allah swt ke dalam nerakaNya," katanya lagi.

Oleh karena itu lanjut Ketua PP Muhammadiyah itu, dalam menempuh dan menjalani hidup dan pekerjaan yang kita lakukan yang diperlukan tidak hanya kecerdasan intelektual atau duniawi, tapi yang lebih utama dan yang harus memimpin kecerdasan-kecerdasan yang lain adalah kecerdasan ukhrawi.

"Dimana dalam setiap keputusan dan tindakan kita itu akan menguntungkan dan akan menyelamatkan kita di dunia dan di akhirat. Di dunia kita akan dihormati orang di akhirat kita akan dimasukkan-Nya ke dalam syurga-Nya," ujarnya.

Perspektif Ilmu Psikologi 

Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) cabang Malang Raya, M. Salis Yuniardi menyampaikan, ada banyak faktor mengapa pejabat yang sudah kaya tetap melakukan korupsi meski sudah kaya raya.

Pertama kata dia, jika ditinjau dari  Psikoanalisa Alfred Adler, korupsi bisa jadi terlahir dari inferiority complex di bawah sadar.

"Sehingga sebagai mekanisme mengatasi rasa tidak nyaman (unpleasure) tersebut dia tergerak kepada superiority complex (berkuasa, kaya raya dan lain sebagainya) yang sifatnya nerotik atau berlebih. Kalau bahasanya anak sekarang ya karena insecure jadinya pingin selalu wow," katanya kepada TIMES Indonesia.

Kedua kata dia, bisa juga lahir dari kombinasi antara ketidakyakinan diri (low self efficacy) dan lingkungan yang serba hedonis materialistis (terjadi social learning). Sehingga tergerak untuk korupsi sebagai jalan pintas.

Ketiga, lanjut Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang itu, bisa juga dijelaskan dari kecacatan moral tentang benar dan salah yang sesat. Akibat kognitif bias misalnya, meyakini bahwa semua orang juga korupsi. "Jadi saya juga tidak masalah melakukan korupsi," jelasnya.

Ia menjelaskan, dari ketiganya dapat disimpulkan bahwa masalah dengan mental koruptor. Disinilah menurutnya, pentingnya pendidikan karakter yang kokoh dan bermoral sekaligus lingkungan yang hangat dan empatis jauh dari pengagungan materi.

"Ada masalah dengan mental koruptor, tapi bukan berarti bebas hukum karena kondisi kesadarannya penuh (full insight). Beda dengan gangguan mental semacam psikotik (szichoprenia)," ujarnya menanggapi perilaku korupsi. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES