Kopi TIMES

Hambatan Belajar di Masa Pandemi

Selasa, 31 Agustus 2021 - 03:22 | 55.51k
Evi Yuliyanti, Mahasiswi.
Evi Yuliyanti, Mahasiswi.

TIMESINDONESIA, TANGERANG – Efek pandemi yang sudah hampir dua tahun ini kita semua menjalani kegiatan belajar mengajar melalui jarak jauh. Dengan tujuan memutus rantai penyebaran Covid-19 agar semua tetap terjaga dan aman di rumah asing-masing. Awal diumumkannya keputusan ini. Guru, orangtua dan siswa untuk belajar di rumah. Semua bisa menerima dan mulai beradaptasi dengan kebiasaan baru yaitu belajar dalam jaringan (Daring). 

Melalui aplikasi terbaru yang ada google meet, zoom, google form dan sejenisnya. Aplikasi tersebut sangat membantu banyak orang. Bagaimana kapasitas peserta yang bisa sampai ratusan. Tols pilihan untuk berbicara atau pun diam, video atau tanpa video  pun untuk presentasi menjelaskan materi dapat dengan mudah dibagikan tergantung kelincahan jari kita klik.

Kemudahan tersebut sangat membantu bahkan menghubungkan yang ada dirumah dengan mereka yang ada di luar negeri. Bisa saling sapa dalam forum yang sama melalui layar. Di samping kemudahan tersebut terdapat juga hambatan yang tidak bisa dianggap remeh. Karena akan menjadi beban baru untuk yang merasakanya.

Dan hambatan tersebut di antaranya sebagai berikut :

1. Orang tua yang tidak memiliki Android
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa sebagian besar penduduk Indonesia adalah kalangan menengah kebawah. Dengan penghasilan yang hari ini dapat cukup untuk makan sehari esok pun sudah bersyukur. Hingga tidak akan berfikir untuk membeli android dengan harga jutaan.

2. Orang tua tidak paham teknologi
Era digital dengan kemajuan yang sangat pesat seperti saat ini. Tidak mudah difahami untuk orang tua yang lahir ditahun 70-80 an. Karena teknologi dulu sangat berbeda dengan saat ini. Belum juga orang tua yang but abaca tulis masih kita temui.

3. Keterbatasan paket internet
Harga paket data dengan kisaran 50 ribu dengan tenggang waktu yang terbatas juga jadi hambatan untuk mereka yang lagi-lagi dengan penghasilan tidak stabil. Terlebih dimasa pandemi dimana banyak pekerjaan yang tidak lagi bisa dilakukan seperti hari normal. Sehingga uang yang ada lebih baik digunakan untuk mengisi perut disbanding beli kuota tapi anggota keluarga kelaparan.

4. Anak yang perlu pendampingan sementara orangtua kerja buruh
Banyak anak SD yang harusnya belajar dengan pendampingan penuh dari orang tua tapi karena keadaan orang tua yang bekerja sebagai buruh, atau juga yang orang tua tunggal sehingga harus dititipkan dengan tetangga dan berdampak anaknya yang belajarnya kurang maksimal.

5. Banyak tugas yang diberikan tapi terbatasnya penjelasan
Dimasa pandemi seperti ini dan terbatasnya pertemuan melalui online atau pun offline. Membuat guru juga terbatas menyampaikan penjelasan sehingga banayk tugas yang harus diberikan dan menjadi beban baru untuk para siswa. Pemahaman akan materi kurang sehingga mencari jalan pintas bergantung pada pencarian google.

Kesulitan-kesulitan tersebut jika terus diabaikan akan memberi dampak negatif. Dimana para siswa yang akan terus tertinggal banyak materi. Menjadi beban baru untuk orang tua. Anak yang kurang penjagaan dan perhatian. 

Sehingga ke depannya pembelajaran dan materi baru tidak bisa diterima dengan baik oleh siswa tersebut. Jika materi diulang akan menghambat materi selanjutnya dan menjadi double tugas untuk guru. 

Orang tua merasa bersalah pada anak karena tidak mampu memenuhi kebutuhan anak tapi dari sisi lain tidak ada lagi hal yang bisa dilakukan. Akhirnya beberapa orang tua yang berpikir pendek, menjadi pengemis, mencuri atau menjual organ tubuh seperti yang pernah terjadi.

Anak-anak yang kurang perhatian dan kurang penjagaan akan tumbuh dengan emosi yang kurang stabil. Menjadi susah diarahkan. Atau menjadi anak-anak yang pasif. Kedua-duanya sama-sama tidak baik untuk ingatannya yang akan datang. Di mana luka pada masa kanak-kanak akan teringat hingga dia dewasa dan membentuk karakternya saat bersosialai dengan temen – teman yang lain.

2 tahun bukan waktu yang singkat untuk anak-anak belajar di rumah dengan segala kendala yang dihadapi. Jika PPKM ini terus diperpanjang dan sekolah daring terus dilakukan maka akan semakin banyak juga masalah baru yang dihadapi para guru di masa yang akan datang. Karena dunia pendidikan bukan hanya milik mereka yang berdasi yang di rumah bebas akses wi-fi. (*)

***

*)Oleh: Evi Yuliyanti, Mahasiswi.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES