Kesehatan

Pandemi Covid-19 Melanda Dunia, Ini Penyebab dan Solusinya

Sabtu, 28 Agustus 2021 - 12:28 | 107.09k
Ge Recta Geson, Founder AMRO Institute. Pakar Probiotik Indonesia. Dirut PT AMA (Produsen PRO EM-1).
Ge Recta Geson, Founder AMRO Institute. Pakar Probiotik Indonesia. Dirut PT AMA (Produsen PRO EM-1).

TIMESINDONESIA, JAKARTACovid-19 pertama kali merebak di Wuhan, Provinsi Hubei, China, pada tahun 2020. Lalu, menyebar ke seluruh dunia.

Coronavirus sendiri termasuk virus RNA yang mudah bermutasi menjadi varian baru penyebab gelombang baru pandemi yang sedang berlangsung di seluruh dunia. Maka, varian Delta pun mendominasi kasus-kasus baru akhir-akhir ini. 

Setelah tsunami Covid-19 melanda India April 2021 lalu, terjadi lonjakan kasus baru Covid-19 di tanah air. Mulai Juni 2021. Puncaknya 17 Juli 2021 dengan 54.000 kasus harian karena varian ini.

Hal serupa juga terjadi di AS. Vaksinasi massal di USA tidak bisa membendung serangan varian Delta. Di negeri Paman Sam ini,  kasus harian Covid pada 16 Agustus 2021 mencapai 250.000 kasus. Akhirnya pihak CDC di USA kembali meminta warga memakai masker. 

Covid varian Delta mengalami beberapa kali mutasi dari varian original. Hal itu menjadikan virus ini berubah menjadi lebih cepat menular.

Virus ini pun mampu melumpuhkan antibodi yang terbentuk pada penyintas atau pada orang yang mendapat vaksinasi.  Artinya, penyintas Covid dan telah vaksin pun akan mengalami reinfeksi dari varian ini. 

Sesungguhnya virus tidak akan bisa dieradikasi dari muka bumi. Termasuk di dalamnya Covid-19. Karenanya, upaya membunuh, mensterilkan Coronavirus dengan desinfektan, antibiotik, dan antivirus, sebaliknya justru menyebabkan terjadi mutasi virus itu. Ujungnya menciptakan varian baru yang lebih liar dan lebih ganas.

Solusi mengakhiri pandemi adalah berdamai, hidup berdampingan dengan Covid. Bagaimana caranya? Untuk mendapat solusi holistik pandemi, kita perlu terlebih dahulu mencari faktor penyebab.

Dari sekian banyak faktor ada empat faktor yang menjadi menjadi penentu merebaknya pandemi Covid-19.

Merebaknya pandemi

1.    LINGKUNGAN BURUK/ EKSTRIM

Ketika populasi melebihi daya dukung lingkungan (carrying capacity), maka jumlah oksigen akan menipis dan sebaliknya CO2 akan melimpah. Menurut seorang pakar bioteknologi lingkungan, seorang manusia memerlukan ruang sebesar 4,7m2.

Dengan perhitungan ini, planet bumi diperkirakan mampu mendukung 5,7 miliar jiwa. Di tahun 2020, populasi bumi mencapai 7,8 miliar jiwa. Berdasarkan kalkulasi daya dukung tersebut, jelas jumlah ini melampaui daya dukung bumi.

Pertumbuhan penduduk seperti deret ukur menghasilkan limbah organik dan inorganik yang jika tidak dikelola dengan baik akan membusuk dan dapat menghasilkan senyawa gas-gas beracun dan berbau busuk seperti amoniak (NH3), metana (CH4), dan H2S dari limbah organik serta bahan toksik lainnya dari limbah inorganik.

Senyawa-senyawa ini ditambah dengan pestisida, desinfektan, dan antibiotik serta polutan industri akan menciptakan lingkungan yang ekstrim. Hanya bakteri patogenik dan virus yang dapat hidup di lingkungan tersebut.

Bagi manusia, bakteri dan virus ini dicap “jahat” karena menjadi penyebab penyakit yang bisa mengurangi populasi tanaman, ternak, dan manusia. Tetapi, sejatinya mereka adalah pelopor untuk membersihkan, memurnikan, dan me-reset lingkungan supaya bisa dihuni oleh makhluk-makhluk lain dalam keseimbangan ekosistem baru.

2.    AGEN

Strain virus baru berpotensi menjadi penyebab pandemi. Manusia sudah kebal dengan strain virus lama karena imun tubuh sudah mengenal dan membentuk antibodi untuk melawan strain virus lama.

Virus sebagai makhluk Tuhan memiliki naluri untuk meneruskan keturunan. Habitat dari binatang yang merupakan inang virus semakin megecil karena dijadikan lahan pertanian, industri, dan pemukiman.

Oleh karena itu, virus secara alami akan berusaha untuk menginfeksi inang yang paling banyak yaitu manusia. Tetapi, proses ini diperlukan waktu ratusan tahun agar virus dapat menjadi strain baru yang bisa menginfeksi inang yang baru pula.

Pemakaian pestisida, desinfektan, dan antibiotik yang tidak rasional memberikan bahan bakar untuk virus agar dapat bermutasi dengan lebih cepat. Sebuah riset yang dilakukan oleh Holland dkk dari Universitas California di San Diego mengungkapkan bahwa virus yang memiliki materi genetik yang sama dengan Covid-19 dapat bermutasi dengan lebih cepat ketika terekspos oleh bahan kimia yang sering dipakai sebagai desinfektan.

3.    INANG

Sel inang memiliki reseptor sebagai tempat menempelnya virus. ACE-2 adalah reseptor penempelan Covid-19 pada manusia. Orang dengan respons imun yang lemah akan terinfeksi oleh virus. Kemudian, virus akan berkembang biak menjadi banyak dan terjadi infeksi hebat sehingga mengakibatkan kerusakan paru-paru yaitu pneumonia dan ARDS.

Uniknya, Covid-19 juga dapat menyerang orang dengan respons imun berlebihan. Sedikit saja penempelan Covid-19 pada paru-paru akan memancing respons imun (sitokin proinflamasi) berlebihan yang berakibat kerusakan paru-paru yaitu pneumonia dan ARDS. Kejadian inilah yang dinamakan badai sitokin. 

4.    POLA MAKAN TIDAK SEHAT

Residu pestisida dan antibiotik pada makanan dapat merusak komunitas mikroba pada usus (mikrobiota). Hal ini dapat mengakibatkan defisiensi imun sehingga rentan terhadap serangan infeksi. Pola makan yang tidak seimbang yang berarti tinggi lemak, karbohidrat dan kurang serat dari buah dan sayur dapat mengakibatkan terjadinya dysbiosis atau kurang keragaman mikroba pada mikrobiota usus. Pada akhirnya, disbiosis dapat mengakibatkan terjadinya autoimun atau respon imun yang berlebihan.

SOLUSI:

Solusi yang sangat ramah lingkungan dan sustainable dengan sekecil mungkin dampak negatifnya adalah melakukan pengimbangan kembali tata kehidupan planet ini. 

1.    Mengendalikan pertumbuhan populasi.

2.    Menaikkan daya dukung lingkungan. Untuk menaikkan hal tersebut diperlukan:
•    Upaya mengelola dan mengurangi sampah organik supaya tidak membusuk yang akan memakan oksigen dan sebaliknya menghasilkan gas-gas beracun. Sampah organik seharusnya didaur ulang menjadi senyawa bioaktif yang diperlukan semua makhluk hidup untuk bermetabolisme yaitu: asam amino, asam organik rantai pendek, gula, vitamin, antioksidan, enzim, dan hormon.
•    Detoksifikasi sampah inorganik yang toksik secara bakterial.
•    Mengurangi emisi CO2 dari industri dan kendaraan bermotor.

3.    Membangun Mikrobiota yang beragam dan seimbang dalam usus. Mikrobiota adalah komunitas mikroba (termasuk virus) beserta materi genetiknya yang berguna untuk kesehatan. 80% sel imun adaptive yakni Lymfosit T dan Lymfosit B dalam tubuh diproduksi oleh kelenjar getah bening usus sebagai respon terhadap mikrobiota.

Mikrobiota pula yang mememodulasi respon imun/sitokin menjadi seimbang dimana tidak terjadi respons imun yang berlebihan atau lemah. Memiliki respon imun yang seimbang maka kita bisa terhindar dari penyakit infeksi termasuk Covid-19 dan penyakit-penyakit kronis.

Respon imun yang seimbang bisa menjadi profilaksis (pencegahan) maupun terapi Covid-19.

Bagaimana membangun mikrobiota yang beragam dan seimbang? 

•    Konsumsi probiotik yang didapatkan dari makanan fermentasi seperti tempe, tape, acar, kecap, yogurt dan kimchi.
•    Konsumsi buah dan sayur. Serat yang terkandung dalam buah dan sayur adalah prebiotik, makanan probiotik. 
•    Cara praktis untuk mendapat asupan probiotik yang beragam dan prebiotik adalah dengan konsumsi PRO EM•1. Setelah dikonsumsi, probiotik multistrain tersebut akan membentuk simbiosis dengan mikroba alami (termasuk virus) dalam usus kita dan membentuk mikrobiota. Pada gilirannya mikrobiota yang beragam dan seimbang, menyeimbangkan respon imun. Karena itu, PROEM•1 bisa dikatakan sebagai penyeimbang imun/imunomodulator. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES