Kopi TIMES

Politisi dan Literasi

Sabtu, 28 Agustus 2021 - 03:34 | 98.20k
Deni Darmawan, Dosen Universitas Pamulang.
Deni Darmawan, Dosen Universitas Pamulang.

TIMESINDONESIA, PAMULANG – Seorang politisi andal tidak hanya pandai berbicara di depan publik tanpa data, tapi apa yang diucapkannya menjadi referensi yang bisa dipertanggungjawabakan.

Politisi yang sekadar membual atau pencitraan, tapi isi otaknya kosong, akan sulit dipercayai apalagi mempengaruhi orang lain agar mau mengaminkan pendapatnya. Seorang politisi harus mempunyai literasi yang mumpuni. Politisi dan literasi seperti dua hal yang tidak bisa dipisahi.

Para pendiri bangsa terdahulu mempunyai karakter yang khas yaitu gemar membaca buku. Kebiasaannya membaca buku membantu mereka dalam merekonstruksi pemikiran dan mengolah pengetahuannya agar orang lain memperoleh pemahaman. Kecintaan dan kegemaraannya membaca buku mengantarkan mereka menjadi politisi dan pemimpin pada masanya.

Presiden pertama RI, Soekarno adalah sosok pecinta dan gemar membaca buku. Ia juga menguasai bahasa asing, sehingga bisa membaca buku dengan bahasa aslinya. Kegemarannya membaca kecil sejak kecil, memudahkan ia membaca buku asing dan sering membaca buku dari perpustakaan ayahnya.

Begitu juga dengan Mohammad Hatta, seorang proklamator dan wakil presiden pertama RI cinta dan gemar membaca buku. Buku tak lagi sekadar teman untuk mengisi waktu yang kosong, tapi juga menjadi teman dan kebutuhan kala perjuangan. Ketika Hatta berada di tempat pembuangan di Boven Digoel, Papua, ia meminta agar 16 peti yang berisi buku-bukunya diangkut dengan kapal guna dibawa untuk mengisi waktu-waktu yang dilewatinya dan menyibukkan pemikirannya bergumul dengan buku-bukunya itu.

Para pendiri bangsa yang lain seperti KH. Agus Salim, Sutan Syahrir, Tan Malaka, adalah pecinta buku dan gemar membaca. Tidak hanya gemar membaca, mereka juga aktif menulis di berbagai media massa dan buku. Membaca dan menulis menjadi kebiasaan, kebutuhan dan karakter mereka. Seorang politisi tidak lepas dari literasi. Argumen seorang politisi akan jauh lebih berbobot dan berisi karena mempunyai literasi yang mumpuni.

Seorang kader partai, tentunya tidak terlepas dari kegemaran membaca buku dan budaya intelektualitas. Budaya literasi menjadi kultur organisasi agar menghasilkan kader dan politisi yang mempunyai karakter cendikia dan berakhlak mulia. Bahkan, menurut Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto yang dilansir dari koran Kompas (24/8), diwajibkan membaca buku karangan Bung Karno dan buku-buku karangan Yudi Latif. Buku-buku tersebut menjadi bacaan wajib bagi kader partai.

Seorang kader dan politisi harus banyak membaca agar pemikirannya bisa jauh ke depan, dan memetakkan dirinnya agar menjadi seorang pemimpin yang mempunyai tradisi literasi yang baik dan inteletual yang tinggi. Politisi yang tidak mempunyai literasi yang baik, tentu akan sulit memperoleh pengetahuan dan membaca arah bangsa ke depan. Tidak mampu membuat narasi-narasi politik yang mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tradisi membaca di era digitalsaat ini tentu akan banyak mengalami tantangan. Namun, seorang politisi harus tetap mempunyai tradisi literasi yang terus disemai dan meningkatkan pemahamannya dalam memetakkan dan menghadapi berbagai tantangan  masa depan. Tidak hanya buku sejarah yang dilahap, tetapi juga buku-buku era ini, agar memperoleh pengetahuan yang utuh dalam melihat masa lalu dan masa depan.

Seorang politisi biasanya mempunyai ruang perpustakaan sendiri di rumahnya. Sebut saja dua politisi yang mendapat penghargaan Bintang Mahaputra dari Pemerintah yaitu Fadhli Zon dan Fachri Hamzah pada tahun 2020 lalu. Keduanya sering kita lihat di salah satu program televisi swasta. Bagaimana mereka mengkritik Pemerintah, beradu argumen dengan lawan debatnya, bahkan mencecar lawan debatnya untuk menunjukkan referensi yang dipakai dalam beradu argumen. Sepertinya mustahil jika mereka mendapat penghargaan Bintang Mahaputra jika memiliki literasi yang rendah.  

Coba tengok di kanal youtube kedua politisi tersebut, beragam buku dari berbagai judul memadati ruang perpustakaan mereka. Fachri Hamzah bahkan memiliki staf khusus yang mencatat nomor buku untuk perpustakaanya. Entah berapa buku yang dibelinya. Ketika sudah dibeli buku, maka akan diberikan nomor untuk diletakkan di perpustakaannya.

Seorang politisi yang mempunyai kebiasaan membaca, argumennya akan memberikan narasi-narasi politik karena banyak perspektif tentang nilai dan ideologi. Politisi yang gemar membaca tentu akan memiliki pemikiran progresif dan penuh pertimbangan terhadap narasi politik yang mengedepankan perspektif dan keberpihakan kepada rakyat.

Seorang politisi harus mempunyai wawasan yang mendunia dan bisa memberikan solusi terhadap permasalahan dalam negeri yang kompleks yang harus dihadapi dan diatasi Namun, menurut peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Wasisto Raharjo Jati, bahwa politisi di Indonesia masih minim literasi. 

Hal ini disebabkan banyaknya politisi instan yang bermunculan dari pengusaha dan keluarga elite, bukan dari kalangan intelektual dan aktivits. Hal inilah yang menyebabkan politisi instan minim literasi  karena hanya mendapat pengalaman dari keluarga atau elite sebelumnya. Oleh sebab itu, jika ingin menjadi politisi yang berkarakter sebagaimana para pendiri bangsa terdahulu, maka kegemaran membaca dan menulis harus ditingkatkan dan literasi yang mumpuni.

***

*) Oleh : Deni Darmawan, Dosen Universitas Pamulang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES