Kesehatan

Waspada, Badai Sitokin Bisa Menyerang Orang yang Telah Negatif Covid-19

Selasa, 24 Agustus 2021 - 06:36 | 59.32k
Badai sitokin yang dapat menyerang pasien setelah negatif Covid-19 (FOTO: Alodokter)
Badai sitokin yang dapat menyerang pasien setelah negatif Covid-19 (FOTO: Alodokter)

TIMESINDONESIA, JAKARTABadai sitokin kini menjadi perbincangan lagi karena menyerang Youtuber Deddy Corbuzier sehingga memperburuk sistem pernapasannya.

Beberapa gejala badai sitokin seperti vertigo dan demam tinggi menyerang Deddy setelah sembuh dari Covid-19. Kondisi pasien yang sedang menghadapi badai sitokin perlu diperhatikan karena berpotensi mengakibatkan kematian.

Perlu diketahui, sitokin merupakan protein kecil yang dilepaskan banyak sel berbeda dalam tubuh, termasuk pada sistem kekebalan yang mengoordinasikan respons tubuh untuk melawan infeksi dan memicu peradangan.

Istilah sitokin berasal dari kata Yunani yakni cyto (sel) dan kinos (gerakan).

Sementara, badai sitokin adalah kondisi saat pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit mengalami peningkatan kadar protein inflamasi di tubuh mereka terkait dengan infeksi yang parah hingga bisa menyebabkan kematian.

Berdasarkan temuan ilmuwan Inggris, seperti diberitakan Kompas.com, 13 Maret 2021, pasien Covid-19 yang meninggal tercatat hampir 10 kali lebih tinggi kadar sitokin di tubuhnya.

Dalam kondisi normal, sitokin membantu mengkoordinasikan respons sistem kekebalan tubuh untuk menangani zat menular, seperti virus atau bakteri. Permasalahannya pada respons yang dilakukan sitokin dapat merugikan kesehatan tubuh, seperti menyebabkan kegagalan organ dan kematian.

Ini adalah beberapa gejala yang ditimbulkan badai sitokin saat di dalam tubuh yaitu demam menggigil, kelelahan, pembengkakan pada ekstremitas, mual, nyeri otot dan persendian, sakit kepala, ruam, batuk, sesak napas, kejang, halusinasi dan tekanan darah rendah.

Para ilmuwan masih bekerja untuk memahami jaringan kompleks penyebab yang dapat menyebabkan terjadinya badai sitokin. Para ahli menduga, hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa jenis masalah kesehatan yang mendasarinya, seperti sistem kekebalan itu sendiri.

"Biasanya, sitokin bekerja untuk membantu tubuh kita dalam jumlah sedang. Namun pada kondisi tertentu, di mana jumlahnya menjadi terlalu banyak, sistem kekebalan malah menyebabkan kerusakan pada tubuh pasien," papar profesor di divisi penyakit menular University of Cincinnati College of Medicine, Carl Fichtenbaum dikutip dari detikHealth, Senin (23/8/2021).

Pengidap badai sitokin pada pasien Covid-19 dapat mengalami demam dan sesak napas yang berpotensi menyebabkan kompilasi pernapasan. Biasanya, kompilasi ini muncul dalam waktu 6-7 hari setelah terinfeksi Covid-19.

Sementara itu, orang dengan sindrom autoimun tertentu memiliki risiko lebih tinggi terkena sindrom badai sitokin. Misalnya, ini dapat terjadi pada penyakit Still, pada arthritis idiopatik remaja sistemik (JIA), dan pada lupus. Dalam konteks ini, badai sitokin sering disebut dengan nama 'sindrom aktivasi makrofag'

Jika ada pasien Covid-19 yang mengalami Badai sitokin, dokter biasanya akan memberikan pengobatan sesuai gejala yang timbul. Jika pasien mengalami demam, maka akan diobati demamnya, begitu juga jika pasien mengalami kesulitan bernapas, maka akan dipakaikan ventilator. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES