Kopi TIMES

Fenomena Disinhibition Effect dalam Interaksi Dunia Maya Masyarakat Kita 

Sabtu, 21 Agustus 2021 - 11:36 | 174.14k
Nadia Alfiyyatus Sholihah Fadli, Mahasiswa Psikologi UIN Malang dan Anggota Lembaga Kajian Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa (LKP2M) UIN Malang.
Nadia Alfiyyatus Sholihah Fadli, Mahasiswa Psikologi UIN Malang dan Anggota Lembaga Kajian Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa (LKP2M) UIN Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Berbicara mengenai netizen maka kita tidak dapat memisahkannya dengan media sosial. Istilah netizen itu sendiri adalah julukan yang disematkan kepada seseorang yang aktif terlibat dalam komunitas dunia maya atau internet.

Semenjak pandemi yang melanda seluruh dunia termasuk Indonesia, penggunaan media sosial terutama Instagram semakin meningkat pesat di negara kita. Berdasarkan hasil riset Napoleoncat; bahwa pengguna Instagram di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada Januari 2021 terdapat kurang lebih sebanyak 80 juta pengguna dari yang awalnya hanya sekitar 62,23 juta pengguna pada bulan Januari 2020. 

Kebijakan untuk mencegah penyebaran Covid-19 dengan membatasi interaksi secara langsung menyebabkan masyarakat memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan berinteraksi. Hal ini diwajarkan karena manusia sebagai makhluk sosial sangat membutuhkan keberadaan orang lain baik secara nyata maupun maya. Kemajuan teknologi dalam dunia maya membuka kesempatan untuk saling berbagi informasi pribadi hingga kesempatan untuk merespons informasi dalam bentuk komentar. 

Kebebasan merespons serta berekspresi melalui dunia virtual ini tidaklah bersisi tunggal, akan tetapi memiliki sisi lainnya yang cenderung berdampak negatif. Istilah 'netizen maha benar' adalah salah satu dampak negatif yang ditimbulkan karena mudahnya netizen bertindak sesukanya untuk mengomentari kehidupan pribadi seseorang bahkan tak jarang melontarkan komentar-komentar pedas bernada cemooh.

Fenomena berkomentar secara 'brutal' sangat mudah dijumpai dalam interaksi maya masyarakat kita. Pada berbagai kesempatan, netizen Indonesia acap kali ikut mencampuri serta memperkeruh bahkan menjadi polisi moral bagi permasalahan pribadi seseorang. Beberapa kasus yang cukup menyita atensi publik di antaranya pada awal Februari 2021; publik dihebohkan dengan kisah romantis seorang youtuber dengan gadis Khazakhstan yang berakhir dengan perseteruan di antara keduanya. Perseteruan yang terjadi menyebabkan gadis tersebut menutup akses publik akun Instagramnya. 

Contoh kasus lainnya yang berhasil memicu kemarahan netizen adalah penghinaan seorang pria berkebangsaan Korea Selatan karena menyatakan bahwa Indonesia lebih rendah dari pada Korea Selatan yang berakhir dengan rilisnya video permintaan maaf dan klarifikasi pria tersebut. Berdasarkan contoh kasus yang telah dipaparkan, maka wajarlah jika kemudian netizen Indonesia yang terkenal militan dan kompak diberikan gelar sebagai netizen terburuk se-Asia Tenggara dalam urusan kesopanan online versi Digital Civity Index (DCI) Microsoft yang dirilis beberapa bulan yang lalu. Hasil survei ini secara tidak langsung juga diaminkan oleh netizen itu sendiri, sebab setelah dirilis, para netizen langsung 'menyerbu' akun media sosial Microsoft dengan ending penutupan kolom komentarnya baik Twitter maupun Instagram.

Pelabelan netizen Indonesia sebagai netizen terburuk dalam hal kesopanan online se-Asia Tenggara beberapa waktu lalu sebenarnya cukup kontradiktif dengan gelar yang selama ini diterima oleh masyarakat Indonesia yang dikenal atas keramahan, kesantunan serta kesopananya bahkan pernyataan ini telah dilegitimasi oleh berbagai sumber seperti survei yang dilakukan pada tahun 2017 oleh situs Rough Guides yang menempatkan masyarakat Indonesia di posisi keenam sebagai penduduk paling ramah terhadap turis.

Survei ini juga didukung oleh Expat Insider pada 2019 lalu yang menempatkan Indonesia pada peringkat kedelapan negara paling ramah dengan koresponden InterNations berjumlah 20.259 expatriat yang tinggal di berbagai negara. Melihat kenyataan ini sebenarnya terdapat beberapa alasan yang mendasari perbedaan perilaku masyarakat Indonesia di dunia nyata dan dunia maya.

Penyebab Perbedaan Perilaku Masyarakat Indonesia

Perbedaan perilaku seseorang di dunia nyata dan dunia maya dikenal sebagai fenomena disinhibition effect. Fenomena ini dapat disebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu pertama, anonimitas atau yang dapat dimaknai tanpa nama atau identitas. Adanya media sosial memungkinkan seseorang untuk menyembunyikan identitasnya dengan membentuk karakter baru agar tidak mudah dikenali oleh orang lain. Pembentukan karakter ini memudahkan seseorang untuk bertindak sesukanya termasuk memberikan komentar pedas yang menyakitkan. Hal ini dikarenakan seseorang merasa tidak memiliki beban tanggung jawab baik secara moral maupun material sehingga mendorongnya untuk berani menunjukkan ketidaksukaan sesuai dengan apa yang terlintas dalam pikiranya secara spontan tanpa memikirkan akibatnya.

Kedua, dunia maya dapat meminimalisasi status dan kekuasaan seseorang. Media sosial membuat seseorang cenderung mengabaikan status, kekuasaan bahkan kedudukan orang lain. Hal ini menyebabkan seseorang merasa bebas mengomentari bahkan mengkritik kehidupan orang lain termasuk para publik figur, artis hingga akun resmi sebuah perusahaan ataupun federasi. Ketiga, Rendahnya tingkat literasi masyarakat juga menjadi pemicu perbedaan perilaku di dunia nyata maupun dunia maya. Salah satu yang menjadi indikator penilaian ketidaksopanan adalah maraknya berita hoax dan penipuan di dunia maya. Berdasarkan pernyataan ini, dapat dikatakan bahwa netizen Indonesia cenderung enggan membaca dan langsung menyebarkan berita tak lupa ikut memberikan komentarnya bahkan melontakan ujaran kebencian hanya dengan melihat judul yang disajikan.

Faktor Pendorong Gemar Berkomentar Negatif

Ada beberapa faktor yang mendorong para netizen Indonesia untuk berkomentar pedas, salah satunya disebabkan kemalasan netizen dalam berpikir sehingga sering kali melakukan kesalahan atribusi. Manusia adalah makhluk naïve psychologist yakni menganggap dirinya sebagai seorang saintis dalam memahami perilaku orang lain. Manusia kerap kali berusaha memahami kemudian menyimpulkan penyebab perilaku orang lain dengan melakukan atribusi. Tujuan atribusi dilakukan biasanya untuk mengidentifikasi dan memperoleh informasi trait, motif, intensi serta kecenderungan seseorang. Kemalasan netizen dalam memaknai perilaku orang lain menyebabkan mereka menganggap suatu perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang adalah kepribadiannya semata bukan karena faktor situasional bahkan seringkali dikaitkan pula dengan gendernya.

Adanya faktor kesalahan atribusi inilah yang menjadi penyebab mudahnya menilai serta mengomentari kehidupan orang lain secara negatif. Kebiasaan netizen berkomentar negatif juga didorong karena kebutuhan atas penghargaan terhadap diri sendiri. Kebutuhan ini diperoleh melalui perbandingan sosial yang dilakukan seseorang kepada orang lain yang dilakukan baik secara sadar atupun tanpa sadar. Informasi yang diperoleh dari perbandingan diri dengan orang lain berguna untuk mengevaluasi diri sendiri. Oleh karena itu, Mereka yang cenderung memiliki penghargaan diri yang rendah akan melontarkan komentar-komentar pedas bertujuan untuk mendongkrak kepercayaan diri mereka. Hal ini dilakukan karena dengan menjatuhkan orang lain mereka akan merasa lebih percaya diri. 

Fenomena berkomentar negatif netizen Indonesia harus menjadi perhatian dan bahan evaluasi bersama. Perlunya peningkatan serta pengarahan terhadap brainware netizen Indonesia agar dapat memanfaatkan sarana komunikasi digital untuk mencapai berbagai tujuan. Kolektifitas serta kuantitas netizen Indonesia ditambah cara berpikir logis serta perilaku yang terukur tidak menutup kemungkinan akan menjadikan Indonesia sebagai super power netizen di dunia.

***

*) Oleh: Nadia Alfiyyatus Sholihah Fadli, Mahasiswa Psikologi UIN Malang dan Anggota Lembaga Kajian Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa (LKP2M) UIN Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES