Kopi TIMES

Merah Putih

Kamis, 19 Agustus 2021 - 08:31 | 72.83k
Ichwan Arifin adalah Alumnus Pascasarjana UNDIP Semarang dan Wakil Ketua DPD PA GMNI Jawa Timur.
Ichwan Arifin adalah Alumnus Pascasarjana UNDIP Semarang dan Wakil Ketua DPD PA GMNI Jawa Timur.

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – “Merah Putih teruslah kau berkibar, di ujung tiang tertinggi. Di Indonesiaku ini, Merah Putih teruslah kau berkibar. Ku akan selalu menjagamu...” Kata-kata itu bagian dari lirik “Bendera”, dinyanyikan group band “Cokelat.” Lagu yang selalu kita dengar setiap bulan Agustus. Diputar di radio, pusat perbelanjaan dan tempat-tempat lainnya.

Sejak awal Agustus lalu, Pak RT mengingatkan warga supaya memasang Bendera Merah Putih di rumah masing-masing. Pesan itu disampaikan lewat whatsapp group. Diulang tiap 3 hari sekali, dan dilampiri daftar rumah yang belum pasang bendera.  Pak RT juga memberikan pemahaman bahwa itu bagian dari tradisi memperingati hari kemerdekaan Indonesia, sekaligus penghormatan kepada para pendiri bangsa.

Di luar penjelasan Pak RT tadi, menurut Anda adakah makna lain dibalik kepatuhan memasang bendera? Sekedar mematuhi instruksi Pak RT sekaligus menjalankan tradisi tahunan?  Apa arti sehelai kain yang disebut dengan bendera dan dipasang di halaman rumah kita?

Kain merah putih tanpa dilambari suatu konstruksi makna akan dipersepsikan sebagai selembar kain belaka. Tidak lebih dari itu. Namun, saat disebut sebagai bendera, maka memuat makna yang jauh lebih luas dari benda (kain) itu sendiri.

Dalam “Explained” ditayangkan di Netflix, Joep Leerssen, sejarawan nasionalisme, mengemukakan bahwa bendera itu menjelaskan siapa kita dan apa yang kita inginkan. Bendera bisa menjadi salah satu alat terkuat komunikasi politik. Bendera bisa meneror dan memisahkan, tetapi juga bisa menyatukan.

Bendera juga menjadi salah satu penanda ideologi terkuat dan merepresentasikan gabungan identitas pribadi ke kesatuan kolektif yang lebih besar, sebuah negara bangsa! Karena itu semua negara pasti memiliki bendera nasional yang merepesentasikan nilai-nilai tersebut.

Dalam konteks itu, peran Fatmawati menjadi sangat krusial dalam panggung sejarah kemerdekaan Indonesia. Tidak sekedar mendampingi Bung Karno dalam proklamasi kemerdekaan serta merajut kain merah putih menjadi bendera resmi Negara Republik Indonesia. Lebih dari itu, sebagaimana dikemukakan Johann Wolgang Von Goether, “a country starts out from a name and a flag, and it then becomes them, just as a man fulfills his destiny.” Dengan kain merah putih itu, Fatmawati secara simbolik merajut kesatuan kebangsaan dan mengawali berdirinya sebuah negara bangsa, bernama Indonesia!

Merah Putih itu mampu menjadi kekuatan yang mengobarkan solidaritas kolektif dan semangat kebangsaan. Simbol yang merepresentasikan sebuah kedaulatan, kebanggaan, identitas diri dan persatuan nasional. Menjadi perekat kesatuan kebangsaan. Bahkan mendorong pengorbanan sesuatu yang paling hakiki dalam hidup manusia, nyawa para pejuang dan pahlawan nasional. 

Keberadaan simbol dan maknanya sangat penting, apalagi jika dikaitkan dengan nasionalisme dalam konsep komunitas terbayang (imagined communities) Bennedict Anderson. Fundamen komunitas terbayang itu bisa rapuh, karena pada dasarnya ikatan kesatuan tersebut bersifat imajiner. Pada saat itu terjadi, maka bubarnya suatu bangsa bukan lagi ilusi. Uni Soviet, negara adidaya yang pada jayanya begitu kokoh runtuh. Begitupula Yugoslavia, pecah menjadi kepingan negara-negara kecil. Tentu kita tidak menginginkan perjalanan Indonesia ini akan berakhir seperti negara-negara tersebut.

Dalam konteks ilmu komunikasi, simbol berperan penting dalam komunikasi dan interaksi manusia. Bahasa, simbol verbal untuk mengemukakan maksud tertentu. Simbol non-bahasa merupakan lambang non-verbal yang juga berperan dalam menyampaikan maksud dan memaknai sesuatu.

Dua komponen penting komunikasi simbolik menurut Klasio (Komunikasi Simbolik-Penggunaan Simbol dalam Komunikasi), yaitu: Pertama, tanda. Sesuatu bersifat fisik dan dapat dipersepsi indera. Misalnya warna, benda dan sebagainya. Kedua, makna. Hasil dari penandaan, dapat berubah karena faktor seperti perbedaan konteks, latar belakang, pengalaman dan sebagainya. Proses konstruksi makna tidak instan. Semakin menguat secara kolektif dan sulit diubah ketika proses konstruksinya dilakukan secara sistematis dan testruktur serta ditransformasikan dari generasi ke generasi.

Contoh bendera sebagai bagian dari komunikasi politik adalah perubahan bendera Afrika Selatan. Selepas runtuhnya rezim apartheid, pemerintahan baru dibawah Presiden Nelson Mandela merasa perlu mengubah bendera nasional. Bendera lama dianggap sebagai simbol kolonialisme, penindasan, segreasi ras dan aspek diskriminatif lainnya. Bendera baru dengan desain yang berbeda menyiratkan semangat persatuan nasional, mengekspresikan Afrika Selatan dengan wajah baru yang lebih humanis dan demokratis.

Agustus ini, Indonesia merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke 76. Selama itu pula, Merah Putih terus berkibar sebagai bendera nasional sejak pertamakali dikibarkan pada momen proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Menjaga Merah Putih tetap berkibar sebagaimana dinyanyikan Cokelat sama dengan upaya merajut anyaman kebangsaan. Hanya  efektif dilakukan dengan jalan mewujudkan kesejahteraan secara merata, menghapus diskriminasi dalam bentuk apapun dan menghadirkan keadilan. Jika itu dilakukan, maka “Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh” tidak sekedar slogan, tapi kenyataan. Dirgahayu Republik Indonesia! (*)

*) Penulis, Ichwan Arifin, Alumnus Pascasarjana UNDIP Semarang dan Wakil Ketua DPD PA GMNI Jawa Timur.

 

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES