Peristiwa Daerah

Cerita Relawan Ambulans Pengangkut Jenazah Covid-19: Sempat Dilarang Istri dan Anak Bekerja

Kamis, 05 Agustus 2021 - 20:51 | 84.82k
Relawan dan driver ambulans dari Team Relawan Ambulance Mangliawan (TRAM) yang juga relawan MBLC. (Foto: Dok. TRAM for TIMES Indonesia)
Relawan dan driver ambulans dari Team Relawan Ambulance Mangliawan (TRAM) yang juga relawan MBLC. (Foto: Dok. TRAM for TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Para relawan ambulans di Malang, Jawa Timur ini patut diapresiasi. Betapa tidak, perjuangannya selama pandemi Covid-19 ini bikin terharu.

Sebanyak 12 orang yang tergabung dalam Team Relawan Ambulance Mangliawan (TRAM) mengantongi kisah-kisah perjalanan selama menjadi relawan.

TRAM juga bergabung dalam kolaborasi kerja kemanusiaan bersama Relawan Posko Malang Bersatu Lawan Corona (MBLC) yang bermarkas di Jalan Pandan No 5 Kota Malang.

Kru TRAM didominasi oleh warga Nahdliyyin (Nahdlatul Ulama) yang rata-rata adalah pengurus Ansor - Banser. Mereka mempunyai dua armada ambulans, satu buat orang sakit, satu lagi buat angkut jenazah.

"Selama Pandemi ini, terutama pas naiknya kasus Covid-19, kita sehari minimal angkut jenazah. Satu hari bisa empat jenazah juga," kata Sekretaris TRAM, Luki Hariono, kepada TIMES Indonesia, Kamis (5/8/2021).

Dua armada yang ada ini kata Luki melayani semua warga yang membutuhkan. Karena pandemi Covid-19, mereka lebih sering mengangkut orang sakit karena Covid-19.

Relawan-MBLC-2.jpg

Ia menyampaikan selama bertugas di lapangan, banyak kendala yang dihadapi relawan. Mulai dari harus mengantre di rumah sakit, berurusan dengan administrasi birokrasi, hingga masalah operasional.

"Kadang kita ke rumah sakit tapi tidak boleh ambil jenazah. Dari keluarga yang meninggal kan ingin jenazah itu segera pulang dan dimakamkan. Kami pernah antre hingga nginap semalaman," ungkap Luki yang juga relawan MBLC.

Luki menerangkan, pihaknya merasa kesulitan ketika harus berkomunikasi dengan pihak birokrasi. Pihak birokrasi menentukan prosedur yang dinilai agak lelet.

"Kita terkendala di prosedur birokrasi untuk penanganan pasien Covid-19. Sedangkan dari keluarga minta segera pulang," tegasnya.

Operasional armada dan relawan ditanggung secara gotong royong. Tidak ada donasi dari pemerintah. Luki menyebutkan ada bantuan dari donatur yang memberi Alat Pelindung Diri (APD) untuk kru.

Cerita memilukan yang dialami kru relawan ambulans adalah ketika dilarang oleh istri, anak dan keluarganya karena pekerjaan yang dilakukan berisiko kepada keselamatan anggota keluarga.

"Beberapa kru sempat dilarang oleh keluarganya. Tapi kami sepakat risiko ditanggung bersama," imbuh Luki.

Relawan-MBLC-3.jpg

"Kalau ditanya kenapa masih mau kerja sosial begini, ya alasannya karena panggilan jiwa. Ini jihad kemanusiaan," tukasnya.

Ambulans yang beroperasi sejak tahun 2015 ini merupakan sumbangan dari PT Wijaya Putra Santoso. Dalam perjalanannya, banyak kisah yang dialami oleh para kru relawan.

Luki dan timnya bercerita bahwa mereka pernah menangani jenazah pasien yang tidak jelas identitasnya. Sesuai alamat, jenazah tersebut kemudian diantarkan ke Pasuruan, Jawa Timur.

Setibanya di alamat yang dituju ternyata menurut keterangan masyarakat setempat, orang yang diangkut ambulans tersebut sudah pindah tempat sekitar 15 tahun yang lalu.

"Akhirnya kita juga masih repot ngurus pencarian keluarganya mas. Banyak cerita lainnya yang kami alami sendiri saat tugas di lapangan," tuturnya.

Tim relawan ambulans di Malang Jatim ini berharap, adanya atensi dari pemerintah kepada para relawan yang berjibaku di jalan demi tugas kemanusiaan. Terkait birokrasi, Luki berharap pemerintah mengizinkan Pemulasaraan jenazah Covid-19 bisa dilakukan di setiap RW atau desa untuk mempercepat proses pemakaman. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES