Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Islam

Kamis, 05 Agustus 2021 - 11:08 | 81.76k
Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Peran pendidikan agama khususnya pendidikan agama Islam sangatlah strategis dalam mewujudkan pembentukan karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan dalam aspek keagamaan (aspek kognitif), sebagai sarana transformasi norma serta nilai moral untuk membentuk sikap (aspek afektif), yang berperan dalam mengendalikan prilaku (aspek psikomotorik) sehingga tercipta kepribadian manusia seutuhnya. Pendidikan Agama Islam diharapkan mampu menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan berakhlak mulia, akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Istilah karakter dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah etika, akhlak, dan atau nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi “positif” bukan netral. Oleh karena itu Pendidikan karakter secara lebih luas dapat diartikan sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif, dan kreatif. Konsep tersebut harus disikapi secara serius oleh pemerintah dan masyarakat sebagai jawaban dari kondisi riil yang dihadapi bangsa Indonesia akhir-akhir ini yang ditandai dengan maraknya tindakan kriminalitas, memudarnya nasionalisme, munculnya rasisme, memudarnya toleransi beragama serta hilangnya religiusitas dimasyarakat, agar nilai- nilai budaya bangsa yang telah memudar tersebut dapat kembali membudaya ditengah-tengah masyarakat. Salah satu upaya yang dapat segera dilakukan adalah memperbaiki kurikulum dalam sistem pendidikan nasional yang mengarahkan pada pendidikan karakter secara nyata.

Namun selama ini proses pembelajaran yang terjadi hanya menitik beratkan pada kemampuan kognitif anak sehingga ranah pendidikan karakter yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional tersebut hanya sedikit atau tidak tersentuh sama sekali. Hal ini terbukti bahwa standar kelulusan untuk tingkat sekolah dasar dan menengah masih memberikan prosentase yang lebih banyak terhadap hasil Ujian Nasional daripada hasil evaluasi secara menyeluruh terhadap semua mata pelajaran. Pendidikan karakter bukanlah berupa materi yang hanya bisa dicatat dan dihafalkan serta tidak dapat dievaluasi dalam jangka waktu yang pendek, tetapi pendidikan karakter merupakan sebuah pembelajaran yang teraplikasi dalam semua kegiatan siswa baik disekolah, lingkungan masyarakat dan dilingkungan dirumah melalui proses pembiasaan, keteladanan, dan dilakukan secara berkesinambungan. Oleh karena itu keberhasilan pendidikan karakter ini menjadi tanggung jawab bersama antara sekolah, masyarakat dan orangtua. Evaluasi dari Keberhasilan pendidikan karakter ini tentunya tidak dapat dinilai dengan tes formatif atau sumatif yang dinyatakan dalam skor. Tetapi tolak ukur dari keberhasilan pendidikan karakter adalah terbentuknya peserta didik yang berkarakter; berakhlak, berbudaya, santun, religius, kreatif, inovatif yang teraplikasi dalam kehidupan disepanjang hayatnya. Oleh karena itu tentu tidak ada alat evaluasi yang tepat dan serta merta dapat menunjukkan keberhasilan pendidikan karakter.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Pendidikan karakter menjadi salah satu akses yang tepat dalam melaksanakan character building bagi generasi muda; generasi yang berilmu pengetahuan tinggi dengan dibekali iman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung- jawab. Konsep pendidikan karakter sebenarnya telah ada sejak zaman rasulullah SAW. Hal ini terbukti dari perintah Allah bahwa tugas pertama dan utama Rasulullah adalah sebagai penyempurna akhlak bagi umatnya. Pembahasan substansi makna dari karakter sama dengan konsep akhlak dalam Islam, keduanya membahas tentang perbuatan prilaku manusia. Al-Ghazali menjelaskan jika akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa perlu adanya pemikiran dan pertimbangan. Suwito menyebutkan bahwa akhlak sering disebut juga ilmu tingkah laku atau perangai, karena dengan ilmu tersebut akan diperoleh pengetahuan tentang keutamaan-keutamaan jiwa; bagaimana cara memperolehnya dan bagaiman membersihkan jiwa yang telah kotor. Sedangkan arti dari Karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang.

Pembahasan tentang pengertian dasar antara akhlak dan karakter tersebut diatas mengisyaratkan substansi makna yang sama yaitu masalah moral manusia; tentang pengetahuan nilai-nilai yang baik, yang seharusnya dimiliki seseorang dan tercermin dalam setiap prilaku serta perbuatannya. Prilaku ini merupakan hasil dari kesadaran dirinya sendiri. Seseorang yang mempunyai nilai-nilai baik dalam jiwanya serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari disebut orang yang berakhlak atau berkarakter. Akhlak atau karakter dalam Islam adalah sasaran utama dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hadits nabi yang menjelaskan tentang keutamaan pendidikan akhlak salah satunya hadits berikut ini: “ajarilah anak-anakmu kebaikan, dan didiklah mereka”. Konsep pendidikan didalam Islam memandang bahwa manusia dilahirkan dengan membawa potensi lahiriah yaitu:1) potensi berbuat baik terhadap alam, 2) potensi berbuat kerusakan terhadap alam, 3) potensi ketuhanan yang memiliki fungsi-fungsi non fisik. Ketiga potensi tersebut kemudian diserahkan kembali perkembangannya kepada manusia. Hal ini yang kemudian memunculkan konsep pendekatan yang menyeluruh dalam pendidikan Islam yaitu meliputi unsur pengetahuan, akhlak dan akidah. Lebih luas Ibnu Faris menjelaskan bahwa konsep pendidikan dalam Islam adalah membimbing seseorang dengan memperhatikan segala potensi paedagogik yang dimilikinya, melalui tahapan-tahapan yang sesuai, untuk didik jiwanya, akhlaknya, akalnya, fisiknya, agamanya, rasa sosial politiknya, ekonominya, keindahannya, dan semangat jihadnya. Hal ini memunculkan konsep pendidikan akhlak yang komprehensif, dimana tuntutan hakiki dari kehidupan manusia yang sebenarnya adalah keseimbangan hubungan antara manusia dengan tuhannya, hubungan manusia dengan sesamanya serta hubungan manusia dengan lingkungan disekitarnya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES