Kopi TIMES

Pandemi, Isu Korupsi dan Aktivisme Digital

Kamis, 05 Agustus 2021 - 12:31 | 112.29k
Muhammad Iqbal Khatami, Peneliti Komite Independen Sadar Pemilu, Kader SKPP Nasional Bawaslu RI.
Muhammad Iqbal Khatami, Peneliti Komite Independen Sadar Pemilu, Kader SKPP Nasional Bawaslu RI.

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Isu korupsi menjadi isu yang ramai diperbincangkan di tengah krisis pandemi Covid-19 di Indonesia, terutama usai penangkapan Juliari Batubara selaku Menteri Sosial oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus korupsi dana bantuan sosial untuk warga terdampak Covid-19.

Penangkapan ini sekaligus telah mendelegitimasi imbauan Presiden Joko Widodo. Presiden dalam pidatonya telah mengingatkan jajaran kabinetnya untuk tidak main-main dalam penggunaan anggaran bencana, terutama dana pandemi Covid-19. Pun demikian dengan Firli Bahuri selaku Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga memperingatkan beratnya ancaman hukuman pada pelaku korupsi di tengah bencana pandemi. Namun, hadirnya kasus korupsi bansos sangat nir empati dalam penanganan kasus Covid-19 di Indonesia.

Saat ini jutaan masyarakat Indonesia berjibaku menyambung hidup akibat dampak multidimensi Covid-19 terutama dalam aspek ekonomi. Seyogyanya, aliran bansos diharapkan menjadi stimulus ekonomi dan peringan beban ekonomi bagi masyarakat. Namun nyatanya, kebijakan penanganan pandemi yang diambil pemerintah banyak dipengaruhi oleh kompromi politik ketimbang kesehatan dan ekonomi masyarakat.

Korupsi di tengah krisis atau bencana di Indonesia juga tidak pertama ini terjadi, sebelumnya sempat mencuat kasus korupsi dana bencana di beberapa daerah yang mengalami bencana alam, seperti tsunami Aceh di Pulau Nias, Donggala, dan Sukabumi; serta saat gempa bumi di Lombok. Menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), dalam sepuluh tahun terakhir sedikitnya terdapat 87 kasus korupsi dana bencana yang telah ditangani oleh kepolisian, kejaksaan, atau KPK. 

Tidak hanya bansos, situasi krisis yang mengharuskan berbagai elemen berfokus pada penanganan Covid-19 juga tidak menutup kemungkinan korupsi di ranah-ranah lain. Bansos hanya menjadi gambaran besar bagaimana pandemi menjadi momentum kejahatan korupsi di Indonesia. Sehingga, partisipasi masyarakat sipil dalam pengawalan isu korupsi perlu direkontruksi dan dimasifkan di tengah Pandemi Covid-19 agar menjaga napas gerakan anti korupsi dan menutup celah-celah korupsi di Indonesia. Pola gerakan-gerakan baru anti korupsi yang berasal dari masyarakat sipil dapat menjadi kekuatan besar dalam hal upaya preventif dan menekan pemangku kebijakan untuk tegas menegakan hukum terhadap kejahatan korupsi

Melemahnya Kepercayaan Publik

Dewasa ini, kritik masyarakat terkait isu korupsi terhadap lembaga KPK kembali mencuat. Narasi yang berkembang menimbulkan distrust terhadap penegakan korupsi di Indonesia. Melemahnya kepercayaan publik terhadap KPK bisa disebabkan beberapa banyak faktor, diantaranya faktor pergeseran persepsi publik yang menilai secara politis pemerintah saat ini. Dalam hal ini KPK sebagai lembaga anti rasuah terkontruksi dalam opini publik sedang ‘dilemahkan’ terkait komitmen pemberantasan korupsi oleh pemangku kebijakan itu sendiri, baik internal KPK maupun dari luar KPK.

Hal yang ditakutkan dari melemahnya kepercayaan publik ini tentu akan berimbas pada ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah secara general. Terlebih, ancaman hukuman berat bagi pelaku kejahatan korupsi di tengah pandemi oleh Presiden Joko Widodo dan Firli Bahuri kontradiktif dengan hukuman yang didapatkan oleh Juliari Batubara yang hanya dihukum 11 Tahun penjara.

Melemahnya kepercayaan publik dan lemahnya penegakan hukum juga akan berimbas pada menurunnya awareness publik terhadap isu korupsi. Apalagi, hingga saat ini masyarakat sedang berfokus menghadapi krisis pandemi yang tidak berkesudahan. Sehingga, propaganda isu anti korupsi harus terus dinyalakan untuk menjaga napas gerakan anti korupsi di Indonesia.

Aktivisme Digital

Hadirnya ruang publik digital memperkuat fungsi ruang nyata, bahkan melampauinya. Ruang digital menawarkan kemudahan proses komunikasi, memfasilitasi interaksi yang demokratis dan organik, serta mengamplifikasi kepentingan publik yang riil di masyarakat. Terlebih di tengah situasi Pandemi Covid-19 yang banyak membatasi gerak manusia dalam ruang publik, kehadiran ruang digital dapat menjawab permasalahan ini. 

Ruang digital juga membuka ruang aktivisme digital bagi masyarakat sipil dalam berdemokrasi dan bertarung wacana. Pebincangan isu publik juga banyak bergeser ke ruang digital oleh berbagai elemen masyarakat, dari tokoh publik, masyarakat sipil hingga akun anonim. Opini-opini yang diutarakan oleh masyarakat akan lebih mudah untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dan kebijakan politik, serta dapat menjadi propaganda pengiringan isu dalam mengawal awareness publik.

Begitupula dengan isu korupsi di Indonesia, aktivisme digital dapat menjadi alternatif pengawalan isu korupsi di Indonesia, baik sebagai penekan kebijakan politik maupun sebagai penyadaran masyarakat tentang adanya problem sosial politik.  

Aktivisme digital sudah digunakan dalam mengawal isu korupsi di Indonesia. Terlihat ketika sedang ramainya perlawanan publik terhadap revisi Undang-undang KPK yang banyak di-viral kan melalui ruang digital. Dan yang terakhir ramai diperbincangkan adalah pembuatan konten kreatif oleh para organisasi mahasiswa dalam mengkritik pemerintah salah satunya isu korupsi, hingga gerakan kritik pelemahan KPK dengan mencoret gedung KPK menggunakan laser oleh kelompok masyarakat sipil yang juga viral melalui ruang digital.

Aktivisme digital dapat memperkuat gerakan masyarakat sipil namun juga memperkuat oligarki pada saat yang sama. Terlihat juga dengan banyaknya teror siber, peretasan dan ancaman pemidanaan bagi aktivis di ruang digital. Dalam gerakan aktivisme digital gerakan anti korupsi diperlukan kesolidan konsolidasi publik. Konsolidasi Publik menjadi Urgensi guna memperkuat gerakan, mempererat jejaring dan memperluas advokasi masyarakat sipil.

Aktivisme digital dapat terus dimasifkan sebagai penjaga napas gerakan anti korupsi yang harus terus hadir dengan narasi yang kritis, solid, dan kreatif untuk bisa memenangkan perhatian publik dan pertarungan wacana di ruang digital. Selain itu, perlu adanya pendorongan terhadap hadirnya regulasi siber yang komprehensif sehingga kegiatan aktivisme digital dapat terlindungi baik dari teror siber, peretasan, dan kriminalisasi. Regulasi siber harus menjadi sorotan para pemangku kebijakan untuk membentuk iklim ruang digital yang sehat.

***

*)Oleh: Muhammad Iqbal Khatami, Peneliti Komite Independen Sadar Pemilu, Kader SKPP Nasional Bawaslu RI.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES