Indonesia Positif

Dema Fisip Uinsa Bahas Tambang di Sangihe dan Dampak yang Ditimbulkan

Minggu, 01 Agustus 2021 - 13:03 | 57.64k
DEMA FISIP UINSA Saat menggelar webinar tentang konflik Tambang di Sangihe. (FOTO: Tangkap Layar Zoom)
DEMA FISIP UINSA Saat menggelar webinar tentang konflik Tambang di Sangihe. (FOTO: Tangkap Layar Zoom)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Dewan Perwakilan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik (DEMA Fisip) UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA) menggelar webinar nasional yang membahas tentang konflik tambang di Sangihe Sabtu, (30/7/2021) kemarin.

Dalam Webinar itu, DEMA FISIP UINSA menghadirkan pemateri Haris Azhar yang merupakan seorang aktivis HAM (Hak Asasi Manusia) dan Roy Murtadho yang merupakan seorang kader FNKSDA (Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam), Pegiat lingkungan, dan Pengajar Pesantren Ekologi.

Sangihe adalah kepulauan yang ada di wilayah Sulawesi Utara dan termasuk dalam kategori pulau kecil yang mana luas wilayahnya kisaran 72.000 hektar dan izin yabg di berikan penambangan sebesar 42.000 hektar lebih dari setengah wilayah atau 57% dari wilayah tersebut.

Tambang di Sangihe saat ini sedang dalam konflik. Di dalam webinar tersebut, membahas mengenai Kontroversi IUP PT. TMS serta dampak terhadap ekologi, sosial, dan budaya. Roy mengatakan bahwa pemberian IUP PT. TMS cacat hukum karena izin ini bertentangan dengan UU. No. 1 tahun 2014  perubahan atas UU. No. 27 tahun 2007 tentang pengolahan wilayah pesisir dan pulau - pulau kecil.

“Dan juga harus mendapat izin dari Kementerian kelautan dan Perikanan (KKP) karena dalam pasal 26 a ayat 1 UU. No. 1 Tahun 2014 disebutkan pemanfaatan pulau - pulau kecil dan pemanfaatan di sekitarannya dalam rangka penanaman modal asing harus mendapatkan izin Kementrian (KKP)," ujarnya.

Kata Roy, hukum tidak lahir dalam ruang hampa. Menurut Roy, sudah ada peraturan bagus saja, hukum masih bisa dilanggar apalagi ditambah dengan peraturan yang tujuannya memberi karpet merah bagi pemilik modal besar terutama di bagian ekstrak.

“Kita tahu dibalik Omnibuslaw itu sebagian besar adalah orang - orang yang berafiliasi usaha - usaha ekstrak terutama disektor batu – bara," tuturnya.

Sementara itu, Haris azhar mengatakan ada beberapa UU yang bisa dijadikan pintu masuk melihat apakah IUP yang diluarkan oleh Kementerian ESDM sudah tepat apa belum, yakni UU terkait pulau - pulau kecil, UU pelindungan lingkungan hidup, UU perhutanan, UU Sumber daya Minerba. Sangihe adalah kepualaun yang ada di Sulawesi Utara dan termasuk pulau kecil. 

"Kalau setengah wilayah dari satu kelompok kehidupan masyarakat itu dikuasai atau ditutup dan lain-lain itu ya habis gak bisa ngapa -ngapain lagi, ada logika dibalik UU pulau - pulau kecil itu kenapa tidak boleh dilakukan penambangan karena sedikit itu dilakukan bisa merusak apalagi strukturnya itu ada tanah dan air,” ungkapnya.

Disamping itu, ketua DEMA FISIP UINSA, Haris Aditya juga mengakatan bahwa Webinar tersebut ia gelar dengan tujuan untuk kembali mengangkat konflik Sangihe yang redup. Serta untuk memberikan informasi terkait ketidaksewenangan pemerintah pusat yakni Kementrian ESDM yang telah memberikan IUP kepada PT. TMS.

“Kasus PT. TMS tidak hanya cacat hukum yang melanggar UU Nomor 1 Tahun 2014 tapi juga dampak ekologi, sosial dan budaya sangat luar biasa terhadap kepulauan Sangihe dan penduduknya," ucap ketua DEMA Fisip UINSA ini. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES