Kopi TIMES

Government Error dan Ekses Krisis Pandemi

Jumat, 30 Juli 2021 - 21:46 | 52.93k
Sadam Syarif; Analis Indonesian Watchdog.
Sadam Syarif; Analis Indonesian Watchdog.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tentang pandemi Covid-19 yang kian ganas menelan korban jiwa. Dan menyoal upaya absurd negara dalam menekan angka positif rate Covid dan kematian harian. Juga beratnya tekanan hidup masyarakat dengan segala keterbatasannya. Tragisnya, Tekanan demi tekanan psikologis masyarakat pun kian menjadi-jadi akibat tuduhan kabinet yang secara kompak mengatakan masyarakat Indonesia sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas gejolak covid dengan berbagai varian yang terus berevolusi. 

Etika komunikasi publik pemerintah yang buruk ini bak memercik garam pada luka sayat yang telah menginfeksi ke seluruh bagian organ bangsa ini. Beruntungnya, masih terdapat sisa-sisa kesabaran publik atas kinerja counter pandemi pemerintah yang 'gagap' jika tidak sopan disebut 'gagal' ini. 

Hasil survey litbang Kompas pada Juli ini menunjukan,  sebanyak sebanyak 60,7 persen responden meyakini Pemerintah akan mampu mengatasi pendemi. Sedangkan 36,4 persen sudah tidak yakin. Jika Dilihat dari trend penilaian publik selama setahun terakhir, angka keyakinan tersebut cenderung landai-turun (kompas 28/07). Lampu kuning keyakinan publik yang cenderung susut ini tentu menjadi alarm waspada bagi negara.

Agar Krisis Pandemi yang telah melorotkan angka pertumbuhan ekonomi tidak turut menginfeksi jaringan-jaringan politik nasional yang rumit dan memiliki reputasi turbulensi yang serius. Berbagai kebijakan baik secara regulasi teknis dan insentif fiskal jumbo telah diterapkan. Segala sumber daya rasanya telah digelontorkan, bahkan sampai pada narasi ajakan menyerah dan berdamai 

dengan keadaan dengan term New Normal oleh pemerintah. PPKM darurat pun muncul sebagai skenario kebijakan pengendalian covid setelah gagal dengan jurus PSBB. Sementara keberuntungan tak kunjung menghampiri, akibat fokus pemerintah yang terbelah di persimpangan jalan political will, antara memilih menyelamatkan nyawa rakyat atau mengimunisasi kelesuan ekonomi. Tak hanya itu, Fokus pemerintah pun kini Bahkan juga teralihkan oleh berbagai transaksi jabatan 'politis' komisaris BUMN yang melibatkan ASN dan oknum Rektor. 

Dengan berat hati, sebagai bangsa kita harus jujur bahwa, sejak awal Pemerintah terkesan tidak serius mengatasi persoalan hidup dan mati masyarakat. Sebagai negara hukum, pemerintah memiliki seperangkat peraturan perundang-undangan yang available dan relevan untuk diterapkan. Presiden Joko Widodo adalah prime of eksekutif yang menandatangani UU nomor 6 tahun 2018 

tentang Kekarantinaan kesehatan. Dalam UU tersebut disebutkan, karantina kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.

Masih menurut UU Nomor 6 Tahun 2018, diatur berbagai cara dalam penerapan karantina kesehatan antara lain meliputi isolasi, karantina rumah sakit, karantina wilayah, dan PSBB. Dalam pasal 1 ayat (10) berbunyi, 'Karantina wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi'.

Negara adalah pemilik sekaligus penegak hukum yang legal pada upaya menertibkan  aktivitas masyarakat di tengah pandemi. Sama seperti ketika pengadilan memvonis terdakwa Habib Rizieq dalam kasus kerumunan massa. PSBB atau PPKM darurat dan entah apalagi istilahnya nanti hanya akan menjadi istilah dan retorika kebijakan publik jika hasilnya justru mendekatkan bangsa ini dalam situasi kritis dan krisis.

Pada titik ini, sudah dapat kita ketahui, tentang siapa yang sebenarnya patut kita minta pertanggung jawaban nya atas ekses yang telah merenggut ratusan ribu nyawa anak bangsa ini, jika bukan pemerintah. Maka tidak berlebihan jika kita meminjam istilah kebijakan PPKM dengan menyebut Negara ini sedang pada status darurat level empat akibat krisis goverment error. 

***

*) Oleh: Sadam Syarif; Analis Indonesian Watchdog.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES