Kopi TIMES

Puan dan Citra Politik

Kamis, 29 Juli 2021 - 17:52 | 122.19k
Akhirul Aminulloh, Dosen Komunikasi Universitas Tribhuwana Tunggadewi
Akhirul Aminulloh, Dosen Komunikasi Universitas Tribhuwana Tunggadewi

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Di saat pandemi Covid-19 ini, ketika kita keluar ke jalan raya banyak kita jumpai mobil ambulans yang lalu-lalang yang membawa pasien covid-19. Ini membuat hati kita terasa trenyuh menyaksikannya dan berpikir kapan pandemi ini akan segera berakhir. Namun pada sisi lain, banyak juga kita jumpai baliho para politisi bertebaran di sepanjang jalan di berbagai pelosok negeri. Salah satu politisi tersebut adalah Puan Maharani, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Jadinya, ketika di jalan, rasa ngenes melihat mobil ambulans dan rasa gemes memandang gambar baliho politisi terasa campur aduk.

Apakah salah, para politisi ini membranding dirinya dengan gambar yang besar dan mengganggu pemandangan di jalan? Ya tidak secara aturan. Namun, secara etika perlu dikritisi. Apa pantas, di saat kasus covid-19 masih meningkat, mereka malah sibuk dengan pencitraan dirinya dan menghambur-hamburkan uang dalam bentuk promosi media luar ruang untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas mereka. Apa tidak sebaiknya, uang mereka digunakan untuk orang yang terdampak pandemi Covid-19. Sedang pemilihan presiden 2024 masih jauh, sekitar tiga tahun lagi. Sungguh tidak etis dan tidak punya rasa empati mereka ini.

Citra Politik Puan

Hasil beberapa lembaga survei terkait popularitas dan elektabilitas calon presiden 2024, menunjukkan bahwa popularitas dan elektabilitas Puan Maharani masih jauh di bawah Ganjar Pranowo yang sama-sama kader PDI-P. Keduanya sempat berseteru, ketika Puan mengumpulkan kader PDI-P se Jawa Tengah, namun tidak mengundang Ganjar sama sekali. Bahkan salah satu pengurus DPP PDI-P mengkritik keras Ganjar karena dianggap ambisi nyapres dengan terlalu sering tampil media sosial.

Dari kasus perseteruan dengan Ganjar tersebutlah, tim Puan mulai kampanye di banyak media dan salah satunya dengan memasang baliho secara besar-besaran di mana-mana di berbagai daerah di Indonesia. Usaha ini dilakukan semata-mata untuk mengangkat citra Puan agar tidak kalah dari Ganjar.

Lantas apakah kampanye melalui baliho ini akan efektif? Belum tentu. Kalo untuk meningkatkan popularitas mungkin iya, tapi kalo untuk elektabilitas nanti dulu. Banyak masyarakat merasa muak dengan adanya baliho-baliho yang bertebaran di jalan-jalan. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa kasus vandalisme atau perusakan terhadap baliho-baliho Puan di beberapa daerah. Mungkin mereka merasa Puan Maharani sebagai ketua DPR RI kurang punya sense of crisis dan rasa kepedulian terhadap pandemi Covid-19. Dan hanya mementingkan citra pribadi dan kepentingannya dalam rangka menuju pilpres 2024.

Hal ini bisa menjadi kampanye yang kontra produktif. Dimana kampanye yang massif dilakukan oleh Puan melalui media luar ruang yang ditujukan untuk menaikkan citra positifnya di mata masyarakat, justru menjadi bumerang, yaitu merusak citra itu sendiri. Ketika masyarakat ditanya siapa itu Puan Maharani? Saya yakin banyak yang jawab bahwa Puan adalah ketua DPR dan anak Megawati, itu aja. Tapi, kalo ditanya apa yang sudah dilakukan oleh Puan untuk masyarakat banyak? Mungkin mereka akan kebingungan untuk menjawabnya. Kalaupun ada, mungkin mereka akan mengatakan bahwa foto dan gambar Puan bertebaran dimana-mana. Ini nampak kampanyenya kurang tepat secara konteks waktu dan tempat.

Berbeda dengan Ganjar Pranowo, menurut beberapa lembaga survei, elektabilitasnya cukup tinggi bersaing dengan Prabowo Subianto dan Anis Baswedan. Secara Ganjar saat ini adalah Gubernur Jawa Tengah. Karena posisinya tersebut, Ganjar banyak diuntungkan dari segi popularitas dan elektabilitasnya. Selain itu, kerja-kerja Ganjar banyak diapresiasi oleh masyarakat  banyak, walaupun tidak sedikit juga yang mengkritiknya. Seperti gaya blusukan Ganjar yang banyak meniru Jokowi, aktif menyapa kalangan muda di media sosial, keliling ke masyarakat dengan bersepeda, dan lain-lainnya. Ini semua juga sebetulnya bagian dari usaha-usaha terselubung Ganjar untuk menaikkan citra diri dia, dalam rangka mendapatkan tiket ke 2024.

Saran untuk Puan

Puan Maharani sebetulnya punya kelebihan dan keuntungan tersendiri sebagai ketua DPR dan anak dari ketua umum PDI-P Megawati. Sebagai penerus trah Soekarno (secara biologis ya, ideologis nanti dulu), dia bisa mendapat hak prioritas untuk mendapatkan tiket menuju pilpres 2024 dibanding Ganjar tentunya. Namun, apalah arti sebuah tiket pencapresan kalau hanya untuk kalah dan bukan untuk menang. Karenanya, Puan dan timnya perlu membuat strategi jitu untuk menaikkan citranya yang disesuaikan dengan kondisi pandemi Covid-19 saat ini.

Salah satu strategi tersebut adalah, mungkin Puan bisa meniru Jokowi, ketika sebelum pencapresan 2014, dengan gaya blusukan. Ketika menjabat gubernur DKI, Jokowi menjadi media darling bagi wartawan. Kemanapun Jokowi blusukan, akan diikuti oleh banyak wartawan untuk kemudian diberitakan. Sehingga ini bisa menjadi promosi gratis untuk pencitraan.

Sebagai ketua DPR, Puan perlu untuk sering-sering blusukan ke kalangan bawah, kalangan miskin, kalangan minoritas, bahkan ke bawah kolong jembatan. Bolehlah dengan dalih pengawasan dan kontrol terhadap program pemerintah. Seperti apakah bantuan sosial pemerintah sudah tersalurkan dengan baik, bagaimana penanganan Covid-19, apakah vaksinasi sudah diperoleh oleh masyarakat pinggiran, dan lain sebagainya. Tapi juga harus dipastikan, bahwa kegiatan blusukan ini diikuti oleh wartawan agar mendapat nilai pemberitaan. Hal-hal inilah, biasanya akan mendapat simpati dari masyarakat, walaupun masyarakat tidak tahu kalau ini pencitraan terselubung, daripada sekedar gambar dan baliho di pinggir jalan.

Dan kalau di lapangan ditemui masalah-malasah dan hambatan-hambatan berkaitan dengan program-program pemerintah, perlu juga Puan sebagai ketua DPR mengkritik pemerintah. Walaupun PDI-P merupakan partai koalisi pendukung pemerintah, toh tugas dan fungsi DPR memang mengawasi kinerja pemerintah. Agar masyarakat merasakan kehadiran ketua DPR untuk mewakili suara-suara mereka. Akhirnya, pencitraan diri seorang politisi itu suatu keniscayaan dan sadar terhadap situasi dan kondisi perlu dipertimbangkan. (*)

 

*) Penulis: Akhirul Aminulloh, Dosen Komunikasi Universitas Tribhuwana Tunggadewi

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES