Kopi TIMES

Tradisi Pendidikan Agama Keluarga Kiai

Rabu, 28 Juli 2021 - 20:43 | 87.34k
Wachyudi Achmad, mahsiswa progam studi Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang.
Wachyudi Achmad, mahsiswa progam studi Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Dinamika pendidikan agama  akan semakin menarik untuk dikaji sesuai dengan perkembangan masyarakatnya, termasuk tradisi pendidikan agama yang ada dalam sebuah keluarga.

Tradisi pendidikan agama dalam keluarga merupakan pendidikan sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan anak demi menunjang perannya di masa depan. Sehingga perlu memformulasikan tradisi pendidikan agama sebagai langkah untuk pemenuhan kebutuhan  anak  dalam memperoleh pendidikan agama sebelum mendapat pendidikan diluar formal maupun non formal, anak telah mengenal lingkungan keluarganya dengan segala isi dan situasinya. 

Melalui pendidikan agama dalam  keluarga dengan menempatkan kedua orang tua sebagai pendidik kodrati.  Di antara anggota keluarga terdapat pertalian darah yang membuat keakraban  antara satu dengan yang lain, semuanya didasari kasih sayang serta perasaan tulus ikhlas.

Ini merupakan faktor utama bagi pada pendidik dalam membimbing anak-anak yang belum dewasa di lingkungan keluarga.

Namun  tidak  semua  orang  tua memiliki  wawasan,  waktu  dan  kemampuan  untuk membentuk  kepribadian  anak  melalui internaslisasi  tradisi pendidikan agama  dalam keluarga disebabkan  oleh  banyak  faktor,  mulai  dari minimnya  akses  pendidikan orang tua, kesibukan orang tua dalam mencari kemapanan ekonomi, sampai  kepada kurangnya kemampuan dalam mendidik anak dan lain sebagainya.

Banyak juga terjadi di masyarakat yang dari kecil dididik agama oleh keluarganya setelah dewasa banyak yang telah kehilangan agama. Oleh karena itu, orang tua sebagai central of figure harus menjadi model pendidikan Agama dalam keluarganya semaksimal mungkin untuk mengontrol anaknya. 

Wachyudi Achmad, salah satu mahsiswa progam studi Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang, melalui penelitian disertasinya berusaha membahas secara seksama kajian tentang bentuk tradisi pendidikan agama pada lima keluarga kiai di Bangil.

Keluarga kiai yang memiliki latar belakang  organisasi keagamaan yang berbeda, melalui tradisi dari masing-masing keluarga berikut pola, makna dan ide yang ada sebagimana terilustrasikan dari simbol-simbol keluarga akan menjadi unik adanya.

Sehingga masyarakat mengetahui latar belakang pendidikan keluarga dari masing-masing tokoh organisasi keagamaan yang selama ini diikutinya, lebih penting lagi dari lima keluarga juga memiliki tradisi pendidikan agama yang berlangsung turun temurun dijalankan hingga sekarang.

Secara spesifik Wachyudi mengkaji lima keluarga kiai di Bangil dalam perspektif antropologi  pendidikan yang setiap harinya dalam menjalani ritual kehidupannya menitik beratkan pada pendidikan agama pada keluarganya, sehingga muncul beragam dialeknya secara turun temurun.

Uniknya, mereka adalah tokoh agama di Bangil  dengan latar belakang organisasi keagamaan mulai dari NU, Muhammadiyah, Persis, Al-irsyad dan Habib. 

Secara garis besar antropologi pendidikan yang terdapat pada lima kelurga kiai lebih banyak memfokuskan pada aspek makna pendidikan agama yang mendasari, kemudian ditransformasikan secara sistematis, terprogram melalui proses mendidik, sosialisasi, internalisasi dan pengaplikasian. 

Tujuan dari tradisi pendidikan agama dalam lima keluarga kiai di Bangil berorientasi pada pengembangan kualitas keturunan dalam menghadapi kehidupan yang mencerminkan sebagai figur tokoh agama yang dijadikan sebagai panutan.

Ada tiga dimensi sesuai dari pengamatan selama berinteraksi dengan lima keluarga diantaranya: Pertama, dimensi yang mengandung makna pendidikan agama dalam meningkatkan pemahaman ilmu-ilmu agama yang dibiasakan sejak usia kecil melalui rutinitas, sehingga mampu mendorong segala aktivitasnya penuh akan kebaikan dan  kemanfaatan bagi keluarganya, lembaga pendidikannya dan lingkungan masyarakatnya.

Dari lima keluarga kiai tersebut, Wachyudi mendapati bahwa kesemuanya masih berupaya mempertahankan tradisi pendidikan agama yang berorientasi pada pengembangan, menjaga kualitas keluarga sehingga dapat membentuk kepribadian muslim yang bertaqwa serta membekali keluarganya dengan berbagai ilmu agama yang berhubungan dengan aktifitas kehidupan.

Bentuk tradisi pendidikan agama keluarga kiai dirancang untuk menunjang tercapainya tujuan utama menjadikan anak-anak yang soleh dan solihah, di mana pendidikan agama pada lima keluarga kiai di Bangil memiliki tujuan keberlangsungan terhadap tumbuh kembangnya kehidupan anak agar lebih baik, menjadi landasan moral dan proses peneguhan jati diri.

Dari kesemuanya tersebut memiliki peran strategis dalam upaya pengembangan sumber daya  insani  menuju  suatu  tatanan  berkehidupan  generasi yang beradab serta berperadaban sesuai tuntunan al-Qur’an dan hadis. 

Realitas ini jugalah yang melandasi Wachyudi dalam berupaya untuk melakukan kajian tradisi pendidikan agama pada lima keluarga kiai yang menawarkan suatu gagasan pemikiran tentang urgensi sebuah pendidikan agama dalam keluarga sebagai solusi dari realitas pendidikan bagi masing-masing keluarga yang selama ini masih dijalankan dan dipertahankan sesuai dari harapan yakni tradisi pendidikan agama berjalan seiring pentingnya pendidikan bagi anak yang berorientasi illahiyyah dan insaniyah sebagai wujud pengembangan fitrah manusia berdasarkan nilai-nilai luhur Islam.  

Tradisi pendidikan agama pada lima keluarga adalah prototype konsep penerapan ilmu-ilmu agama yang diajarkan pada keluarganya dan apa yang sesungguhnya terjadi dalam proses perjalanan  hidup yang dijalaninya.

Anak serorang kiai tidak selalu menjadi seorang kiai, bisa saja menjadi seorang pengusaha, dan aparatur Negara. Tradisi  pendidikan agama yang ada didalam  keluarga kiai adalah contoh bahwa anak seorang kiai tidak  selalu  menjadi  seorang  kiai atau menjadi  pewaris ketokohan orang tuanya tidak selalu seperti yang disangkakan orang pada umumnya. 

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikerjakanya Wachyudi menyimpulkan  bahwa pendidikan agama yang terdapat pada lima keluarga kiai, kesemuanya berani menentukan sikap untuk tetap menjadikan akhlak sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan, di samping komponen ajaran Islam lainnya.

Komponen akhlak sangat diprioritaskan karena aspek ini menyangkut hubungan manusia dengan Allah, manusia lain, dan alam semesta. Pendidikan agama yang ada pada lima keluarga kiai diharapkan menempatkan akhlak dalam posisi yang utama supaya mampu menjadikan anak-anak sebagai insan yang shalih (yang baik akhlaknya) dan akram (yang tinggi taqwanya). 

Ada dua keluarga kiai yang menaruh perhatian serius terhadap faktor penunjang terselenggaranya pendidikan dalam keluarga, yakni kedua kiai ini menekankan kepada putra-putrinya agar mereka semangat dalam hal menuntut ilmu umum dan menekankan kepada anak-anaknya untuk melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi. Faktor pendidikan formal betul-betul diperhatikan oleh dua keluarga kiai ini.

Sedangkan  tiga keluarga kiai kurang begitu  perhatian akan pendidikan formal terhadap putra putrinya, mereka lebih mengutamakan pendidikan agamanya walaupun dari tiga keluarga kiai tersebut  rata-rata berlatar belakang seorang sarjana dan ada juga yang bergelar doktor. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES