Kopi TIMES

Tentang Puan Maharani

Rabu, 28 Juli 2021 - 14:29 | 80.53k
Moh. Syaeful Bahar, Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya.
Moh. Syaeful Bahar, Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya.

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Pilpres 2024 masih jauh, masih menyisakan waktu tiga tahun ke depan, namun beberapa politisi dan kekuatan politik di tanah air sudah mulai memanaskan mesin politik. Paling tidak, uji coba pasar sedang dilakukan.  Uji coba pasar ini sangat penting untuk melihat respon pasar.  Poster-poster calon presiden sudah mulai massif bertebaran. 

Memakai logika marketing politik, setiap partai politik yang akan ikut running dalam sebuah kontestasi Pilleg, apalagi Pilpres, pasti akan memulai dengan melakukan riset pasar. Partai politik harus punya data kongkrit tentang pasar, tentang masyarakat pemilih, tentang kebutuhan mereka, tentang kecendrungan pilihan mereka serta juga data tentang siapa saja  yang potensial diajak dalam barisan koalisi dan siapa saja yang berpotensi menjadi batu sandungan sebagai pesaing.

Poster calon presiden adalah salah satu cara untuk menaikkan popularitas seorang calon presiden, meskipun ini cara manual, konvensional, tapi masih sangat efektif dilakukan. Selain itu juga, dengan poster-poster tersebut, para calon presiden dan partai pengusung dapat memahami pasar, melihat respon pasar serta respon pesaing yang akan ikut running dalam Pilpres yang akan datang. 

Beberapa aksi vandalisme pada banyak poster Puan Maharani adalah salah satu respon negative yang dapat dijadikan informasi awal dan bahan kajian bagi PDIP dan Puan Maharani. Dari aksi tersebut, PDIP dan Puan Maharani dapat memetakan siapa saja kelompok politik yang resisten dan menolak keras pencalonan Puan Maharani dan sekaligus juga untuk memetakan kelompok mana saja yang berempati dan bersimpati atas pencalonan Puan Maharani.

Personal Branding dan Catatan Untuk Puan Maharani    

Puan Maharani adalah salah satu calon presiden yang serius melakukan personal branding. Poster Puan Mahrani sangat mudah ditemukan di sudut-sudut kota di seluruh Indonesia. PDIP sebagai kendaraan politik Puan Maharani nampak serius dan bersungguh-sungguh menaikkan rating popularitas Puan Maharani.  Meskipun popularitas tak selalu berkorelasi positif dengan elektabilitas seseorang, namun secara umum, popularitas akan memudahkan seseorang untuk mendapatkan elektabilitas yang bagus dan meyakinkan, sehingga pilihan membuat poster untuk Puan Maharani tidaklah salah.

Sebagai seorang politisi, Puan Maharani hampir memiliki semua modal bagi seorang calon presiden. Puan Maharani memiliki kendaraan politik yang solid, PDIP. Partai terbesar dan partai pemenang pemilu berturut-turut di Indonesia, dan bahkan sangat mungkin akan mencetak hattrick  kemenangan di Pemilu 2024 yang akan datang. Tiket untuk kursi presiden sepertinya tak akan bergeser dari Puan Maharani. ‘Hukuman’ pada Ganjar Pranowo, dengan cara mengucilkan dan tak mengundang Ganjar Pranowo dalam acara DPP PDIP di Jawa Tengah beberapa waktu yang lalu, cukup menjadi bukti bahwa Puan Maharani adalah satu-satunya calon yang dipersiapkan oleh PDIP dan tak boleh ada calon lain. Dalam konteks ini, Ganjar Pranowo dianggap kemajon, terlalu percaya diri untuk maju jadi calon presiden tanpa menunggu restu dari DPP PDIP dan Megawati.

Modal lain yang tak kalah keren adalah pengalaman. Bagaimanapun Puan Maharani memiliki catatan karir yang mentereng. Puan Maharani pernah menjabat Menteri Kordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), beberapa kali tercatat sebagai anggota DPR RI dan bahkan saat sekarang,  menjabat Ketua DPR RI. Semua catatan prestisius tersebut diperkuat dengan pengalaman mengelola partai, mengelola PDIP di tingkat DPP. 

Sebagai partai incumbent, pemenang pemilu dan pengusung presiden dua perionde, tentu bukan persoalan sulit bagi PDIP dan Puan Maharani untuk mengkonsolidasi “amunisi” sebagai modal di running Pilpres yang akan datang. Meskipun, sebenarnya, persoalan amunisi ini bukan variable yang paling menentukan, namun tetap menentukan. Tanpa modal ekonomi yang cukup, hampir bisa dipastikan, seorang calon presiden akan kesulitan dalam proses memenangkan kompetisi di Pilpres, terlebih, biaya politik di Indonesia diketahui sangat mahal.

Artinya, dalam pandangan sederhana, Puan Maharani akan dengan mudah melenggang ke Pilpres 2024. Dia dengan mudah dapat  mengunci tiket dari PDIP dan restu dari Ibundanya, Megawati. Namun, persoalannya,  politik setingkat Pilpres tak cukup hanya dengan tiket dari satu partai, sekalipun itu adalah partai terbesar, seperti PDIP. Ada beberapa hal yang harus dihitung dan ditimbang  oleh PDIP sebelum benar-benar mengunci tiket untuk Puan Maharani.

Pertama, fenomena split ticket voting. Pemilih kita cendrung tak konsisten memilih partai dan calon presiden yang diusung. Masyarakat cenderung  memilih untuk membagi suaranya. Jikapun di Pilleg mereka memilih PDIP, itu bukan berarti otomatis mereka akan memilih dan mendukung Puan Maharani. Artinya, PDIP dan Puan Maharani harus benar-benar mempertimbangkan fenomena split ticket voting ini.

Kedua, semua jabatan mentereng yang pernah dijabat atau sedang dijabat oleh Puan Maharani tidak bisa dijadikan modal utama dalam Pilpres. Elektabilitas Puan Maharani yang tak menggembirakan adalah salah satu bukti bahwa Puan Maharani belum mendapat apresiasi atas  semua kinerja dan jabatan yang pernah dia emban. Dibandingkan Ganjar Pranowo kompotitor di internal PDIP saja, Puan Maharani tertinggal jauh. Hasil Survei Saiful Mujanni Research and Consulting (SMRC) di bulan April 2021, menyebutkan elektablitas Puan Maharani hanya 1,7 persen, sedangkan Ganjar Pranowo jauh 12 persen. Begitu juga hasil survey yang dilakukan oleh Charta Politika Indonesia di bulan yang sama, menunjukkan hasil yang serupa, Puan Maharani jauh tertinggal di belakang Ganjar Pranowo. Puan Maharani hanya 1,2 persen sedangkan Ganjar Pranowo 16 persen.

Ketiga, lawan-lawan politik PDIP lebih banyak bergerak di luar gedung parlemen. PDIP boleh saja berbangga hati telah menguasai parlemen dengan prosentase yang sangat besar. Koalisi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin adalah koalisi terbesar dalam sejarah politik Indonesia. Dari beberapa partai yang berhasil mengantarkan kadernya duduk di DPR RI, hanya tersisa dua partai saja yang tidak bergabung dalam barisan koalisi, yaitu PKS dan Demokrat. Namun, prestasi itu bukan berarti bahwa kekuatan oposisi telah benar-benar takluk, tidak. Mereka bergerak di luar parlemen dan sebagian gerakan politik kelompok oposisi ini sukses mendapat simpati masyarakat.  Fenomena Habib Rizieq Shihab (HRS) dan kelompok-kelompok Islam Formalis lainnya, adalah salah satu contoh dari kelompok oposisi di luar gedung parlemen ini.

Rekomendasi Untuk PDIP

Untuk menjaga peluang menang, Puan Maharani dan PDIP harus benar-benar menghitung dengan teliti dan hati-hati. Beberapa hal yang harus dilakukan adalah, pertama, PDIP harus bekerja keras untuk melakukan personal branding yang cantik, cerdas dan massif untuk mengangkat popularitas dan elektabilitas Puan Maharani. Semua mesin partai harus bergerak bersama, di bawah satu komando DPP PDIP.

Kedua, PDIP harus menekan perpecahan di internal partai, konsolidasi harus berjalan baik dan terstruktur. Kasus Ganjar Pranowo tidak boleh terulang. Jikapun ada faksi dan friksi, tidak boleh berlarut dan muncul ke permukaan, harus selesai di dalam. 

Ketiga, PDIP harus tepat memilih isu yang akan disematkan dan dilekatkan pada Puan Maharani. Isu Pluralisme adalah modal yang tepat, isu nasionalisme sudah kuat melekat pada Puan Maharani, tapi isu-isu keberpihakan pada Islam sangat lemah dilakukan,  padahal isu ini pula yang selama ini dijadikan senjata oleh ‘musuh-musuh’ politik PDIP untuk  menyerang Megawati dan keluarganya. PDIP harus mulai mempertimbang memasukkan isu-isu ke-Islaman dalam proses komunikasi politik mereka.

Keempat, PDIP tidak boleh salah memilih teman koalisi dan calon wakil presiden bagi Puan Maharani. Ketepatan memilih KH. Ma’ruf Amin dalam Pilpres 2019 dapat dijadikan rujukan. Partai-partai pengusung tidak ribut untuk berebut posisi wapres, dan umat Islam, terutama nahdliyin, senang dengan pilihan tersebut.  

Kelima, PDIP harus tetap menjadi partai modern yang semua keputusannya berdasarkan perhitungan rasional dan terukur. Artinya, jika akhirnya semua upaya untuk memoles,  mendongkrak popularitas dan elektabilitasnya Puan Maharani tetap tak menemukan jalan yang memuaskan, maka memilih dan memberikan tiket calon presiden pada Ganjar Pranowo adalah pilihan rasional yang harus dilakukan. Persis sama ketika PDIP dan Megawati mengalihkan tiket calon Presiden dari Megawati ke Jokowi di tahun 2014 silam.

*) Penulis, Moh. Syaeful Bahar adalah Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya dan Wakil Ketua PCNU Bondowoso

 

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES