Kopi TIMES

Habis Survei Terbitlah Survei

Rabu, 28 Juli 2021 - 14:18 | 50.53k
Deo Peter Surbakti, SST, Statistisi Ahli BPS Kabupaten Padang Lawas.
Deo Peter Surbakti, SST, Statistisi Ahli BPS Kabupaten Padang Lawas.

TIMESINDONESIA, SUMUT – Siapa yang tidak jengah ketika mendengar kata sensus atau survei. Hampir setiap tahun rasanya pemerintah melakukan pendataan ke rumah-rumah penduduk entah itu bentuknya sensus atau pun survei.  Penyelenggaranya pun berbeda-beda, mulai dari pemerintah tingkat nasional hingga pemerintahan tingkat desa. Bahkan di tengah kondisi pandemi yang kian menyerbak, berbagai kegiatan pendataan terus berjalan. 

Ada beberapa penyebab utama, mengapa masyarakat merasa begitu enggan mengikuti kegiatan pendataan dari pemerintah. Yang pertama adalah isu keamanan data yang masih sering lalai ditangani oleh pemerintah. Bukan sekali dua kali rasanya kita mendengar data kependudukan bocor dan berakhir dengan diperjualbelikan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Mulai dari data daftar pemilih untuk kegiatan pemilu hingga data pelanggan BPJS. Proses bocornya data-data tersebut selalu menjadi rahasia yang tidak bisa terjelaskan, sehingga wajar akhirnya kompetensi pemerintah dipertanyakan oleh masyarakatnya terkait keamanan data.

Kebocoran data kependudukan ini sebenarnya sangatlah berbahaya jika disalahgunakan. Mulai dari maraknya pesan singkat tentang pinjaman koperasi atau nomor identitas mendadak sudah terdaftar untuk nomor telepon lain hingga tagihan pinjaman online yang muncul secara ajaib adalah dampak langsung yang bisa dirasakan masyarakat. Yang paling buruk adalah ketika data-data seperti preferensi masyarakat, data kesehatan, data ekonomi dan data dasar lainnya digunakan untuk hal-hal yang bisa membahayakan kelangsungan negara dan kehidupan masyarakat.

Faktor berikutnya yang membuat masyarakat sudah muak dengan pendataan pemerintah adalah berulang-ulangnya pendataan yang dilakukan oleh pemerintah. Sering sekali rasanya beberapa instansi pemerintah melakukan pendataan yang hampir serupa dan waktu yang tidak terlalu jauh berbeda. Seolah tidak ada koordinasi di antara masing-masing instansi ini, mereka melakukan pendataan pada rumah tangga dan rincian pertanyaan yang hampir serupa. Tentunya, rumah tangga menjadi merasa bosan bila terus ditanyai beberapa instansi namun pertanyaan yang sama.

Tidak berhenti di situ, keajaiban yang lebih aneh terjadi saat hasil pendataan dipublikasikan. Sungguh aneh sebenarnya Ketika data antara instansi pemerintahan sering kali berbeda satu dengan yang lain apalagi sampai berlawanan. Secara statistik, wajar sebenarnya bila hasil pendataan antara survei yang berbeda menghasilkan data yang berbeda. Namun perbedaan hasilnya tentu seharusnya tidak boleh terlalu signifikan apalagi sampai berlawanan. Terlepas dari itu, pertanyaan terbesarnya sebenarnya adalah mengapa harus dilakukan beberapa kali pendataan untuk rincian yang sama oleh beberapa instansi? Apakah instansi pemerintah tidak memercayai kredibilitas antar instansi? Jika demikian, bagaimana mungkin masyarakat bisa percaya pada pemerintah?

Yang terakhir, masih sangatlah berkaitan dengan penyebab sebelumnya yaitu masyarakat merasa pendataan yang dilakukan oleh pemerintah tidak berguna. Hasil pendataan yang seharusnya menjadi dasar perumusan sebuah kebijakan nyatanya sering kali diabaikan oleh pembuat keputusan. Bahkan, ketika keputusan bertolak belakang dengan hasil pendataan maka tak jarang instansi terkait justru melakukan pendataan lain yang secara ajaib hasilnya sangat berbeda dengan pendataan oleh instansi lain.

Akibat dari kebijakan yang kacau tersebut, masyarakat merasa pendataan menjadi tidak berguna dan hanya sekedar formalitas belaka. Ketika hal demikian terjadi, masyarakat pun enggan memberikan kondisi mereka yang aktual dan memberi jawaban sekenanya. Hasil akhirnya adalah data yang dinilai tidak sesuai dengan kondisi masyarakat. Akibat data yang buruk tersebut, kebijakan yang dikeluarkan selanjutnya pun semakin kacau. Kondisi ini terus berulang-ulang bak lingkaran setan survei yang menggambarkan pendataan di Indonesia.

Merujuk pada semangat industri 4.0, di mana semua industri didasarkan atas teknologi digital dan penggunaan data, rasanya kondisi pendataan di Indonesia sendiri masihlah sangat jauh dari mimpi tersebut. Pembenahan secara bertahap perlu dilakukan pemerintah dimulai dari di dalam pemerintah sendiri. Peningkatan keamanan data dan integrasi survei antar instansi adalah langkah penting yang harus segera dikerjakan. Begitu pun hasil pendataannya, hendaknya memang menjadi dasar kebijakan pemerintah bukannya justru disangkal oleh pemerintah itu sendiri. Sehingga pendataan itu sendiri setidaknya memiliki arti dan bukan hanya menjadi formalitas apalagi hanya menjadi proyek penghabisan anggaran saja.

***

*) Oleh: Deo Peter Surbakti, SST, Statistisi Ahli BPS Kabupaten Padang Lawas.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES