Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Manusia Sebagai Ekosistem

Senin, 26 Juli 2021 - 08:14 | 424.40k
Dr. Sama’ Iradat Tito, S.Si., M.Si.Kepala Pusat Studi Kelestarian Dan Keseimbangan Lingkungan (PUSDI K2L) FMIPA Unisma Malang dan Anggota Perhimpunan Biologi Indonesia (PBI).
Dr. Sama’ Iradat Tito, S.Si., M.Si.Kepala Pusat Studi Kelestarian Dan Keseimbangan Lingkungan (PUSDI K2L) FMIPA Unisma Malang dan Anggota Perhimpunan Biologi Indonesia (PBI).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Ekosistem adalah komunitas makhluk hidup yang berinteraksi satu sama lain dan lingkungan fisik. Hutan, danau, dan gua adalah ekosistem. Masing-masing berisi campuran unik dari komponen hidup, seperti tumbuhan dan hewan, dan yang tidak hidup, seperti udara, sinar matahari, batu dan air. Tubuh manusia juga merupakan ekosistem. Tubuh kita adalah rumah ribuan jenis bakteri, virus, jamur, dan organisme mikroskopis lainnya, yang jumlahnya triliunan. Organisme ini disebut mikroba. Mereka bersama-sama membentuk komunitas yang membentuk mikrobioma manusia. Mikrobioma manusia tidak ada yang sama. Hal ini membuat setiap orang bukan hanya sebuah ekosistem biasa, tetapi ekosistem yang unik. Manusia membutuhkan mikrobioma untuk tetap sehat, dan mikrobioma membutuhkan lingkungan yang disediakan oleh tubuh manusia untuk bertahan hidup.

Berbagai spesies mikroba hidup di tempat yang berbeda di tubuh manusia. Beberapa hidup di kulit yang sejuk dan kering. Yang lain hidup dalam kegelapan yang hangat dan basah seperti di dalam mulut. Di mana pun mereka berada, mereka telah berevolusi untuk tinggal di sana. Sama seperti tumbuhan dan hewan di hutan, berbagai jenis mikroba di tubuh kita berinteraksi satu sama lain. Mereka membutuhkan interaksi ini untuk makan, tumbuh, dan bereproduksi. Salah satu cara mereka berinteraksi adalah dengan berkompetisi. Mereka bersaing satu sama lain untuk ruang dan sumber daya, dan beberapa kompetisi ini bermanfaat bagi manusia. Misalnya, Bacillus subtilis yang dapat ditemukan di kulit menghasilkan bacitracin, racun ini membantu melawan mikroba lain sehingga kulit terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh jamur dan semacamnya. Bacitracin telah dikembangkan menjadi salep antibiotik.

INFORMASI PENDAFTARAN MAHASISWA BARU KUNJUNGI www.pmb.unisma.ac.id

Mikroba pertama kali muncul lebih dari 3,5 miliar tahun yang lalu dan menjadikannya spesies tertua yang hidup di muka bumi. Selama lima juta tahun terakhir, manusia dan mikroba telah berevolusi bersama untuk membentuk hubungan yang kompleks. Mayoritas mikroba tidak berbahaya dan banyak yang bermanfaat bagi manusia dalam berbagai cara, dari membantu pencernaan hingga melindungi gigi.  Meskipun masih banyak yang belum kita ketahui tentang hubungan kompleks antara mikroba, manusia, dan lingkungan lainnya, kita tahu bahwa mikrobioma kita dibentuk oleh mikroba dan gen (misalnya, transfer gen horizontal) yang kita temui dari makanan yang kita makan, air yang kita minum, udara yang kita hirup, dan manusia yang berinteraksi dengan kita. Dengan demikian genom manusia kita berubah secara perlahan dan dapat diubah dengan cukup cepat melalui seluruh koleksi gen yang ditemukan di semua mikroba yang terkait dengan inang manusia.

Kesehatan itu menular dalam arti bahwa kita dipengaruhi oleh "kesehatan" ekosistem mikroba luar yang bersentuhan dengan mikrobioma kita sendiri. Ini jelas terlihat dalam kasus penyakit menular di mana tubuh kita menerima patogen dari manusia atau hewan lain yang membuat kita sakit, tetapi itu juga terjadi dengan cara yang tidak terlalu kentara. Di sisi lain,  juga sudah lama diyakini bahwa anak-anak yang tumbuh dengan hewan peliharaan mengalami penurunan risiko terkena penyakit autoimun. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan paparan patogen dari hewan peliharaan yang melatih sistem kekebalan mereka. Intinya, bahwa manusia juga mengambil mikroba dari mikrobioma hewan, dan semua ini berpotensi meningkatkan keragaman dan ketahanan mikrobioma manusia mereka sendiri.

Pandangan yang meluas tentang tubuh manusia sebagai superorganisme yang terhubung ke seluruh lingkungan, mengubah perspektif kehidupan. Orang mulai berpikir tentang kehidupan di bumi sebagai siklus organik air, tanah, tumbuhan, hewan, dan manusia yang semuanya dihubungkan oleh ekosistem mikroba yang kompleks. Manusia mengganggu ekosistem ini dengan berbagai macam hal yang tidak disadari sehingga efeknya beriak melalui ekosistem global dan memengaruhi kesehatan manusia dan mikrobioma kita sendiri.

INFORMASI PENDAFTARAN MAHASISWA BARU KUNJUNGI www.pmb.unisma.ac.id

Serangkaian iklan TV yang luar biasa, iklan semprotan desinfektan, obat kumur, pasta gigi pembunuh kuman, pembersih usus besar, dan antiseptik tangan membuat kita menerima prasangka kebanyakan orang, bahwa “satu-satunya hal yang baik adalah tidak terdapat mikroba”. Pemberantasan setiap mikroba terakhir yang menghuni tubuh kita adalah kemunduran bagi manusia itu sendiri. Genosida mikroba harus digunakan dalam cara yang bijak untuk menjamin kelangsungan hidup spesies kita sebagai manusia.

Interaksi manusia dan mikrobioma sebenarnya sudah dimulai sejak bayi. Sebagai contoh bayi yang pada mulanya memiliki usus steril akan diisi kolonisasi mikroba seperti Lactobacillus johnsonii, yang nantinya membantu bayi mampu mencerna ASI. Bakteri ini didapatkan selama perjalanannya dilahirkan dari tubuh Ibu. Di mulut juga, kemunculan pertama gigi bayi bertepatan dengan munculnya banyak spesies streptokokus seperti S. sanguis yang menjadi komponen utama flora mulut dalam membantu mengolah makanan.

E.coli dan Clostridium juga adalah contoh mikroba di mana banyak orang  tidak memiliki gambaran lengkap. Meskipun E. coli dan clostridium paling dikenal karena patogenisitas dan penyakitnya (yang juga penting untuk diketahui), tidak semua galur organisme ini berbahaya. Banyak strain tidak berbahaya dan beberapa bahkan ada sebagai bagian normal dari mikrobioma manusia kita. Selain itu, E. coli merupakan organisme yang sangat penting digunakan dalam penelitian ilmiah. Mikroba ini telah digunakan sebagai mikroba model karena mudah dikultur di laboratorium dan digunakan dalam aplikasi DNA rekombinan (mis: E.coli dapat dimodifikasi secara genetik untuk menghasilkan insulin manusia). Clostridium juga diketahui dapat mendidik sistem kekebalan tubuh, mencegah penyakit autoimun dan alergi.

Makhluk-makhluk kecil ini terus-menerus berubah sehingga setelah waktu yang cukup lama berlalu, semua entitas (sesuatu dengan keberadaan yang unik dan berbeda) yang membentuk tubuh kita telah terganti atau berubah satu kali atau lebih. Namun demikian, sepanjang proses itu, kita tidak terasa dengan perubahan perubahan yang telah terjadi. Ini adalah hal yang sama yang terjadi pada ekosistem dunia yang terdapat perubahan ekosistem hutan menjadi persawahan dan kemudian menjadi pemukiman yang impact nya baru terasa di kemudian hari.

INFORMASI PENDAFTARAN MAHASISWA BARU KUNJUNGI www.pmb.unisma.ac.id

Manusia sebagai ekosistem dapat dilihat pada sudut pandang sebagai entitas yang berdiri sendiri daripada hanya sebagai kumpulan spesies. Singkatnya: spesies penyusun bisa berubah, tetapi strukturnya tidak. Pelestarian spesies memang penting tetapi jauh lebih penting untuk melestarikan ekosistem.

Satisfaction theory menyatakan seseorang memiliki kecenderungan yang kuat terhadap tingkat kepuasan tertentu, dan tetap cukup konstan dan stabil sepanjang waktu. Dan jika suatu jasa ekosistem bersifat umum dan tidak dimiliki oleh siapa pun secara khusus seperti tubuh sendiri, manusia akan mengeksploitasinya sampai maksimal. Teori di mana individu mengejar kepentingan individu mereka disebut tragedi milik bersama (the tragedy of the commons) yang sadar maupun tidak sadar pada akhirnya juga berdampak pada keberlanjutan dan kepentingan bersama. Dan sesungguhnya pula rantai kebiasaan terlalu ringan sampai terlalu berat untuk dipatahkan. Maka perhatikanlah kebiasaan anda.

INFORMASI PENDAFTARAN MAHASISWA BARU KUNJUNGI www.pmb.unisma.ac.id

*)Penulis: Dr. Sama’ Iradat Tito, S.Si., M.Si.Kepala Pusat Studi Kelestarian Dan Keseimbangan Lingkungan (PUSDI K2L) FMIPA Unisma Malang dan Anggota Perhimpunan Biologi Indonesia (PBI).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES