Gaya Hidup

Sisi Lain Stebby Julionatan: dari Agama Hingga Kehidupan Asmara

Senin, 26 Juli 2021 - 04:20 | 180.27k
Stebby Julionatan saat siaran di Radio Suara Kota Probolinggo (Foto: foto profil fb Stebby)
Stebby Julionatan saat siaran di Radio Suara Kota Probolinggo (Foto: foto profil fb Stebby)

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Sosok Stebby Julionatan di Probolinggo, Jatim, tak hanya akrab dengan dunia literasi. Ada banyak sisi dari pria kelahiran 1983 ini yang belum banyak diketahui publik.

Mulai latar belakang keluarga, agama, perkenalan dengan literasi, menjadi penyiar radio, hingga pandangannya seputar asmara.

Dalam wawancara bersama TIMES Indonesia, Sabtu (24/7/2021) petang, Kang Kota Probolinggo tahun 2010 ini banyak bercerita kepingan-kepingan lain dari kehidupannya tersebut.

Keluarga Satu Atap Beda Agama

Stebby terlahir dari rahim seorang guru Bahasa Indonesia di SMPN 4 Kota Probolinggo tahun 1983. Mamanya pemeluk Kristen, asal Ambon, Provinsi Maluku. Sementara papanya penganut Islam, asal Surabaya, Jawa Timur.

Stebby bercerita, keluarganya tinggal di rumah kontrakan dan karenanya sering berpindah-pindah.

Saat Mamanya mengajar di SMPN 4 Kota Probolinggo, keluarganya tinggal tak jauh dari sekolah tersebut. Di sebuah gang kecil di depan  sekolahan.

Tapi belakangan, keluarganya pindah ke Leces, Kabupaten Probolinggo. Menempati rumah keluarga besar dari sang ayah.

Stebby punya dua saudara. Kakak perempuan dan seorang adik laki-laki. Kakaknya merupakan tenaga kesehatan di RSUD dr. Moh Saleh, Kota Probolinggo. Kristen dan sudah punya 4 anak.

Sementara adiknya yang lebih muda 10 tahun darinya, mengajar di sebuah Pondok Pesantren di Pasuruan. Muslim. Akan halnya Stebby, masih menjomblo.

"Kami dibebaskan memilih agama, pokok dijalankan dengan baik," kata Stebby.

Berkenalan dengan Baca Tulis

Ssbagai anak dari guru Bahasa Indonesia, Stebby akrab dengan baca tulis sejak kecil. Meski belum mengerti, ia sudah sering membaca karya sastra. Terkontamisasi dari Mamanya.

Di usia belia, Stebby mulai melahap novel-novel karya penulis terkemuka. Di antaranya, Burung-Burung Manyar (1981) karya YB. Mangunwijaya. Yang memuat sejarah Indonesia dari tahun 1934 sampai 1978.

Stebby Julionatan aStebby Julionatan membaca buku, berseragam PTT Pemkot Probolinggo (foto: foto profil fb Stebby)

Saking seringnya mengonsumsi karya sastra, membaca dan menulis menjadi kebiasaan. Ia suka. Hobi. "Suka, tapi belum ngeh," kata Stebby.

Saat sekolah di SMPN 5 Kota Probolinggo, Stebby jadi juara dalam lomba menulis cerpen yang diselenggarakan sekolah. Dengan prestasi itu, Stebby mengaku juga belum ngeh dengan sastra.

"Waktu itu yang membanggakan kalau juara IPA dan ilmu eksak lainnya," akunya.

Kesungguhannya menekuni sastra baru muncul tahun 2006. Saat ia terpilih sebagai Kang Kota Probolinggo. Ketika itu, ia tengah menempuh kuliah S1 di STKIP PGRI Wiranegara atau Uniwara, Pasuruan.

Dalam sesi wawancara penentuan Kang-Yuk, Stebby ditanya apa yang akan dilakukan jika terpilih menjadi Kang Kota Probolinggo dan menjadi duta wisata.

"Muncul rasa tanggung jawab untuk mempromosikan Kota Probolinggo lewat apa yang aku bisa," ujar Stebby. Ia pun menekuni sastra dan menggerakkan semangat literasi di daerahnya.

Menjadi Penyiar Radio

Sebagai Kang Kota Probolinggo, Stebby sering dikirim ikut lomba di sejumlah daerah. Ia banyak kenal dan dikenal oleh pejabat di lingkungan Pemkot Probolinggo. Termasuk kepala daerah.

Hingga tahun 2010, penerima Jatim Harmony Award 2019 ini mulai merasa perlu meniti karir dan lepas dari lomba-lomba mewakili daerah.

Oleh seorang teman seorang penyiar radio, ia diajak bergabung dengan WK FM. Dan tanpa pikir panjang, penerima Emerging Writer 2021 ini pun terjun menjadi penyiar radio WK FM.

Di tahun yang sama, ia menjadi pegawai tidak tetap pemerintah di Bagian Humas pada Seketariat Daerah (Setda) Kota Probolinggo.

Stebby mengaku, sempat dicurigai orang bahwa dirinya menggunakan uang pelicin. Sehingga begitu mudah menjadi pegawai tidak tetap (PTT) pemerintah.

Saat apel perdana sebagai PTT, seseorang tak dikenal mendekati Stebby dengan pertanyaan yang menusuk hati: bayar piro mlebu rene (bayar berapa agar masuk sini).

Padahal, ia tak mengeluarkan uang sama sekali untuk jadi PTT. Semua bermula dari pertemuannya dengan Wali Kota Probolinggo, HM. Buchori di sebuah acara.

"Koen kerjo opo saiki, le? (Kamu kerja apa sekarang)," tanya Buchori.

"Serabutan, pak" jawab Stebby.

Tak lama kemudian, ia mendapat panggilan untuk magang di pemkot. Dan kemudian, ditugaskan sebagai penyiar Radio Suara Kota milik pemkot setempat.

Pandangan Asmara

Stebby masih setia menjomblo di usianya yang kini 38 tahun. Tapi ia tak lantas menutup pintu hati akan hadirnya wanita pendamping hidup. Seperti air mengalir saja.

Stebby Julionatan bStebby saat tampil di acara pada tahun 2014 (foto: foto profil fb Stebby)

Kepada TIMES Indonesia, ia mengaku belum sanggup dengan komitmen pernikahan dalam ajaran Kristen yang hanya sekali seumur hidup.

Penulis novel Sekong ini juga merasa belum percaya pada cinta dan pernikahan.

"Mungkin ini yang dinamakan 'ketika aku cinta ilmu pengetahuan, aku akan mencintainya' sebagaimana pernyataan Rumi," kata Stebby.

Itulah sosok Stebby, yang dalam satu semester terahir, menempuh studi di program pascasarjana Universitas Indonesia.

Di kampus terbaik di Indonesia 2021 versi Times Higher Education atau THE tersebut, Stebby mendalami studi gender.

Stebby Julionatan produktif menulis. Buku karyanya, "Biru Magenta" masuk shortlist Anugerah Pembaca Indonesia (API) 2015. Setahun berikutnya, giliran karya "Di Kota Tuhan Aku Adalah Daging yang Kau Pecah-pecah" masuk shortlist Siwanataraja Awards 2016. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES