Peristiwa Nasional

Menyoal Cuitan King of Lip Service BEM UI

Minggu, 25 Juli 2021 - 13:05 | 48.03k
Presiden RI Jokowi. (FOTO: menpan)
Presiden RI Jokowi. (FOTO: menpan)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Peneliti Senior LIPI, Siti Zuhro mengatakan, apa yang dilakukan oleh BEM UI yang menjuluki Presiden RI Jokowi sebagai King of Lip Service, adalah sebuah paparan ide, gagasan hasil kompletasi, dan renungan mendalam sebagai mahasiswa.

Sehingga, kata dia, sebuah kelembagaan partisipasi itu sangat diperlukan. Dalam negara demokrasi seperti Indonesia.

Sebagaimana diketahui, cuitan BEM UI kepada Presiden RI Jokowi menuai pro dan kontra di kalangan publik beberapa hari yang lalu. Dalam kritikan tersebut, BEM UI menjuluki Jokowi sebagai King of Lip Service.

“Kelembagaan partisipasi diperlukan, mengapa diperlukan karena agar tidak mengacaukan sistem demokrasi itu sendiri. Sebetulnya sejak 98 demokrasi kita sampai sekarang belum subtansial, kita hanya berputar-putar pada tataran normatif saja,” katanya dalam keterangannya, Minggu (25/7/2021).

Menurutnya, menuju Pilpres 2024 harus membenahi partai politik bersama dengan politik hukumnya. Penegakan hukum yang mengedepankan keadilan sehingga kita harapkan akan terjadi pemilu yang menyejukkan, pemilu yang menyenangkan.

“Sehingga kita harus mampu membangun public trust, karena yang pertama demokrasi itu adalah membangun trust tadi itu. Kalau itu sudah dibangun maka kita sudah bisa menciptakan politik yang adil, dan tidak saling berkelahi, dan saling menghormati sesama. Karena esensi kita membangun demokrasi yakni membangun nilai-nilai,” jelasnya.

“Jadi jika pemerintah kita menekankan membangun suatu SDM yang unggul itu bukan lip service. Bahwa kita sadar di era Industri 4.0 atau society 4.0 kita akan tertinggal dengan negara-negara ASEAN. Kenapa? Karena kita tidak mempersiapkan diri,” lanjut Siti.

Ia menjelaskan, pemberdayaan dan pendidikan politik perlukan untuk mempersiapkan masyarakat yang memiliki akses politik maupun secara ekonomi, sehingga rasa memiliki dari warga negara. Jadi, masyarakat itu sadar hak dan kewajibannya baik itu politik dan secara ekonomi.

Dinilai Biasa Saja

Sementara itu, Ketua DPP HMPI, Andi Fajar Asti juga mengatakan, sebenarnya tidak perlu heboh dengan cuitan BEM UI, bahkan itu sebenarnya biasa-biasa saja jika dibandingkan dengan apa yang dialami bagi masyarakat pesisir.

Selain itu, menurut Direktur Eksekutif Aspeksindo ini banyak naskah akademik para sarjanawan Indonesia yang tidak mendapat respon negara.

“Tapi perlu kita ketahui bahwa berapa ribu naskah akademik yang dibuat sarjana-sarjana kita mana ada yang digunakan negara ini,” kata Andi Fajar.

Menurut, Fajar cuitan tersebut bermasalah karena ia keluar dari almamater kuning yang notabene merupakan sentral dari pendidikan di Indonesia.

“Saya melihat secara netral dari kacamata akademik, pertama cuitan ini tidak bermasalah, kenapa ribut seperti ini karena UI yang bikin status, coba yang berteriak adalah anak yang berada di pesisiran, pasti tidak seramai itu. Kita tahu bahwa UI adalah sentral pendidikan yang dimana alumninya banyak yang menjadi menteri-menteri,” tutur Fajar.

Lanjut Fajar, cuitan BEM UI itu biasa-biasa saja, jika mau disandingkan dengan data-data yang ada. “Malah saya mengapresiasi Pak Jokowi yang tak pernah marah-marah, malah orang-orang yang sekitarnya yang marah-marah. Jadi ini tidak usah dianggap serius, justru pemerintah harus fokus membangun ekonomi yang meroket,” lanjutnya.

Mendukung Kebebasan Berekspresi

Peneliti Civil Watch dan Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Ade Armando mengatakan, kebebasan berekspresi pada mahasiswa jangan sampai juga tidak membenarkan bahwa dirinya tidak mau dikritik.

“Kalau soal kebebasan berekspresi, saya adalah orang yang sangat mendukung itu. Apakah mahasiswa berhak menghina presiden dengan meme atau cuitan BEM UI itu, saya katakan boleh karena itu adalah kebebasan berespresi. Tapi jangan salah dalam hal ini. Kalau mau mengkritik maka harsus siap dikritik, itulah kebebasan berekspresi,” kata Ade Armando.

Selain itu kata Armando perlu diperjelas juga bahwa yang yang dikritiknya adalah cuitan BEM UI bukan orangnya, lalu banyak orang yang marah karena posisinya yang sebagai orang Jokowi.

“Padahal mengkrtitik itu wajar juga karena itulah kebebsan berekspresi. Apalagi saya sebagai orang yang mendukung jokowi,” jelasnya.

Lalu, kata Armando permasalahannya adalah twitt yang diproduksi oleh BEM UI itu bukanlah hasil dari sebuah diskusi, atau observasi. Karena itu, Ade Armando mengatakan itu adalah argumen bermasalah. Harusnya jika ada yang mengatakan jokowi pembohong, harus mampu membuktikan kebohongannya dimana, buktikan dengan fakta.

Termasuk, menurut Ade Armando juga terkait salah satu yang dipermasalahkan BEM UI adalah Revisi UU ITE padahal revisi UU ITE itu bagus.

“Saya katakan jadi jangan bayangkan saya berseberangan dengan Leon Alfinda, ketua BEM UI. Justru barusan tadi kita duduk bersama-sama dengan ketua BEM UI itu, kita diskusi serius, bahkan kita sama-sama mengkritik rangkap jabatan oleh rektor UI,” jelasnya.

“Terakhir saya katakan cuitan ini bermasalah karena buruk datanya. Kalau kemudian mahasiswa berani mengkritik presiden maka harus berdasarkan data, harus kuat datanya,” ujarnya soal ciutan King of Lip Service BEM UI(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES