Peristiwa Nasional

BPOM Terbitkan Regulasi Penggunaan Obat dalam Kondisi Darurat

Rabu, 21 Juli 2021 - 18:11 | 43.67k
Kepala BPOM Penny K Lukito di Jakarta. (FOTO: BNPB)
Kepala BPOM Penny K Lukito di Jakarta. (FOTO: BNPB)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan regulasi terkait penggunaan obat melalui skema perluasan penggunaan khusus atau Expanded Access Programs (EAP) pada kondisi darurat.

Lewat keterangan tertulis, Rabu (21/7/2021), Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, persetujuan penggunaan obat melalui EAP bukan merupakan izin edar atau EUA yang ditujukan kepada industri farmasi.

"Namun berupa persetujuan penggunaan kepada Kementerian/Lembaga penyelenggara urusan pemerintahan di bidang kesehatan, institusi kesehatan atau fasilitas pelayanan kesehatan," ucap Penny.

Regulasi tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.02.02.1.2.07.21.288 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Prinsip Penggunaan Obat Melalui Skema EAP Pada Kondisi Darurat.

Dalam kondisi kedaruratan mengatasi penyakit yang mengancam jiwa, kata Penny, maka diperlukan suatu terobosan skema perluasan penggunaan khusus obat yang masih dalam tahap penelitian.

Dikatakan Penny, skema EAP telah diberlakukan oleh regulator obat di beberapa negara, seperti The United States Food and Drug Administration (US FDA) dan European Medicines Agency (EMA).

Menurut Penny EAP merupakan skema yang memungkinkan perluasan penggunaan obat yang masih dalam tahap uji klinik untuk dapat digunakan di luar uji klinik yang berjalan jika diperlukan dalam kondisi darurat.

Namun penggunaan obat yang digunakan melalui skema EAP harus dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit atau puskesmas yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan.

"Serta menggunakan dosis dan aturan pakai yang sama dengan yang digunakan dalam uji klinik. Salah satu obat yang diduga memiliki potensi dalam penanganan Covid-19 dan masih memerlukan pembuktian melalui uji klinik adalah Ivermectin," ucapnya.

Penny mengatakan Ivermectin sedang pada tahap uji klinik yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan untuk memperoleh data khasiat dan keamanan dalam menyembuhkan Covid-19.

"Apabila dibutuhkan penggunaan Ivermectin yang lebih luas oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan, maka Kementerian Kesehatan dapat mengajukan permohonan penggunaan Ivermectin dengan skema EAP, mengingat Ivermectin adalah obat keras," ujarnya.

Penny menegaskan bahwa persetujuan EAP bukan merupakan persetujuan izin edar, maka ditekankan kepada industri farmasi yang memproduksi obat tersebut dan pihak manapun untuk tidak mempromosikan Ivermectin, baik kepada petugas kesehatan maupun kepada masyarakat.

"Dengan pertimbangan bahwa obat EAP merupakan obat yang masih digunakan dalam kerangka penelitian dan berpotensi untuk disalahgunakan, maka BPOM perlu melakukan pengawasan untuk mengawal distribusi obat EAP hanya dilakukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan yang disetujui," katanya.

Penny menambahkan pemilik persetujuan dan penyedia obat EAP wajib melakukan pemantauan farmakovigilans dan pelaporan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) maupun Efek Samping Obat (ESO), serta melakukan pencatatan dan pelaporan setiap bulan terkait pengadaan, penyaluran, dan penggunaan obat EAP kepada BPOM. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES