Peristiwa Nasional

Viral Ajakan "Stop Baca Berita Covid-19, AJI: Bisa Mengancam Keselamatan Publik

Senin, 19 Juli 2021 - 15:23 | 29.61k
Poster elektronik ajakan berhenti mengunggah berita dan membaca informasi terkait Covid-19 di media sosial. (Foto: media sosial facebook)
Poster elektronik ajakan berhenti mengunggah berita dan membaca informasi terkait Covid-19 di media sosial. (Foto: media sosial facebook)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Media sosial di Indonesia dalam sepekan terakhir ramai dengan ajakan untuk tidak membaca, mengunggah dan membagikan berita tentang Covid-19. Seruan tersebut disampaikan melalui poster digital dan teks tertulis. AJI (Alinasi Jurnalis Independen) menilai hal ini merupakan bagian dari propaganda keliru yang bisa membahayakan keselamatan publik.

Ketua AJI Sasmito Madrim menyatakan, AJI menemukan setidaknya 9 poster digital dengan desain mirip yang mengatasnamakan warga Bojonegoro, Lamongan, Gresik, Purbalingga, Banyumas, emarang, Yogyakarta, Majalengka, dan Cirebon.

Seruan dalam bentuk tertulis dengan pesan serupa juga menyebar melalui grup-grup WhatsApp. Tulisan tersebut mengklaim terdapat sejumlah negara yang melarang warga negaranya mengirimkan berita tentang Covid-19 melalui media sosial. Antara lain Timor Leste, Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, dan Australia. Seruan melalui teks tersebut juga meminta agar pesan tersebut disebarkan sebanyak-banyaknya ke teman dan saudara.

Ada kesamaan pesan agar masyarakat tidak membaca, mengikuti informasi dan berita tentang Covid-19 di media, karena dianggap bisa menganggu imun. Belum diketahui siapa yang menjadi otak di balik penyebaran poster digital dan teks tertulis tersebut. Tapi temuan jurnalis di beberapa kota, pesan ini awalnya justru disebarkan oleh pejabat dan aparat setempat.

"AJI menilai hal ini merupakan bagian dari propaganda keliru yang bisa membahayakan keselamatan publik," kata Sasmito Madrim, Minggu (18/7/2021).

Hal ini karena ajakan tersebut disampaikan di saat wabah terjadi meluas dan menyebabkan warga sulit mendapatkan layanan fasilitas kesehatan yang sudah penuh pasien.

Ajakan ini bisa menyebabkan masyarakat terjebak pada rasa aman palsu (toxic positivity), yang justru akan membuat mereka abai dengan protokol kesehatan. Informasi yang akurat mengenai skala penularan dan dampak dari pandemi ini justru dibutuhkan warga untuk membangun kesiapsiagaan.

Tindakan publik mengunggah berita itu juga bagian hak kebebasan berekspresi yang telah dijamin oleh UUD Pasal 28F yang berbunyi: "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia."

Menyikapi hal tersebut, AJI Indonesia menyatakan:

1. Mengecam penyebaran seruan tidak membaca, mengunggah dan membagikan berita tentang Covid-19 karena dapat membahayakan keselamatan publik. Seruan ini berpotensi membuat publik tidak mendapatkan informasi yang tepat. Padahal informasi tersebut dibutuhkan untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan tindakan agar dapat selamat dalam situasi pandemi Covid-19 yang semakin mengganas.

2. Seruan ini merupakan bentuk pelecehan terhadap jurnalis dan karya jurnalistik karena dinilai sebagai penyebab turunnya imun seseorang dalam situasi pandemi. Jurnalis profesional dalam bekerja selalu mematuhi Kode Etik Jurnalistik. Kendati demikian, masyarakat yang merasa dirugikan pemberitaan dapat meminta hak jawab dan hak koreksi, serta melapor ke Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pers.

3. AJI juga melihat seruan ini sengaja dipropagandakan untuk membungkam upaya kritis media dalam memberitakan fakta-fakta mengenai pandemi dan penanganannya di Indonesia. Karena itu pemerintah, terutama Kementerian Komunikasi dan Informatika perlu meluruskan mengenai hal ini.

4. Meminta Dewan Pers segera menyikapi serangan-serangan terhadap jurnalis dan pers nasional dalam pandemi Covid-19 yang semakin masif dan mengancam kebebasan pers.

Awal bulan lalu (5/7), kepolisian Indonesia atau Humas Polda Bengkulu juga memberikan stempel hoaks terhadap berita 63 pasien meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) DR. Sardjito Yogyakarta, akibat kelangkaan oksigen. Stempel hoaks atau informasi bohong terhadap berita yang terkonfirmasi, merusak kepercayaan masyarakat terhadap jurnalisme profesional, yang telah menyusun informasi secara benar sesuai Kode Etik Jurnalistik. AJI meminta Dewan Pers perlu berkoordinasi secepatnya dengan aparat penegak hukum untuk menghentikan kekerasan terhadap jurnalis yang mengancam kebebasan pers dan membahayakan keselamatan publik. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES