Pemerintahan

Fraksi PKS Sebut Revisi UU Otsus Bukan Usap-Usap Lampu Aladin, Ini Alasannya

Selasa, 13 Juli 2021 - 13:35 | 19.10k
Fraksi PKS ingin mengingatkan bahwa Otsus Papua bukan milik elit, kata Jubir FPKS Nasir Djamil dalam raker Pansus Revisi UU Otsus Papua di Gedung DPR RI kemarin (FOTO: tangkapan layar akun YouTube DPR RI)
Fraksi PKS ingin mengingatkan bahwa Otsus Papua bukan milik elit, kata Jubir FPKS Nasir Djamil dalam raker Pansus Revisi UU Otsus Papua di Gedung DPR RI kemarin (FOTO: tangkapan layar akun YouTube DPR RI)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (Fraksi PKS) menyetujui Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Bagi Provinsi Papua untuk disahkan menjadi Undang-Undang.

Meski demikian, melalui juru bicaranya dalam Panitia Khusus Revisi UU Otsus Papua, Nasir Djamil, FPKS menyampaikan sejumlah hal krusial yang perlu mendapatkan perhatian serius Pemerintah ke depan. PKS mengakui jika kompleksitas permasalahan di Papua tidak bisa diselesaikan dalam sekejap mata. 

"Fraksi PKS menyadari bahwa DPR RI dan Pemerintah bukan sedang mengusap-usap Lampu Aladin saat menyelesaikan Revisi UU Otsus bagi propinsi Papua ini," kata Nasir dalam rapat kerja yang dipimpin Komarudin Watubun dan dihadiri perwakilan pemerintah di Ruang Rapat Komisi II, Gedung DPR RI, Senayan, Senin 12 Juli 2021.

Catatan Pertama FPKS menyangkut Dana Otonomi Khusus. Dalam pandangan PKS, diakui atau tidak, dana Otsus tersebut belum mampu memberikan dampak positif yang signifikan pada Orang Asli Papua (OAP) karena hasilnya tidak mampu menstimulasi perekonomian masyarakat, khususnya OAP.

Hal itu terjadi karena dana Otsus yang diterima dan dikelola Provinsi Papua belum transparan sehingga menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat Papua. Selain itu, kosentrasi suprastruktur politik Papua masih terfokus pada kelembagaan yang masih belum berjalan dengan baik, berikut kualitas SDM aparatur birokrasi, baik di level provinsi maupun kabupaten dan kota yang belum mampu memanfaatkan dana Otsus secara optimal.

Fraksi PKS sangat mengharapkan adanya konsistensi agar alokasi dana Otsus per sektor dapat dilakukan dengan tepat dan akurat. Seperti untuk sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan, pembangunan infrastruktur, perencanaan dan monitoring evaluasi, bantuan afirmasi serta program prioritas. 

"Berdasarkan pengetahuan, pengalaman dan pembahasan sebelumnya bahwa proses pengawasan dana Otsus di Papua masih belum berjalan efektif," kata Nasir Djamil.

Salah satu penyebab lainnya adalah karena sudut pandang pemerintah pusat yang melihat pemberian dana Otsus lebih condong mempertimbangkan aspek politis. Kemudian Kurangnya proses komunikasi terkait keberadaan dana Otsus di Papua kerap dimanfaatkan oleh elit politik lokal menjadi komoditas politik untuk meningkatkan posisi tawar mereka pada pemerintah pusat. 

Soal pengawasan pengelolaan dana Otsus, disebutkan Nasir bagaimana fungsi-fungsi lembaga pengawasan seperti BPK, BPKP, dan inspektorat masih minimalis. Hal tersebut seolah-olah memperoleh legitimasinya karena regulasi khusus yang mengatur  tentang pengawasan dana otsus belum ada. 

"Fraksi PKS menyarankan agar Kementerian Dalam Negeri diberi otoritas penuh untuk mengevaluasi penggunaan dana Otsus," kata Anggota DPR asal Aceh tersebut.

Kementerian Keuangan perlu mempelajari rekomendasi yang diberikan Kemendagri berkenaan dengan hasil evaluasi pengelolaan dana Otsus di Papua. Jika tidak mencapai target sasaran, daerah yang gagal perlu diberi 'punishment' sebagai pelajaran penting karena dana Otsus pada dasarnya dana rakyat yang harus digunakan untuk kepentingan rakyat Papua.

Di sisi lain, Orang Asli Papua cenderung menilai pemerintah pusat dan pemerintahan lokal tidak sungguh-sungguh mengelola, mengoptimalkan, dan mengawasi dana otsus. Bahkan, tak jarang dana Otsus dinilai menjadi rebutan elit politik di daerah. 

Akibatnya, upaya Pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan taraf kesehatan di Papua mengalami kendala yang serius. Singkatnya, pengelolaan kapasitas fisikal tak memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat lokal.  

PKS menyatakan dana tambahan infrastruktur yang tidak diatur secara detail dalam perubahan RUU Otsus Papua sebagai bentuk dibukanya ruang bagi Provinsi Papua untuk mengusulkan dana tersebut setiap tahunnya. Dengan begitu, dana tambahan infrastruktur jalan, jembatan, dermaga, sarana transportasi darat, sungai maupun laut mampu mengatasi keterisolasian dan kesenjangan penyediaan infrastruktur di Papua dengan daerah lainnya. 

Diingatkan pula perlunya perhatian yang serius  terhadap energi listrik, air bersih, sanitasi lingkungan , telekomunikasi, dan perumahan rakyat, harus  dioptimalkan untuk kesejahteraan lahir dan batin masyarakat Papua, khususnya orang Papua asli (OAP).

Catatan Kedua mengenai pemekaran wilayah dan pembentukan daerah otonom baru di Papua. Fraksi PKS ingatkan jangan kita memiliki pikiran bahwa pemekaran daerah seolah dianggap obat mujarab untuk mengatasi keresahan dan kekecewaan masyarakat lokal di Papua. 

Sebab kenyataan yang terjadi, alih-alih meningkatkan ekonomi dan pelayanan publik, realitasnya pemekaran daerah justru makin memperumit masalah dan berpotensi menimbulkan konflik, baik horizontal maupun vertikal. 

"Fraksi PKS meminta tolong kepada pemerintah di pusat dan di Papua agar pemekaran daerah jangan sampai mendorong menguatnya regionalisasi berbasis primordial karena absennya kebijakan untuk merangkai sinergi lintas daerah," kata Nasir.

Catatan Ketiga, terkait dengan peran lembaga khusus di Papua. Disampaikan jika lembaga-lembaga  yang dibentuk dalam kerangka otonomi khusus belum bekerja melaksanakan tugasnya secara maksimal untuk melaksanakan tugas utamanya yaitu, keberpihakan, pemberdayaan, dan afirmasi. Majelis Rakyat Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua, adalah lembaga yang didesain untuk menerjemahkan kekhususan Papua.

Lembaga-lembaga tersebut belum bekerja secara maksimal. Karena itu Fraksi PKS menyarankan agar keanggotaan di dalam lembaga tersebut memahami secara mendalam apa yang menjadi tanggungjawabnya, bekerja berdasarkan agenda yang jelas, dan menata hubungan kelembagaan secara internal dan eksternal dengan baik sehingga tidak terjadi fragmentasi. 

Fraksi PKS mengetahui dan memahami dinamika lembaga-lembaga khusus di Papua, melalui berbagai hasil penelitian yang diterbitkan dalam bentuk jurnal, buku, dan media massa. Tentu saja ada banyak hal yang menggembirakan. Tapi tidak sedikit juga yang mengkhawatirkan semua pihak.

Kepada pemerintah daerah di Papua, PKS minta agar memperhatikan keterwakilan adat dan perempuan dan peningkatan kapasitas serta kapabilitas anggota MRP sehingga mampu menyuarakan kepentingan orang asli Papua. Perlu juga dipertimbangkan fit and proper test berdasarkan konteks khusus untuk merekrut keanggotaan lembaga khusus sehingga memiliki legitimasi yang kuat, tidak hanya di pemerintahan tetapi juga di mata masyarakat lokal.

Kepada pemerintah Pusat, Fraksi PKS juga mendesak agar perlunya evaluasi berkala terhadap keberadaan lembaga-lembaga khusus, apakah fungsinya sudah berjalan dengan baik sehingga tidak tumpang tindih dengan lembaga khusus lainnya. Begitu juga dengan adanya penambahan lembaga khusus, pemerintah Pusat dan pemerintah daerah di Papua perlu mencermatinya sehingga tidak membebani anggaran. 

Catatan Keempat menyangkut partisipasi masyarakat Papua. Dalam pandangan FPKS, sesungguhnya efektif tidaknya institusi pemerintahan lokal di Papua, sebagian besar tergantung pada berfungsi atau tidaknya pembuatan dan pelaksanaan keputusan-keputusan oleh pemerintah lokal di sana. 

Fraksi PKS ingin mengingatkan bahwa Otsus papua bukan milik elit, melainkan juga milik masyarakat, terutama orang asli Papua. Oleh karena itu masyarakat dan orang asli Papua berhak untuk mendapatkan akses politik dan kesempatan dalam memperjuangkan kepentingannya. 

"Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat dan orang asli Papua, baik secara politik maupun ekonomi, harus dilakukan karena hal itu merupakan roh otonomi khusus Papua," tutur Nasir Djamil.

Ditekankan bahwa realisasi Otsus dan pemerintahan lokal yang demokratis bukan hanya berkaitan dengan pembagian kewenangan kepada kepala daerah semata, melainkan juga menekankan pentingnya akses masyarakat lokal dan orang asli Papua dalam politik. 

Kekuatan sosial di Papua ini, jika diberdayakan dengan tulus, tentu mampu mempengaruhi proses pembuatan kebijakan publik di Papua, meskipun hasilnya belum maksimal. Fraksi PKS mengajak kita semua untuk senantiasa menjaga antusiasme dan optimisme masyarakat dan orang asli Papua. 

Sebab menjaga kedua hal itu, cepat atau lambat, akan dapat meningkatkan kualitas kehidupan sosial, ekonomi, dan politik masyarakat lokas di Papua. Dari sisi politik dan keamanan, kemampuan menjaga dan mengelola antusiasme dan optimisme tersebut diharapkan mampu meredam gejolak dan menjawab tantangan disintegrasi di provinsi paling timur Indonesia itu. 

Catatan Kelima terkait rencana induk pembangunan Papua. Dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) Nomor 139, Fraksi PKS menyampaikan usulan subtansi soal wajibnya Papua memiliki rencana induk pembangunan daerah. Termasuk di dalamnya adalah rencana strategis pengelolaan, penggunaan, dan pengawasan dana Otsus. 

Rencana induk ini diharapkan dapat diselaraskan, diseimbangkan, dan diserasikan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2020. Rencana induk itu diharapkan bisa memperhatikan semua aspek yang ada di Papua. 

Terutama upaya melakukan pembangunan ekonomi dalam bentuk eksploitasi sumber daya alam, penciptaan pasar dan kegiatan ekonomi lainnya haruslah didahului oleh kebijakan yang sistematis mempersiapkan orang asli Papua untuk berpartisipasi dan mengambil keuntungan darinya. 

Tanpa rencana induk yang komprehensif, lanjut Nasir, Fraksi PKS khawatir pembangunan dan peluang ekonomi yang tercipta membuka peluang jauh lebih besar untuk mereka para pendatang. Hasilnya kesenjangan orang asli Papua dan non-Papua tentu akan semakin lebar dan tajam. Sebab revisi UU Otsus Papua, bukan hanya soal nasib dana Otsus Papua dan pemekaran daerah semata, tapi memberi kesempatan kepada kita untuk meningkatkan kualitas pembangunan demokrasi dan kesejahteraan serta infrastruktur di provinsi yang berbentuk Burung Cendrawasih itu. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES