Kopi TIMES

Merasionalisasi Tho’uun Bagi Orang Madura Pada Masa Pandemi

Senin, 12 Juli 2021 - 13:01 | 302.41k
Edi Junaidi DS, Jurnalis TIMES Indonesia.
Edi Junaidi DS, Jurnalis TIMES Indonesia.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Saat pandemi Covid-19 mulai menjangkiti masyarakat Madura. Fakta keberadaan virus ini masih menjadi sumir dan ditanggapi dengan rasa bodoh amat. Hal ini tentu dengan alasan ketiadaan pengalaman dan fakta kebenaran yang dipertanyakan di awal oleh masyarakat Madura.

Istilah di-corona-kan oleh medis menjadi wacana publik harian masyarakat Madura. Umumnya istilah sains pada coronavirus ternyata merembet menjadi mitos yang sangat terkait dengan dongeng tanpa dasar yang awalnya dipercayai sebagian besar masyarakat Madura. 

Kala kasus Covid-19 meledak di Bangkalan perlahan masyarakat Madura mulai mawas diri. Dalam wacana keseharian kembali muncul istilah Tho’uun. Dalam terminologi Islam nama Tho’uun merujuk pada wabah-wabah yang telah membuat depopulasi ummat manusia di tahun-tahun jauh sebelumnya. Sebagaimana wabah Pes sudah sudah merenggut puluhan juta dari dataran Eropa, Mediterania, bahkan di Asia.

Istilah Covid-19 tetap tidak berubah, hanya saja istilah tersebut sudah mulai dibicarakan sebagai Tha’uun (mistis), ini bukan berarti orang Madura telah menyeret pengertian ini sebagai bagian yang terpisah dengan dunia rasional.

Dalam bahasa Arab klasik, istilah Tho’uun biasanya dianggap sebagai “plague”, sedangkan waba’ dianggap sebagai istilah yang lebih umum untuk “epidemi” atau “pestilence”. Tho’uun sebagai istilah generik yang mungkin bermakna “epidemi”, sambil menunjukkan bahwa risalah tentang plague hampir selalu membedakan antara tho'uun dan waba’, di mana tho'uun lebih spesifik daripada waba’.

Tidak tepat jika menyamakan Tho’uun dengan  waba’, Tho’uun adalah varian atau tipe dari waba’.  Kitab  al-‘ayn  karya  al-Khalil  bin  Ahmad  (wafat  175/791) Waba’ lebih sering didefinisikan sebagai “cepatnya kematian manusia secara bersama-sama”, “kerusakan yang terjadi pada zat udara”, “perubahan yang  terjadi  di  udara", dan “ketidakseimbangan di udara, yang mengakibatkan. Jadi  waba’ adalah kerusakan pada udara, tanah, atau air, sedangkan tho’un adalah kesengsaraan yang menyerang manusia secara langsung. 

Perasaan ketakutan itu juga diwujudkan dalam bentuk mitologi di mana orang Madura menyebutnya sebagai Tha’un. Pengertiannya pub berbeda, Tho’uun merujuk pada istilah sains sebagaimana pengalaman wabah besar yang dikisahkan dalam Islam. Sedangkan Tha’un merupakan rekaan proyeksi dan reaksi secara bersamaan untuk menggambarkan hal menakutkan seperti wujud sosok yang membawa petaka, wujud yang memiliki kekuatan mistis. Tetapi untuk keseharian orang Madura kata Tha’un juga digunakan untuk mendiskreditkan seseorang yang berperilaku amoral.

Tha’un jelas merujukan kepada zona imaji dan diselesaikan dengan agama untuk minta saporah (ampuna). Maka tidak salah jika ketika melihat situasi menakutkan dan kematian mendadak perilaku budaya dan agama menyatu misal dengan baca sholawat bersama-sama oleh warga kampung.

Realitas kehidupan religius orang Madura dengan adanya pandemi ini memberikan pemilahan sekaligus menguatkan fungsi keagamaan sebagai uji rasionalitas agar warga mematuhi prokes dan berhenti bersikap bodoh amat.

Keberadaan virus Covid-19 di Madura menjadi unik karena dipenuhi perdebatan dari sikap yang tidak mau tahu dan kritik karena pada umumnya masyarakat Madura sangat bergantung dari upah harian dengan mode pekerjaan sebagian besar sebagai petani, nelayan, dan padagang. 

Tho’uun (sains) dan Tha’un (mitos religi) hampir tidak berimbang untuk mempertimbangkan mana yang lebih mujarab untuk masyarakat Madura. Namun apakah memilih menempatkan aktivitas agama sebagai tujuan mutlak dalam meminta ampunan kepada sang khalik juga tidaklah mutlak rasional karena tuhan memberikakan akal untuk mencipta ilmu.

Perdebatan ini juga mengkritik tidak benar bahwa orang Madura abai pada bencana. Tidak gampang dan akan murahan jika mencerna wacana pemahaman orang Madura pada wabah tidak ada. Istilah Tho’uun dan Tah’un menjadi “humor” harian sejak lama, namun orang Madura tahu bahwa sikap merasa paling kuat dan benar itu salah. Ini menjadi kontra bahwa sejatinya orang Madura juga tidak merasa bahwa dirinya kebal Covid-19 mereka hanya ingin mencari celah petemuan religi dan sains secara mutlak.

Kombinasi Realitas

Tho’uun merupakan wilayah medis dan Tha’un merupakan domain kedudukan tokoh agama dalam hal ini Ulama. Jarang sekali melihat dua hal ini sebagai satu mekanisme kolaboratif, jelas dari awal sangat sedikit fatwa yang secara khusus dan luas disuarakan oleh Ulama. Maka menarik saat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengajak para kiai di Kabupaten Bangkalan, Madura, untuk bersama-sama menyadarkan masyarakat akan bahaya Covid-19 (Republika,16/6/2021). 

Sudah tentu ketidakpatuhan masyarakat Madura telah menjadi bukti bahwa tidak ada pertemuan antara dua entitas religi dan sains yang sama-sama memblokade. Dalam media, orang Madura diberitakan memilih bersholawat sebagai bagian melawan pandemi. Sedangkan dalam prokes, sholawatan berjemaah akan menambah kluster baru penyebaran Covid-19.

Saat dorongan petugas kesehatan untuk mengurangi aktvitas beribadah, orang Madura meresponnya dengan sangat keras. Ini luput dari pantauan mendalam media, bahwa agama di Madura memiliki dimensi mendalam. 

Alhasil muncul banyak hoaks akibat rasa yang skeptis mendalam pada pandemi di kalangan masyarakat Madura.  Sebelumnya, beredar pesan berantai WhatsApp yang berisi informasi bahwa terdapat 7.150 kasus positif Covid-19 di Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Setelah dilakukan penelusuran, klaim bahwa terdapat 7.150 kasus positif Covid-19 di Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur adalah salah. Faktanya, kasus positif Covid-19 di wilayah itu kurang dari jumlah tersebut. Berdasarkan data dari situs resmi Pemerintah Kabupaten Bangkalan, terdapat 1.979 kasus kumulatif Covid-19 per 9 Juni 2021. 

Menjelaskan Tho’uun dengan pemhaman ilmiah dan medis juga tidak bisa meninggalkan peran ulama sebagai sosok tingkatan sosial di atas masyarakat yang banyak diambil contoh peran dan pesannya. Terlihat masyarakat agama masih sangat sulit untuk berkompromi dan melakukan tawar menawar dengan babakan baru ini.

Dalam kondisi demikian tidak mengherankan apabila muncul suatu gerakan keagamaan yang reaksioner dan apologetik yang ditandai dengan munculnya neo-ortodoksi agama seperti menganggap Pandemi sebagai candaan dan konspirasi.

Dua isu tadi juga menerpa lewat informasi Hoaks pada pesan singkat menyerang masyarakat Madura. Dengan kata lain, bukan hanya mengembangkan kembali mitos tetapi juga memaksanya untuk meneropong hal yang seharusnya menjadi tugas logos (ilmu dan sains). 

Untuk itu penting kiranya kita melihat cara padang orang Madura dengan perumpamaan mitos dan mistik pada istilah Tha’un sebagai mitos Budaya untuk kewaspadaan pada perilaku buruk.

Pada hakikatnya mitos bukan hal yang jelek, karena dengannnya kehidupan manusia mempunyai konteks makna yang berharga. Akan tetapi mitos menjadi potensi destruktif bila didudukkan sebagai kekuatan dan kemapanan hirarki sosial. Penyelewengan mitos sebagai kekuatan status quo ini akan membentuk cara pikir sempit. Mitos berperan sebagai pendorong imajinasi manusia yang menyebabkan kehidupan manusia bermakna. Sementara Logos menjadi panduan praktis dan ilmiah, inilah yang mesti didorong dikampanyekan dalam pandemi khusus orang Madura dan mesti dipahami secara luruh dan adil pada masa-masa pandemi Covid-19.

***

*) Oleh: Edi Junaidi DS, Jurnalis TIMES Indonesia.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES