Peristiwa Internasional

Rusia Dukung Lima Poin Konsesus ASEAN Tentang Krisis Myanmar

Rabu, 07 Juli 2021 - 07:21 | 25.52k
Pertemuan Menlu Rusia, Sergei Lavrov, dan Menlu RI, Retno Marsudi, di Kementerian Luar Negeri, Jakarta. (Arsip Kemenlu RI)
Pertemuan Menlu Rusia, Sergei Lavrov, dan Menlu RI, Retno Marsudi, di Kementerian Luar Negeri, Jakarta. (Arsip Kemenlu RI)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov menyatakan dukungan upaya diplomatik Asia Tenggara untuk mengakhiri krisis politik di Myanmar.

Berbicara selama kunjungannya di Jakarta, Lavrov mengatakan, bahwa Konsensus Lima Poin yang disepakati oleh Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) harus menjadi dasar untuk menyelesaikan situasi di Myanmar.

"Dalam kontak kami dengan para pemimpin Myanmar, para pemimpin militer, kami mempromosikan posisi ASEAN yang harus menjadi pandangan kami, dianggap sebagai dasar untuk menyelesaikan krisis ini dan membawa situasi kembali normal," kata Lavrov kepada wartawan seperti dilansir Al Jazeera.

Dia berbicara pada konferensi pers video setelah pembicaraan dengan mitranya, Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi.

Komentar diplomat ini penting dan muncul di tengah keterlibatan yang semakin dalam antara Rusia dan militer Myanmar, disaat kekuatan global utama memberikan sanksi kepada bisnis dan pemimpin puncak militer Myanmar yang juga menyerukan larangan global penjualan senjata ke negara itu.

Retno Marsudi menekankan pentingnya konsensus lima poin yang menyerukan segera diakhirinya kekerasan di Myanmar dan dimulainya dialog antara semua pihak, dan meminta Rusia untuk mendukung pelaksanaannya.

"Ini membutuhkan komitmen militer Myanmar untuk bekerja sama dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya," kata Retno Marsudi

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militernya mengkudeta pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.

Pengambilalihan kekuasaan itu memicu kemarahan nasional Myanmar yang dengan cepat berubah menjadi protes dan pemogokan yang kemudian justru ditindas secara brutal oleh pasukan keamanan.

Sedikitnya 892 orang meninggal dunia, 5000 leih ditahan,  sementara puluhan ribu orang lainnya terusir dari rumahnya ditengah pertempuran antara pasukan keamanan dan kelompok-kelompok pejuang yang baru dibentuk di seluruh negeri.

Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang memimpin kudeta Februari, bertemu dengan para pemimpin ASEAN pada April dan menyetujui rencana perdamaiannya. Selain seruan untuk dialog dan diakhirinya kekerasan, rencana tersebut juga menyerukan penunjukan utusan khusus dan akses kemanusiaan yang lebih besar ke daerah-daerah yang terkena dampak konflik.

Namun, Min Aung Hlaing dengan jajarannya tidak menunjukkan niat untuk menindaklanjuti dan malah mengulangi rencananya sendiri yang sama sekali berbeda untuk memulihkan ketertiban dan demokrasi. Kurangnya sikap militer itu telah membuat frustrasi anggota ASEAN yang paling vokal, termasuk Indonesia, Malaysia dan Singapura.

Sementara Rusia juga telah menyatakan keprihatinan tentang kekerasan di Myanmar, itu adalah salah satu dari sedikit negara yang mengakui pemerintahan Min Aung Hlaing. Rusia adalah pemasok utama senjata dan pelatihan untuk militer Myanmar dan telah mengirim pejabat tinggi ke negara itu untuk bertemu para jenderal.

Bulan lalu, Rusia juga menyambut Min Aung Hlaing dan delegasi militer untuk kunjungan panjang ke Moskow, di mana ia memberikan banyak pidato dan wawancara media dan dianugerahi gelar profesor kehormatan.

Lavrov dan Marsudi dijadwalkan untuk memimpin pertemuan video dengan menteri luar negeri ASEAN lainnya sebelum utusan Rusia itu berangkat ke negara Asia Tenggara lainnya, Laos.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES