Kopi TIMES

Ki Manteb dan Filosofi Wayang

Sabtu, 03 Juli 2021 - 15:00 | 147.52k
Ma’muri Santoso, Pecinta Wayang, Dai Instruktur Nasional Jatman PBNU.
Ma’muri Santoso, Pecinta Wayang, Dai Instruktur Nasional Jatman PBNU.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kabar duka datang dari dunia pewayangan tanah air. Dalang kondang asal Karanganyar, Jawa Tengah, Ki Manteb Sudharsono wafat pada Jumat (2/7) dalam usia 73 tahun. Ki Manteb merupakan dalang sepuh yang telah lama malang melintang di dunia pewayangan dengan gaya khas Surakarta. Wayang sendiri merupakan seni pertunjukan asli Indonesia yang berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali, bahkan telah diakui oleh UNESCO sejak tahun 2003.

Meninggalnya Ki Manteb tentu saja menyisakan duka yang mendalam bagi dunia seni, budaya, maupun pewayangan di negeri ini. Ki Manteb dikenal begitu piawai dalam mementaskan wayang. Tidak saja fasih dalam membawakan alur cerita wayang, namun juga terkenal luas dengan ciri khas sabetannya. Wayang terasa begitu hidup sehingga mampu menyihir para penontonnya untuk tidak beranjak dari tempat duduknya. 

Pagelaran wayang merupakan pentas yang tidak saja menyuguhkan seni, namun juga sarat akan tuntunan makna kehidupan. Wayang tidak saja sekedar hiburan, namun juga mengandung tuntunan hidup yang sangat bermakna dalam kehidupan sehari-hari. Lakon wayang pada hakikatnya adalah laku kehidupan. Dalam pentas pewayangan, kita dapat mengamati segala laku hidup manusia dengan segala pernak-perniknya.

Dunia wayang juga menyuguhkan cerita yang menampilkan manusia dengan berbagai macam watak dan karakternya. Karakter positif seperti santun, pemberani, pahlawan, maupun karakter negatif seperti sombong, angkuh, sewenang-wenang, pengecut, sampai dengan sikap beda ucapan dan tindakan, semua ada dalam karakter wayang. 

Menikmati pagelaran wayang pada dasarnya tidak sekedar menikmati sebuah tontonan, akan tetapi juga meresapi sebuah tuntunan. Sebuah pesan berharga yang dapat diambil guna diterapkan dalam perilaku hidup nyata.  Lakon dalam wayang selalu berisi pesan-pesan yang kuat, memiliki makna filosofis yang dapat membawa manusia memahami arti tujuan hidup yang sebenarnya. Dengan memahami arti tujuan hidup, setidaknya seseorang akan memiliki rem dalam hidupnya untuk tidak melakukan sesuatu yang negatif maupun merugikan bagi sesama.  

Ki Manteb telah berhasil menanamkan warisan budaya ini terhadap kaum muda milenial. Sebelum masa-masa pandemi Covid-19, dimana kerumunan massa masih belum dibatasi saat itu, banyak anak muda milenial yang tertarik dengan berbondong-bondong mengunjungi setiap pagelaran wayang yang diperankan oleh Ki Manteb. Wayang tidak saja identik sebagai kesenian untuk golongan tua, namun juga dicintai oleh kaum muda milenial. 

Di bawah tangan dingin Ki Manteb, wayang begitu hidup. Sebuah alur cerita yang dapat membuat hati penonton terasa campur aduk menjadi satu. Setiap orang bisa senang, sedih, tertawa, ataupun menangis lantaran hanyut terbawa dalam sebuah alur cerita wayang. 

Kisah dalam wayang memuat sastra yang dapat melembutkan rasa, mengasah kepekaan, menyisipkan pesan-pesan moral, serta menanamkan nilai-nilai kebaikan tanpa terasa menggurui. Di bawah tangan dingin Ki Manteb, semua larut dalam sebuah racikan seni yang cukup elok untuk dinikmati. 

Melalui wayang, sebuah pesan penting berupa kritik sosial juga bisa disampaikan. Sebuah tatanan yang jauh dari keberpihakan terhadap masyarakat bawah biasanya menjadi sasaran kritik seorang dalang. Dalam setiap cerita wayang, sebuah tindakan kejahatan, seberapapun kuatnya, pada akhirnya akan dapat dikalahkan oleh kebenaran. Hal inilah yang setidaknya bisa selalu diambil hikmah oleh siapapun agar selalu berusaha tetap di jalur yang benar, meskipun dengan berbagai macam tantangan.

Kini  Ki Manteb sudah menghadap Sang Pencipta, Tuhan sebagai Dalang hakiki dalam kehidupan manusia. Semoga kiprahnya dapat terus menginspirasi kalangan muda untuk terus mencintai wayang sebagai warisan budaya berharga bagi negeri ini. Sebuah pertunjukan yang kaya akan filsafat kehidupan. Tidak sebatas tontonan yang menghibur namun juga tuntunan dalam kehidupan.

***

*) Oleh: Ma’muri Santoso, Pecinta Wayang, dai Instruktur Nasional Jatman PBNU.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES