Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Siapa Peduli “Permata Hati”?

Jumat, 02 Juli 2021 - 10:08 | 39.98k
Abdul Wahid, Dosen Universitas Islam Malang (UNISMA) dan Penulis Buku.
Abdul Wahid, Dosen Universitas Islam Malang (UNISMA) dan Penulis Buku.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Di saat kita dituntut menunjukkan empati pada bencana  pandemic Covid-19, tangan-tangan jahat masih beraksi mencari dan bergerilya secara kriminalistik untuk mendapatkan anak yang kehilangan orang tua atau keluarganya.

Para bandit atau sindikat perdagangan anak (permata hati) menyebar makelar yang berdalih relawan dan peduli kemanusiaan, serta adopsi untuk mendapatkan anak-anak korban bencana.  Mereka merayu, menjanjikan sesuatu, dan memberikan rumus-rumus tentang prospek paska musibah, padahal mereka pun bermaksud menghadirkan musibah baru bagi anak-anak.

Sindikat tersebut sangat pintar dalam membaca situasi untuk melancarkan aksi kriminalitasnya. Di saat kejelian masyarakat lemah, kewaspadaan aparat tersita mengatasi krisis, pemerintah terfokus pada problem bencananya, dan masyarakat dihadapkan dengan kondisi shock, mereka masuk mengulurkan tangan, yang kehadirannya seolah-olah menjadi bagian dari solusi kemanusiaan dan prospektif terhadap nasib anak-anaknya.

Anak, baik dalam suasana tenang maupun sedang ada bencana, masih tetap dalam posisi sebagai segmen bangsa yang rawan dilanggar hak keselamatannya.

Mereka potensial dijadikan obyek kejahatan  pebisnis yang serakah yang menghalalkan segala cara untuk memenuhi ambisinya ini. 

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Ketika dulu sebelum Covid-19 pernah terbongkar sindikat narkoba misalnya, yang modus operandinya menjadikan beberapa bayi sebagai alat mempermulus aksi kejahatannya ini denngan memasukkan narkoba ke dalam perut si bayi, maka sekarang pun banyak varian modus “memanfaatkan” anak, yang dapat dipahami sebagai suatu suatu praktik kekejian yang jelas-jelas melanggar hak keselamatan dan kehidupan anak-anak.

Kasus semacam itu menunjukkan kepada kita, bahwa nasib anak-anak negeri ini sangat rawan oleh praktik kriminalitas. Bandit-bandit  yang menjadikan anak sebagai obyeknya ini “cerdas” membaca kondisi masyarakat yang sedang dihadapkan dengan problem ekonomi yang serius. Kemiskinan yang menimpa keluarga atau orang tua dapat ditempatkan sebagai faktor kriminogen yang potensial menstimulir timbulnya kejahatan dan pelanggaran HAM.

Pernah disinggung oleh Martin Luther, bawa kemiskinan itu merupakan faktor yang serius terhadap timbulnya berbagai bentuk penyimpangan, patologi social, dan tindak kejahatan. Seseorang yang sedang hidup miskin akan menjadikan dirinya dihadapkan pada tekanan psikologis dan desakan-desakan kebutuhan yang bisa menjerumuskannya nekad melakukan perbuatan yang irasional, tak manusiawi, dan kurang terpuji.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Berbagai bentuk bencana yang menguji kita tidak dapat dipungkiri akan menjadikan sebagian kondisi masyarakat di negeri ini sedang menghadapi problem ekonomi yang serius. Bisa dipastikan, bahwa mereka ditimpa suatu bentuk penyakit baru yang bernama kemiskinan mendadak. Dalam kondisi demikian, bukan tidak mungkin bagi yang tidak siap atau kurang tahan menghadapi ujian (musibah) ini,  mereka dijadikan sasaran oleh penjahat untuk dipengaruhi dan dijinakkan.  Bisa saja mereka dipengaruhi lewat relasi kemanusiaan  bercorak kepura-puraan yang topiknya menolong, tetapi padarnya bermaksud menjadikannya sebagai obyek kriminalitasnya.

Kalau begitu keadaannya, maka di setiap terjadi kondisi krisis atau masyarakat sedang diuji oleh berbagai kesulitan, maka kondisi anak-anak lebih potensial lagi berada dalam kerawanan, hak keselamatannya bukan hanya terancam,  tetapi benar-benar di ujung tanduk tangan-tangan jahat.

Kasus tersebut tak bisa dianggap enteng. Siapapun dan dari bangsa manapun, perlakuan terhadap anak itu sebagai bentuk pelanggaran HAM. Dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, anak-anak itu juga punya HAM yang wajib dilindungi. Disebutkan dalam pasal 1 angka (1) bahwa hak asasi manusia merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Perintah secara yuridis itu sudah menuntut negara, masyarakat, dan orang tua untuk menegakkan hak asasi manusia, tak terkecuali  hak anak. Setiap segmen bangsa dituntut menjadi pelindung dan penyelamat hak keselamatan anak.

Oleh Konvensi Hak Anak dan UU Perlindungan Anak, salah satu hak anak yang wajib dilindungi oleh pemerintah, masyarakat, dan setiap segmen bangsa adalah hak keselamatan dalam pergaulan dan menjalani kehidupannya. Jika hak keselamatan ini terampas dari diri anak, maka dalam setiap saat, menit, jam, dan hari, mereka akan rawan menjadi korban kejahatan.

Pemerintahan  harus bekerja keras untuk meningkatkan mutu keamanan sosial supaya hak keselamatan anak  tersebut benar-benar dapat dinikmati oleh anak-anak. Setiap bentuk kerentanan keamanan akan menjadi embrio dari kejahatan, dan subyek sosial yang mudah jadi korban adalah perempuan dan anak-anak. (*)

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Abdul Wahid, Dosen Universitas Islam Malang (UNISMA) dan Penulis Buku.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES