Kopi TIMES

Beda Antara Pluralitas dan Pluralisme

Kamis, 01 Juli 2021 - 13:53 | 258.38k
Setya Kurniawati, BMI Malang dan Tim Pena Langit.
Setya Kurniawati, BMI Malang dan Tim Pena Langit.

TIMESINDONESIA, MALANGJARGON pluralisme kian populer di Indonesia. Sistemis dan masif diaruskan baik oleh tokoh ataupun dalam seminar membahas bagaimana menciptakan kerukunan antar umat beragama. Sekilas nampak bagus namun jika ditelusuri lebih lanjut, ada bahaya terselubung di dalamnya yaitu penyebarluasan paham pluralisme.

Pluralisme adalah sebuah pemikiran yang lahir dari filsafat perenialisme yaitu sebuah sudut pandang dalam filsafat agama yang meyakini bahwa setiap agama di dunia memiliki suatu kebenaran yang tunggal dan universal yang merupakan dasar bagi semua pengetahuan dan doktrin religius (wikipedia.org).

Artinya, pluralisme menganggap semua agama adalah sama, karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif. Setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Semua pemeluk agama tersebut akan masuk surga dan hidup berdampingan di sana.

Jelas ini bertentangan dengan Islam. Allah SWT telah menjelaskan dengan tegas bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Sebagaimana firman Allah SWT ”Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.”  (TQS Ali Imran: 19).

Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, ayat ini adalah berita dari Allah SWT yang menyatakan tidak ada agama yang diterima dari seseorang di sisi-Nya selain Islam, yaitu mengikuti para Rasul yang diutus Allah SWT di setiap masa, hingga diakhiri dengan Nabi Muhammad SAW yang membawa agama yang menutup semua agama sebelumnya.

MUI melalu fatwa Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 telah menyatakan paham pluralisme bertentangan dengan ajaran agama Islam dan umat Islam haram mengikutinya. Ini sesuai dengan apa yang Allah firmankan, “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya.” (TQS Ali ‘Imran: 85).

Pluralisme (relativisme) diklaim dapat menghindarkan berbagai konflik keagamaan dan mewujudkan kerukunan antar agama. Tapi nyatanya, ia membahayakan akidah dan dapat menghapuskan sebagian besar syariat Islam. Karena paham ini menyudutkan umat Islam yang konsisten terhadap prinsipnya yaitu berpegang pada syariat Islam akan dianggap fanatik, intoleran, mau menang sendiri, dan selanjutnya dicap sebagai radikal.

Perlu digaris bawahi pluralisme berbeda dengan pluralitas. Pluralitas agama adalah sebuah realita bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan. Islam mengakuinya, umat Islam bisa tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan dalam hal di luar akidah dan ibadah.

Pluralitas ini telah dipraktikkan di masa Rasulullah SAW terhadap kaum Yahudi dan Nasrani dalam institusi Islam. Walaupun dalam naungan institusi yang menerapkan sistem Islam namun faktanya antar agama dapat hidup berdampingan dan tidak ada sikap intoleran ataupun diskriminasi. Penerapan sistem Islam ini diikuti oleh para khalifah dan kaum muslim setelahnya bertahan selama kurang lebih 13 abad, keadaan warga yang hidup dalam naungannya senantiasa beragam atau plural.

Jadi, hanya Islam dalam sepanjang sejarah, yang ketika berkuasa mampu menjamin kerukunan umat beragama sehingga berbagai agama yang ada di bawah kekuasaannya bisa hidup tenang tanpa ada paksaan dan ancaman.

Keberadaan agama-agama ini dilindungi oleh institusi yang menerapkan Islam kaffah. Salah satu buktinya, sebagaimana diceritakan Maria Rosa Menocal, peneliti sejarah dan kebudayaan Universitas Pennsylvania, dalam bukunya Surga di Andalusia (Noura Books, 2015). Dalam bukunya, Menocal menggambarkan bagaimana Muslim, Yahudi, dan Nasrani hidup dalam harmoni selama masa kekuasaan Kekhilafahan Bani Abbasiyah.

Lihat pula bagaimana kaum Kristen Koptik di Mesir, Kristen di Suriah, tetap ada sampai sekarang setelah negerinya dikuasai kaum muslimin. Bahkan di Yerusalem, Gereja Makam Kudus, sampai saat ini masih dijaga oleh keluarga muslim, keturunan dari muslim yang diperintahkan Khalifah Umar untuk menjaganya ribuan tahun lalu.

Wallahua’lam.

***

*) Oleh: Setya Kurniawati, BMI Malang dan Tim Pena Langit.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES