Kopi TIMES

Meme BEM UI dan Rasionalitas Pesan Kritik

Rabu, 30 Juni 2021 - 09:52 | 108.29k
Rachmat Kriyantono, PhD, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya.
Rachmat Kriyantono, PhD, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kritik dalam demokrasi adalah keniscayaan. Negara disebut demokratis jika memfasilitasi ruang-ruang ekspresi opini, gagasan, dan kritik dari masyarakat. Kritik merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam kehidupan demokrasi. Kritik adalah mulia sebagai esensi rasionalitas demokrasi.

Perkembangan teknologi komunikasi makin membuat ruang ekspresi ini makin terbuka, bebas, dan intensif lewat medsos. Individu pun aktif beropini. Karena super cepat, fleksibel, dan banyak pengguna, medsos pun menjadi pilihan ruang ekspresi bagi jalur formal demokrasi, seperti DPR, ormas, parpol, termasuk organisasi kampus.

Tulisan ini membahas produk ekspresi BEM UI berupa meme yang diunggah di akun twitter mereka. Meme ini sedang booming viral sekarang ini.

Dua Elemen Pesan Kritik

Tulisan ini tidak fokus mengomentari benar tidak nya judgment “the king of lip service’ dalam meme tersebut. Tulisan ini fokus membahas dua elemen dalam kritik, sebagai jenis pesan komunikasi politik. Pertama, penyajian pesan kritik. Sebuah kritik yang baik harus mengandung “logos”, yakni menyampaikan rasionalitas dari objek kritik. Pengkritik mesti menjelaskan secara detail kritikannya. Jika ia menilai pemerintah gagal, harus jelas gagal di mana? Mengapa itu gagal? Lebih baik lagi jika disampaikan solusi agar tidak terjadi kegagalan. Rasionalitas ini harus didukung fakta/bukti yang konkret. Kebenaran substansi kritik wajar masih menimbulkan pro dan kontra, tetapi, logos ini mampu  membedakan apakah sebuah pesan itu kritik atau tuduhan atau hinaan atau fitnah.

Kedua, cara delivery pesan. Tidak cukup men-delivery pesan dalam bentuk meme. Meme tidak mampu menyampaikan aspek logos dalam pesan. Yang bisa ditampilkan adalah hanya key-message, yakni simpulan atau penilaian utama terhadap objek kritik. Wajar saja jika meme the king of lip service ini pun memunculkan kesan yang lain, yakni penghinaan alih-alih kritik. 

Karena itu, BEM UI mestinya menyandingkan pesan dalam bentuk meme dan pesan tertulis tentang rasionalisasi kritiknya. Pesan tertulis ini bisa berbentuk press-release atau tinjauan akademik tentang pemerintahan Presiden Jokowi. Faisal Basri, Dosen UI, pernah mengatakan bahwa BEM UI telah memiliki tim riset, maka mestinya hasil tim riset mampu membuat kritik yang mengandung logos disertai bukti/fakta yang ilmiah.

Demokrasi makin mensyaratkan bukti 

Menuduh orang lain curang, menuduh orang lain gagal adalah gampang, membuktikan itu sulit. Demokrasi mestinya menuntut ketersediaan bukti/data, baik oleh pemerintah maupun pengkritik. Dalam perspektif Islam, Allah telah memberikan grand-theory sebagai rambu-rambu berdemokrasi. Siapapun boleh beropini, berpendapat, atau mengkritik, tetapi, harus menyampaikan bukti, tidak asal bicara dan tidak asal menuduh. Tanpa bukti dan penjelasan rasional maka bisa terjatuh dalam tuduhan dan dugaan saja. “Haatuuburhanakum inkuntum sodiqin” (mana buktimu jika kau orang yang benar). dan “Hindari dugaan-dugaan karena dugaan tidak berguna sedikit pun untuk melawan kebenaran (QS Yunus: 36). Memang, seorang Rasionalis Prancis, Rene Descartes, menyebut kebenaran dimulai dari meragukan sesuatu, tetapi, dalam komunikasi poltik keraguan ini tidak begitu saja disampaikan ke publik, perlu mengumpulkan bukti baru disampaikan ke publik. Inilah esensi rasionalitas itu sendiri.

Dalam perspektif komunikasi Islam, logos juga bisa menghindarkan pengkritik dari fitnah dan mencari-cari kesalahan orang.  yang semua ini termasuk perbatan yang dilarang agama (QS 49:12; QS 2:191, 192, 217). Apalagi jika tuduhan itu diviralkan secara masif di medsos. Adler & Rodman (2006) mengingatkan: “one key to succesful comm is to share an adequate amount of information in a skillful manner”. Skillful manner ini sudah diajarkan semua agama, yakni tidak fitnah, menghina, dan tidak mencari-cari kesalahan orang lain.

Demokrasi Pancasila

Demokrasi itu universal, artinya dikenal oleh semua manusia di dunia ini. Namun, karena manusia hidup dalam bangsa dan budaya beragam, maka filosofis demokrasi pun mestinya juga menyesuaikan dengan filosofis masyarakat dan bangsa yang bersangkutan. Peran mahasiswa sebagai watchdog pemerintahan bisa tetap jalan dengan tetap menjunjung nilai-nilai etis bangsa. Kita punya karakter demokrasi yang khas budaya kita, tanpa perlu meniru kharakter demokrasi bangsa lain. 

Landasan filosofis sebagai bentuk ideal praktek demokrasi berbeda karena landasan filosofis masing-masing masyarakat berbeda. Landasan filosofis bangsa kita adalah Pancasila sehingga Pancasila menjadi landasan berdemokrasi. Masyarakat kita mempunyai adab atau local wisdom menghormati orang tua sehingga mempunyai banyak simbol-simbol penghormatan, termasuk kepada pemimpin. Dalam proses pesan, nilai etis ini disebut pathos atau adab. Dengan memenuhi aspek logos dan pathos, kritik akan bersifat rasional-ilmiah dan tetap menghormati yang dikritik. 

Kebebasan Akademik

Mengkritik pemerintah merupakan salah satu bagian tridharma sivitas akademik dan merupakan bagian kebebasan akademik dan otonomi keilmuan dalam pengembangan Iptek. UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi telah mengatur bahwa kebebasan akademik dan otonomi keilmuan harus dilaksanakan secara bertanggung jawab dan memperhatikan kaidah ilmiah. Menyampaikan kritik dalam komunkasi politik bisa dimasukkan sebagai proses retorika, yang mencakup kaidah ilmiah berupa logos dan patos. Jika dua kaidah ini terpenuhi dengan baik, maka pengkritik, termasuk di sini BEM UI, akan terjaga ethos-nya (kredibilitasnya) sebagai komunikator yang cerdas dan yang peduli masyarakat. (*)

 

*) Oleh: Rachmat Kriyantono, PhD, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya

 

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

_______
**)
Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES