Kopi TIMES

Persoalan HAM di Tengah Pandemi Covid-19

Senin, 28 Juni 2021 - 14:36 | 126.44k
Sayyid Nurahaqis, adalah Alumni Universitas Islam Sumatera Utara dan Pemerhati Hukum Tata Negara.
Sayyid Nurahaqis, adalah Alumni Universitas Islam Sumatera Utara dan Pemerhati Hukum Tata Negara.

TIMESINDONESIA, SUMUT – Setahun lebih sudah pandemi Covid-19 melanda negara-negara dunia, tak terkecuali negara Indonesia. Sampai saat ini juga negara Indonesia melalui pemerintah pusat dan daerah terus berupaya keras untuk melakukan penanganan virus corona atau Covid-19 melalui berbagai cara yang dilakukan, semisalnya 3M, PSBB, PPKM, dan Vaksinasi.

Terlepas dari upaya pemerintah tersebut, pandemi Covid-19 yang telah melanda hampir setahun lebih ini juga menimbulkan berbagai problematika dan dampak dari berbagai sektor. Salah satunya di sektor bidang HAM Indonesia.

Hak asasi manusia atau HAM menjadikan salah satu sektor bidang yang terkena dampak cukup serius dari situasi pandemi Covid-19. Sebelum membahas problematika HAM di tengah pandemi Covid-19, terlebih dahulu mari membahas secara radix mengenai relevansi HAM dengan negara yang korelasinya kemudian timbul dampak atau imbas dari situasi pandemi Covid-19.

Pada umumnya HAM adalah hak dan kewajiban yang melekat secara fundamental dalam individu setiap manusia. Prinsip dari HAM yaitu, universal, non diskriminasi, interrelated atau tidak dapat dipisahkan, dan kewajiban dari negara. HAM merupakan konsep dari sebuah negara hukum, tak terkecuali Indonesia sebagai negara hukum. 

Di sinilah relevansi HAM dengan negara. Indonesia sebagai negara hukum memasukan HAM ke dalam materi muatan basic law atau hukum dasarnya, yaitu Konstitusi UUD NRI Tahun 1945. Dalam UUD NRI Tahun 1945 pengaturan HAM di muat dalam BAB XA dari Pasal 27 sampai Pasal 34. Tidak hanya dalam UUD NRI Tahun 1945, HAM juga diatur dalam Peraturan Perundang-undang yang lebih komprehensif, yaitu UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Lalu apa yang menjadikan problematika HAM di tengah masa pandemi Covid-19, problemnya adalah tidak selarasnya pengaturan HAM apa yang di cita-citakan dalam Peraturan Perundang-undangan yang ada. Terlepas dari Covid-19 ini sebagai suatu musibah atau bencana, tetapi perlu diingat dari prinsip HAM itu sendiri. Yakni, pemenuhan dan perlindungan HAM adalah kewajiban dari negara.        

Setidaknya terdapat beberapa persoalan HAM yang korelasinya ditimbulkan akibat dari Covid-19, yaitu:

1.    Kesehatan dan Kematian Manusia

Tercatat hingga sampai saat ini pada Juni 2021 kasus positif Covid-19 selalu bertambah, tidak ada kasus nihil positif Covid-19 sejak awal diumumkan oleh pemerintah pada maret 2020 lalu. Dikutip dari JHU CSSE COVID-19 Data, total kasus positif dari Maret 2020 sampai Juni 2021 berjumlah 2,07 jt jiwa, kasus kematian akibat Covid-19 berjumlah 56.371 ribu jiwa. Terbaru untuk Juni 2021 dalam rentang waktu 12-25 Juni kasus positif berjumlah 178.842 jiwa dan kasus kematian berjumlah 422 jiwa.

Dari data tersebut menimbulkan pernyataan serius bahwa di Indonesia mengenai sistem kesehatan terdapat ketertinggalan, salah satunya mengenai sistem pelayanan kesehatan dan kemudian menimbulkan hilangnya nyawa manusia amat sangat mudah akibat ketertinggalan kesehatan tersebut. Memang benar jaminan dari sehatnya dan kematian manusia ada pada individu manusia itu sendiri, tetapi jaminan tersebut perlu dilaraskan dengan sistem kesehatan yang baik.

Hak kesehatan dan hak untuk hidup adalah amanat dari UUD NRI Tahun 1945. Dalam preambul UUD NRI Tahun 1945 alinea ke 4, tugas negara adalah melindungi mensejahterakan segenap bangsa dan warga negaranya. Pasal 28A UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup dan mempertahankan kehidupuannya, kemudian Pasal 28H Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan setiap orang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Atas situasi saat ini dengan banyaknya korban jiwa negara dapat diartikan telah gagal menjalankan amanat konstitusi UUD NRI Tahun 1945. Seakan-akan negara tidak bertanggung jawab atas pemenuhan hak warga negaranya dalam hal hak untuk hidup, hak atas kesehatan yang meliputi pelayanan kesehatan,  hak untuk lingkungan hidup yang baik dan sehat.

2.    Pengangguran dan Ketenagakerjaan

Sebelum pandemi Covid-19 pengangguran merupakan PR serius bagi pemerintah, adanya pandemi ini mempertambah PR tersebut. Bagaimana tidak mempertambah, dalam catatan terbaru dari BPS RI jumlah pengangguran pada bulan Februari 2021 sebanyak 8,75 juta orang, kemudian bila dibandingkan dengan Februari 2020 sebelum adanya Covid-19 jumlah pengangguran sebanyak 6,93 juta, yang artinya terdapat peninggkatan jumlah pengangguran akibat Covid-19 sebanyak 1,82 juta orang. 

Berbicara mengenai pengangguran bukan berarti pengangguran di negara ini tidak ada kaitannya dengan HAM. Dalam Pasal 27 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa, “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”.

Terdapat banyak faktor yang mengakibatkan pertambahan pengangguran di masa pandemi Covid-19, salah satu faktornya adalah pemutusan hubungan ketenagakerjaan (PHK) oleh perusahaan kepada tenaga kerja. Data BPS RI di atas adalah data yang dikutip dalam kurun waktu 2020 sampai 2021, data tersebut pasti akan bertambah, mengingat pandemi Covid-19 di Indonesia belum berakhir dan tidak tahu kapan berakhirnya.

3.    Diskriminatif

Kondisi pandemi Covid-19 seperti ini memunculkan pelanggaran HAM. Walaupun pelanggaran HAM itu hanya pelanggaran HAM kecil, tetapi tetap saja itu sebuah bentuk pelanggaran. Pelanggaran dapat dilihat adanya bentuk diskriminatif antar masyarakat, setiap warga yang terindikasi positif Covid-19 akan mengalami kasus diskriminatif dari masyarakat sekitarnya. Alih-alih saling mendukung tanpa melupakan protokol kesehatan, masyarakat cenderung memberi sanksi sosial tersendiri bagi orang yang positif Covid-19.

4.    Mobilitas

Pandemi Covid-19 telah membatasi gerak mobilitas setiap orang, pembatasan gerak ini juga merupakan cara pemerintah untuk meredam penyebaran virus corona atau Covid-19 dengan cara kebijakannya PSBB atau PPKM.

Kebijakan yang diambil pemerintah dengan cara PSBB atu PPKM juga belum terbukti meredam penyebaran virus corona, tidak terbuktinya kebijakannya ini dapat dibuktikan dari data JHU CSSE COVID-19 yang dimana selalu terjadi peningkatan kasus positif Covid-19 dan nihil kasus positif pada setiap bulannya.

Bukannya menyalahkan pemerintah atas kebijakannya, tetapi kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk melakukan pembatasan mobilitas nyatanya tidak ada benefit yang dapat diambil dengan adanya catatan masih masifnya penyebaran virus, melainkan benefit yang dapat diambil adalah terdapat kerugian akibat dari pembatasan mobilitas tersebut.

Pembatasan mobilitas gerak dengan kaitannya HAM dapat dikatakan sebagai bentuk pelangaran HAM, kaitannya ini tercantum di dalam isi Peraturan Perundang-undangan. Legitimasinya tercantum dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM di Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 27 Ayat (2), dari isi kedua Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap warga negara berhak untuk bebas bergerak, berpindah, masuk dan kembali ke wilayah Indonesia.

Sebenarnya masih banyak lagi persoalan HAM yang ditimbulkan akibat dari Covid-19, selain kesehatan, pengangguran, diskriminatif dan mobilitas. Semisalnya lagi problematika hak kebebasan untuk beragama yang harus dibatasi, hak dari kelompok distabilitas atau orang dengan gangguangan jiwa (ODGJ) untuk mendapatkan fasilitas, hak atas pendidikan yang terbatas melalui pembelajaran online bagi mereka yang tidak memiliki akses internet atau gadgets, dan tentunnya masih banyak lagi persoalan-persoalan dari HAM selain itu yang menimbulkan problematika akibat dari dampak Covid-19.

Singkatnya atas pembahasan ini, mengenai HAM di masa pandemi Covid-19 negara tidak bisa melupakan tanggung jawabnya atas pemenuhan hak-hak setiap warga negaranya akibat dari dampak pandemi Covid-19. Karena sekali lagi bukan menyalahkan sepenuhnya situasi ini kepada pemerintah atas upayanya penanganan pandemi  Covid-19, tetapi sesuai dengan prinsip HAM dan jaminan prinsip itu jelas tertuang dalam UUD NRI Tahun 1945 di Pasal 28I Ayat (4) yang menyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas pemenuhan dan perlindungan hak asasi setiap warga negaranya.

Mungkin persoalan HAM dalam situasi saat ini yang disebabkan pandemi Covid-19 hanyalah golongan HAM derogable, atau hak-hak yang dapat dibatasi atau dikurangi. Tetapi apapun itu, hak asasi manusia adalah bagian fundamental bagi setiap individu manusia, yang bahkan dijamin dan diamanatkan dalam basic law dan Peraturan Perundang-undangan yang terkait HAM.

Negara melalui pemerintah pusat ataupun daerah kedepannya dalam penanganan pandemi Covid-19 tidak boleh melupakan atau menyampingkan HAM. Perlu strategi dan upaya lainnya agar HAM dapat berkesinambungan dengan penanganan pandemi Covid-19, tujuan dari itu tidak lain tidak bukan adalah untuk kemaslahatan bangsa dan negara sesuai dengan amanat Konstitusi UUD NRI Tahun 1945.

***

*) Oleh: Sayyid Nurahaqis, adalah Alumni Universitas Islam Sumatera Utara dan Pemerhati Hukum Tata Negara.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES