Kopi TIMES

Memahami Klausula Baku atau Perjanjian Sepihak

Kamis, 24 Juni 2021 - 16:06 | 76.58k
Raiza Rana Viola Riady,S.H; Pegawai Bidang IKP Diskominfo Kota Pangkalpinang.
Raiza Rana Viola Riady,S.H; Pegawai Bidang IKP Diskominfo Kota Pangkalpinang.

TIMESINDONESIA, PANGKALPINANG – Berkembangnya perekonomian suatu negara, maka melahirkan banyak permintaan atau kebutuhan pendanaan untuk membiayai kehidupan sehari-hari. Pada perkembangan saat ini, baik pemerintah maupun masyarakat sebagai perseorangan dan badan hukum cenderung melakukan perjanjian untuk sebagaimana memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut, bank konvensional sebagai salah satu lembaga keuangan dapat membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberikan pinjaman uang antara lain dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan.

Perjanjian merupakan hal yang sangat penting, karena menyangkut kepentingan antara kedua pihak itu sendiri. Mengingat akan hal tersebut, menurut hukum suatu perjanjian merupakan suatu bentuk manifestasi yang adanya kepastian hukum, oleh karena itu dalam praktiknya setiap perjanjian dibuat secara tertulis agar diperoleh suatu kekuatan kepastian hukum, sehingga tujuan kepastian hukum dapat terwujud. 

Setiap perjanjian yang dibuat hendaknya sama sekali tidak dimaksudkan untuk merugikan kepentingan debitur maupun kreditur dan/atau pihak pertama dengan pihak kedua serta pihak ketiga lainnya diluar perjanjian. 

Penggunaan perjanjian baku dalam hubungan pelaku usaha dan konsumen bukanlah hal yang baru, terutama pada sektor jasa. Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak melarang penggunaan perjanjian baku, namun melarang ketentuan yang mengalihkan tanggung jawab pelaku usaha maupun mengurangi hak konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Sebagai catatan, Undang-Undang Perlidungan Konsumen tidak menggunakan terminologi “perjanjian baku”, namun menggunakan terminologi “klausula baku”. 

Klausula baku menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen didefinisikan sebagai setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

Kelalaian Masyarakat dalam Mengadakan Suatu Perjanjian

Dalam suatu perjanjian, patutlah kedua belah pihak saling memahami isi yang disepakati atas sebuah perikatan yang telah dibuat atas persetujuan bersama. Artinya sebelum dilakukan kesepakatan, maka pihak konsumen dalam hal ini masyarakat untuk lebih teliti membaca apa saja syarat dan ketentuan yang ditawarkan dari pihak terkait. 

Perjanjian Baku atau Klausula Baku dalam prakteknya tidak hanya terjadi dalam dunia perbankan saja, tentu dalam dunia pekerjaan seringkali ditemukan klausula baku yang sudah terlebih dahulu dipersiapkan dari pihak perusahaan. 

Seringkali terjadi ketidakpahaman masyarakat atas suatu perjanjian karena tidak membaca secara utuh dan mempertanyakan apa yang tertuang dalam isi suatu perjanjian, yang berakibat menimbulkan suatu permasalahan salah satunya wanprestasi. 

Wanprestasi terjadi karena faktor kelalaian yang disebabkan salah satu pihak yang ingkar atas suatu perjanjian. Maka dari itu, masyarakat harus kembali mempertanyakan apa saja yang menjadi hak dan kewajiban diatas klausula baku yang telah disediakan

Dalam konteks dunia kerja, calon pekerja akan diberikan kontrak perjanjian atau yang dapat dikatakan sebagai perjanjian kerja. Tentu dalam perjanjian kerja tersebut, prakteknya perusahaan memberikan klausula yang sudah disiapkan terlebih dahulu untuk di tandatangani oleh setiap calon pekerja. 

Pekerja dalam hal ini harus melihat lebih teliti untuk membaca suatu perjanjian dan dapat mempertanyakan hal-hal apa saja yang tidak di mengerti. Tentu dengan membaca terlebih dahulu, akan menghindari permasalahan yang akan datang di kemudian hari. Tidak menutup kemungkinan jika dalam suatu perjanjian terjadi penulisan kata yang salah, ataupun ada beberapa hal yang harus dicantumkan tetapi tidak dituliskan. 

Tidak sedikit yang lalai dalam memahami suatu perjanjian, dan kebiasaan yang ingin serba cepat dan efektif justru mencelakai diri sendiri. Seyogyanya siapapun yang melakukan suatu perjanjian baik klausula baku ataupun tidak, patut untuk membaca terlebih dahulu, mempertanyakan hak dan kewajibannya, serta menghormati dan tunduk atas perjanjian yang telah disepakati. Tentunya penerapan klausula baku itu benar selama masih memperhatikan kaidah-kaidah hukum ataupun aturan-aturan yang mengatur tentang bagaimana tata cara pelaksanaan klausula baku yang baik dan benar.

***

*)Oleh: Raiza Rana Viola Riady,S.H; Pegawai Bidang IKP Diskominfo Kota Pangkalpinang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES