Peristiwa Nasional

Komnas Perlindungan Anak Dukung BPOM Segera Labeli Galon Isi Ulang yang Mengandung BPA

Rabu, 23 Juni 2021 - 11:47 | 34.43k
Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA), Arist Merdeka Sirait. (Foto: Merdeka)
Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA), Arist Merdeka Sirait. (Foto: Merdeka)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA), Arist Merdeka Sirait di tengah kesibukannya mengatasi masalah kejahatan kepada anak-anak, tetap konsen dan konsisten menyoroti bahaya Bisphenol A (BPA) bagi bayi, balita dan janin pada ibu hamil.

Ia menegaskan dan mendukung Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agar segera melabeli galon isi ulang yang mengandung BPA.

"Jadi galon-galon plastik dan wadah makanan lain yang mengandung BPA harus segera diberi label tidak untuk dikonsumsi bayi, balita dan janin," tandas Arist Merdeka Sirait Rabu (23/6/2021).

Pernyataan Sirait bukan tanpa alasan. Sirait merujuk perkembangan hasil penelitian dari Universitas Harvard, Chicago's School of Public Health dan lembaga ilmu kedokteran lainnya.

Hasil penelitian menemukan bahwa bahan kimia tertentu yang ditemukan dalam plastik, Bisphenol A (BPA), dapat bertindak sebagai racun di dalam tubuh, seperti kanker payudara dan kanker hati. Penelitian tentang efek mengonsumsi bahan kimia yang terpapar BPA dari plastik juga terus berlanjut.

"Jadi penelitian terbaru dari Harvard dan lembaga ilmu kedokteran lainnya menyatakan temuan baru bahaya BPA. Dapat menimbulkan kanker payudara dan kanker hati," ungkap Arist Merdeka.

Selain itu pada 1 Juni 2021 lalu, https://neurosciencenews.com/bpa-brain-development-18528/ memuat tentang penelitian Dr Deborah Kurrasch.

Melalui karya para peneliti seperti Dr. Deborah Kurrasch, PhD, implikasi dari banyak bahan kimia ini sedang dieksplorasi secara menyeluruh.

"Produsen mengikuti standar yang ditetapkan oleh badan pengatur, bukan tanggung jawab produsen untuk membuktikan bahan kimia dalam produk konsumen aman,” kata Kurrasch, seorang peneliti di Universitas Calgary's Hotchkiss Brain Institute (HBI) dan Alberta Children's Research Institute di Cumming Sekolah Kedokteran.

Ia menyebut, para ilmuwan memainkan peran penting dan melakukan pekerjaan yang cermat untuk menentukan di mana letak risikonya.

Penelitian Kurrasch selama dekade terakhir telah berfokus pada bahan kimia yang dapat dikenali secara luas: Bisphenol A, juga dikenal sebagai BPA.

Bahan kimia ini umumnya ditemukan dalam plastik, pelapis makanan kaleng, dan bahkan kuitansi termal.

Studi terbaru dari laboratorium Kurrasch, yang diterbitkan di Science Advances, menunjukkan bahwa kewaspadaan berkelanjutan diperlukan.

Seorang peneliti postdoctoral di labnya, Dr. Dinu Nesan, PhD, meneliti dampak rendahnya tingkat paparan BPA pada tikus hamil dan perkembangan otak anak mereka.

“Tujuan kami adalah untuk memodelkan tingkat BPA yang setara dengan apa yang biasanya terpapar pada wanita hamil dan bayi yang sedang berkembang,” kata Kurrasch.

“Kami sengaja tidak menggunakan dosis tinggi. Faktanya, dosis kami 11 kali dan hampir 25 kali lebih rendah daripada yang dianggap aman oleh Health Canada dan FDA (Administrasi Makanan dan Obat AS). Bahkan pada tingkat rendah ini, kami melihat efek pada perkembangan otak prenatal pada tikus," bebernya dalam penelitian tersebut.

Dengan menggunakan model paparan BPA ini, Nesan menemukan perubahan mencolok pada wilayah otak yang bertanggung jawab untuk mendorong ritme sirkadian, nukleus suprachiasmatic, yang terletak di hipotalamus.

Ketika sebelum lahir terpapar BPA tingkat rendah ini, nukleus suprachiasmatic gagal berkembang dengan baik.

Para peneliti berharap temuan mereka akan menambah tekanan berkelanjutan pada badan pengatur untuk terus meninjau kembali penentuan mereka tentang tingkat BPA yang aman.

Dari penemuan yang dilakukan para ahli di luar negeri tentang bahaya BPA, Arist Merdeka Sirait sangat mendukung BPOM untuk segera melakukan pelabelan pada galon guna ulang yang berkode daur ulang nomor 7.

"Kami tidak melarang peredaran galon guna ulang, kami hanya ingin adanya pelabelan untuk informasi kepada masyarakat bahwa galon guna ulang yang mengandung BPA agar tidak dikonsumsi oleh bayi, balita dan janin pada ibu hamil demi kesehatan mereka," ungkap Arist.

Dalam kesempatan yang berbeda, Ketua Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL) Roso Daras mengatakan bahwa JPKL beberapa hari lalu telah menerima surat balasan dari BPOM.

"Kami mengucapkan terima kasih atas balasan surat dari BPOM. Artinya selama ini antara JPKL dan BPOM mempunyai komunikasi yang baik," tutur Roso Daras.

Hanya saja, Roso Daras kembali menegaskan agar tidak terjadi kesalahpahaman, hasil penelitian yang telah dilakukan BPOM terhadap galon guna ulang dan dikatakan masih dalam ambang batas, ini perlu adanya penjelasan.

"Sample yang dianalisis itu diambil dari mana.  Apa baru keluar dari pabrik atau yang di pasaran. Jumlah yang dianalisis berapa, Sebab hasil nya sangat berbeda jauh, dan padahal laboratorium yang ditunjuk JPKL juga menggunakan standar SNI dalam melakukan analisisnya," tandas Roso Daras. 

Roso Daras kembali menegaskan bahwa dalam kenyataannya hasil penelitian di luar negeri menunjukkan bahaya BPA, bukan hanya bagi bayi balita dan janin.

Maka, sudah semestinya segera dilakukan pelabelan peringatan konsumen terhadap galon isi ulang yang mengandung BPA. Hal ini juga mendapat dukungan dari Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA), Arist Merdeka Sirait.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES