Kopi TIMES

Pandemi Covid-19 Paksa Pelaku Bisnis Bertransformasi Menjadi Digitalpreneur

Senin, 21 Juni 2021 - 22:40 | 63.75k
Hendro Puspito, SE., M.PSDM.; Pengusaha, Mahasiswa Program Doktor Pengembangan Sumber Daya Manusia Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga.
Hendro Puspito, SE., M.PSDM.; Pengusaha, Mahasiswa Program Doktor Pengembangan Sumber Daya Manusia Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga.

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Keadaan Indonesia saat ini sedang mengalami kondisi tidak baik akibat virus berasal dari Wuhan, China yang bernama Covid-19

WHO (2020) menyatakan bahwa virus ini penularannya sangat cepat dan dapat menyebabkan kematian. Wabah penyakit ini begitu sangat mengguncang masyarakat dunia, hingga hampir 200 negara di dunia terjangkit oleh virus ini termasuk Indonesia. 

Berbagai upaya pencegahan penyebaran virus Covid-19 pun dilakukan oleh pemerintah di negara-negara di dunia guna memutus rantai penyebaran virus Covid-19 ini, yang disebut dengan istilah lockdown dan social distancing (Supriatna, 2020). 

Meningkatnya perkembangan Covid-19 di Indonesia membuat pemerintah mengambil berbagai macam kebijakan seperti Pembatasan Skala Besar (PSBB) dan tatanan kehidupan normal baru (New Normal). 

Berbagai macam kebijakan yang telah diambil pemerintah belum dapat mengurangi jumlah angka Covid-19. Selain itu, pandemi Covid-19 telah berdampak terhadap sedikitnya dua ruang lingkup, yaitu setiap tingkatan aktor (level of anlysis) dan berbagai aspek kehidupan (aspects or issues). 

Dampak dari tingkatan aktor seperti individu, komunitas, masyarakat dan perusahaan. Begitu pula berbagai aspek kehidupan mulai dari kesehatan, aspek sosial, ekonomi dan politik (Valerisha & Putra, 2020). 

Pandemi Covid-19 yang menghantam Indonesia sejak awal tahun 2020 hingga sekarang, tidak dipungkiri membawa pengaruh yang signifikan terhadap sektor perekonomian dan bisnis. 

Pemberlakuan PSBB secara langsung ataupun tidak, telah berdampak pada sektor industri yang harus mengurangi biaya produksi dengan menutup pabrik, merumahkan karyawan, hingga melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagai upaya rasional dalam merespons penurunan jumlah permintaan dan pendapatan. 

Hal ini membawa efek domino seperti meningkatnya jumlah pengangguran dan penurunan kualitas hidup masyarakat bahkan pada menurunnya taraf aktivitas usaha bisnis bagi para pelaku bisnis dari beragam sektor bidang bisnis yang dikelola.

Corona Virus Disease sangat berdampak luas terhadap perkembangan e-commerce, teknologi, ekonomi dan perjalanan bisnis. Faktanya tidak dapat dipungkiri bahwa Covid-19 sangat memberikan efek yang sangat signifikan terhadap perkembangan ekonomi negera yang memutus rantai pasokan bisnis swasta maupun publik (Mayer, 2020). 

Covid-19 sangat berdampak kepada sektor perekonomian dunia termasuk Indonesia. Jika dilihat dari data pertumbuhan perekonomian Indonesiaatriwulan I 2020 tercatat 2,97% lebih rendah dari perkiraan Bank Indonesia yang sebelumya sebesar 4,4%. 

Di mana hal tersebut didorong oleh dampak penanganan pandemi Covid-19 yang sangat berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi baik dari sisi pendapatan, konsumsi, produksi, investasi, serta ekspor dan impor yang ada di Indonesia.

Globalisasi ekonomi pada dekade terakhir ini berkembang dengan sangat cepat pasca pandemi Covid-19. Kehadiran Indonesia dalam ekonomi mulai dilirik oleh banyak pengusaha luar negeri yang membuat Indonesia dituntut untuk berkembang di berbagai sektor usaha. 

Tentu perkembangan ekonomi yang begitu cepat juga menuntut kesiapan dan kemampuan pranata hukum dalam mengikuti perkembangan ekonomi sebagai akibat dari globalisasi ekonomi dunia tersebut. 

Dunia usaha yang selalu bergerak dinamis, pelaku usaha selalu mencari terobosan-terobosan baru dalam mengembangkan usahanya. Hal ini semakin terasa di era global saat ini di mana ekspansi dunia bisnis telah menembus batas ruang, waktu dan teritorial suatu negara.

Kenyataan dari pertumbuhan ekonomi akibat globalisasi ekonomi dunia adalah meningkatnya kebutuhan perusahaan terhadap modal dan kebutuhan tersebut menuntut struktur permodalan yang lebih kompleks, kemampuan teknologi dan pengetahuan yang spesifik, dan biasanya sedikit lebih maju atau inovatif, pengusaha dapat menawarkan kelebihan kemampuan yang dimiliki untuk mengubah mindset strategi penjualan dan perdagangan berbasis digital atau yang dikenal dengan sebutan e-commerce.

Electronic commerce (e-commerce) merupakan bentuk trasnsformasi teknologi informasi di era revolusi industri 4.0 dalam bidang ekonomi yang menghilangkan berbagai batasan pada bisnis tradisional dimana layanan e-commerce sendiri telah menciptakan beragam aplikasi yang inovatif dengan berbagai konten komersial e-commerce yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat masyarakat. 

Sebut saja Shopee, Bukalapak, Lazada, Tokopedia, Traveloka, OLX, Gojek, Gramedia, Amazon, Blibli, Alibaba dan lainnya. Data yang didapat dari peta e-commerce Indonesia Q2 2020 menunjukkan bahwa aktivitas maksimal e-commerce dipegang oleh Shopee dengan jumlah kunjungan sebanyak 93.440.300 (iDEA, 2020).

E-commerce merupakan bisnis online yang berkembang sangat pesat di Indonesia yang menyebabkan perubahan perilaku konsumen. Perubahan perilaku konsumen merupakan sebuah tantangan yang harus disediakan oleh perusahaan e-commerce untuk memenuhi permintaan konsumen (Sidharta dan Suzanto, 2015). 

E-commerce memfokuskan mekanisme penjualan secara elektronik melalui media sosial ataupun media lain berbasis digital sebagai media pertukaran. Layanan e-commerce dapat diakses pelanggan untuk melakukan pemesanan dari berbagai tempat dan juga dapat mempersingkat waktu, transaksi cepat dan lebih murah dari pasar konvensional (Sugara & Dewantara, 2017). Indonesia merupakan negara peringkat ke-1 pertumbuhan e-commerce dengan persentase pertumbuhan 78 persen (Kemkominfo, 2020). 

Kondisi tersebut menunjukkan perdagangan e-commerce memiliki standar ekonomi yang bagus sehingga dimanfaatkan oleh para pelaku usaha. Hingga kini pengguna internet di Indonesia saat ini telah mencapai 82 juta orang yang berada pada peringkat ke-8 di dunia (Kominfo, 2020). 

Hal inilah yang kemudian memaksa para pelaku usaha (entrepreneur) untuk mengubah mindset, pola, dan strategi yang bersifat konvensional menjadi serba digital, sehingga istilah digitalpreneur kian menjamur dengan tujuan untuk menunjukkan potensi dan eksistensi yang kontributif terhadap pemulihan ekonomi nasional.

Tulisan ini menyimpulkan bahwa betapa besarnya dampak pandemi Covid-19 terhadap sektor ekonomi dan bisnis para pelaku usaha yang juga menjadi faktor pengaruh dalam transformasionalisasi mindset, pola, dan strategi para pelaku usaha yang konvensional menuju lingkup e-commerce yang dimotori oleh para digitalpreneur yang canggih, kompetitif, kreatif, dan inovatif. Dengan demikian ini menjadi sebuah gambaran sebuah fungsi transformasi mampu menjadi salah satu upaya memutuskan mata rantai virus corona dan mengubah sistem humanis ke arah yang lebih berbasis pada digital di era revolusi industry 4.0 saat ini.(*) 

***

*)Oleh : Hendro Puspito, SE., M.PSDM.; Pengusaha, Mahasiswa Program Doktor Pengembangan Sumber Daya Manusia Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES