Peristiwa Daerah

Mengenal Vandalisme, Graffiti dan Mural

Sabtu, 19 Juni 2021 - 21:23 | 1.20m
Seniman Graffiti saat menuangkan karyanya di Skatepark. (FOTO: Dok. Junas for TIMES Indonesia)
Seniman Graffiti saat menuangkan karyanya di Skatepark. (FOTO: Dok. Junas for TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Seni lukis di tembok jalanan memunculkan dua hal. Terlihat indah atau bagus dan disebut atau justru dianggap jelek karena merusak fasilitas umum. Oleh karena itu, mari kita mengenal apa itu Vandalisme, Graffiti dan Mural. Istilah ini memang dirasa asing oleh masyarakat umum. Terkadang pun masyarakat juga masih ada yang salah persepsi dari ketiga hal tersebut.

Pertama, mari kita mengenal Vandalisme. Vandalisme adalah aksi bersifat merusak dan menghancurlan hasil karya orang lain dan barang berharga secara kasat fan ganas serta mengganggu mata.

Awal mula, vandalisme sendiri atau vandalus, merujuk pada suatu sukundi sebuah bangsa, lebih tepatnya bangsa Jerman kuno. Kaum tersebut yang memperluas jangkauan kekuasaannya, melakukan dengan cara menghancurkan karya seni, seperti halnya yang berada di Roma, saat ingin menguasai pada 445 Masehi.

Maka dari itu, vandalisme pun merujuk kepada perilaku kaum tersebut, yakni menghancurkan dan merusak sebuah karya orang dengan sengaja untuk mengidentitaskan dirinya.

Seniman Graffiti asal Malang, Aidi Taftazani alias Jidoet menjelaskan, sekitar tahun 2000an vandalisme muncul dengan masif. Banyak seniman jalanan yang ingin dikenal oleh orang melalui vandalisme, yaitu mencoret-coret tembok jalanan dengan ciri khasnya ditambah dengan identitas dirinya. 

"Bisa berupa logonya sendiri atau nama seniman jalanan itu. Seperti halnya mengiklankan dirinya sendiri dengan reputasi diri di jalanan," ujar Jidoet kepada TIMES Indonesia, Sabtu (19/6/2021).

Seni Graffiti pun juga tidak jauh dari Vandalisme yang bisa diartikan perbuatan seniman. Graffiti berasal dari bahasa latin, yakni Graphium yang berarti tulisan. Graffiti memang sudah ada sejak zaman dulu. Digunakan sebagai media komunikasi dan sarana mistisme hingga spiritualisme.

Graffiti juga digunakan sebagai sarana propaganda untuk menyindir dan menunjukan ketidakpuasan kepada pemerintah saat zaman Romawi.

Graffiti adalah konsep seni dengan coretan di dinding (tembok) dengan mempertimbangkan komposisi warna, garis, bentuk dan volume. Alat Graffiti saat ini identik dengan cat semprot (pilox) ataupun spidol. Kegiatannya sendiri biasa diartikan dengan nge-bomb dan pelakunya disebut Bomber.

"Kalau bilang dari Graffiti sendiri memang gak jauh dari perilaku Vandalisme. Basic awal dari Graffiti itu ya dari Vandalisme, karena berkonsep penyampaian melalui seni yang dituangkan," ungkapnya.

Isu yang diangkat memang banyak. Mulai dari politik hingga keresahan sebuah kelompok yang disampaikan melalui Graffiti di tembok-tembok jalan.

Menurut Jidoet, legal Graffiti itu saat ini lebih merujuk kepada konsep yang memang matang hingga mengurus sebuah izin untuk nge-bomb.

"Graffiti art itu mengkonsep apa yang ingin dia gambar dan mengurus izinnya. Itu legal. Seperti beberapa skatepark atau seperti saya yang di jembatan Kedungkandang, itu legal. Kalau Vandal itu perilaku ilegal yang memang tanpa izin dan tidak terkonsep untuk gambarnya," jelasnya.

Terkahir, seni Mural. Mural sebenarnya berbeda dengan Graffiti meski sama dalam hal media, yakni tembok atau dinding.

Mural berasal dari bahasa latin, Murus yang berarti Dinding. Arti lebih luas lagi, yakni Mural adalah lukisan yang dilukis pda bidang permanen seperti tembok dan dinding. 

Mural sudah ada sejak zaman dulu yang diperhunakan sebagai ajang kegiatan spiritual dan ajang eksistensi diri. Yang membedakan seni mural dan graffiti itu sebenarnya hanya alat yang dipergunakan. Untuk graffiti lebih identik dengan menggunakan cat semprot (pilox), sedangkan mural lebih menggunakan cat tembok.

"Mural di Malang lebih dominan ke anak kampus ya. Tumbuhnya mural di Malang itu dari wilayah kampus dan tidak semua turun di jalan," katanya.

Mural, kata Jidoet, lebih terkonsep dan para pelakunya jarang menggunakan perilaku vandalisme. Hal itu dikarenakan memang mereka para pelaku mural yang sudah terbentuk dari komunitas kampus atau seniman kampus memamerkan melalui perform art ataupun pameran.

"Atau bisa seperti di Kampung Warna Warni Jodipan, itu disebut Mural. Atau di jembatan Arjosari," tandasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES