Kopi TIMES

Potensi Mikroalga sebagai Energi Terbarukan di Indonesia

Sabtu, 19 Juni 2021 - 14:50 | 289.56k
Adi Kusmayadi. PhD Student di Dept of Chemical and Materials Engineering, Tunghai University, Taiwan.
Adi Kusmayadi. PhD Student di Dept of Chemical and Materials Engineering, Tunghai University, Taiwan.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Indonesia adalah negara yang sangat kaya. Tak hanya kaya akan suku, bahasa, budaya dan tradisi, negara ini juga kaya akan sumber daya alamnya. Salah satu kekayaan sumber daya alamnya adalah sumber energi. Banyak sekali sumber energi yang ada di Indonesia. 

Secara umum, energi dapat dikategorikan menjadi dua jenis yakni energi tidak terbarukan dan energi terbarukan. Energi tidak terbarukan (sumber energi ini membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa tercipta kembali).

Energi tidak terbarukan meliputi energi fosil seperti minyak bumi, batu bara, gas hidrat dan gas alam. Sementara energi terbarukan (energi yang berasal dari proses alam yang berkelanjutan) yang meliputi solar, geotermal, tidal, angin, hidro dan biomassa. 

Saat ini energi terbarukan mulai banyak dikembangkan diberbagai negara termasuk di Indonesia. Meskipun demikian, minyak bumi masih berada dipuncak dalam bauran energi global yakni sebesar 36% diikuti dengan gas alam sebesar 24%, batu bara sebesar 28%, nuklir sebesar 6% dan energi terbarukan (angin, air, matahari, biomassa) sebesar 7%. 

Indonesia juga menyusun rencana terkait targetan bauran energi nasional dari tahun 2015 sampai tahun 2050. Seperti bauran energi global, Indonesia pun masih menempatkan minyak bumi sebagai yang paling dominan dalam bauran energi nasional pada tahum 2015 sampai 2020. Kemudian diikuti oleh batu bara pada tahun 2025 sampai 2035. Sedangkan energi terbarukan diproyeksikan mendominasi dalam bauran energi di Indonesia pada tahun 2050. 

Pada rencana energi terbarukan tahun 2040, berbagai sumber energi terbarukan ditingkatkan kapasitas produksi dan juga penggunaannya termasuk energi terbarukan yang bersumber dari biomassa. Pemanfaatan energi biomassa di masa yang akan datang diarahkan pada produksi biofuel (bahan bakar cair atau gas yang bersumber dari biomassa) seperti biodiesel dan bioetanol.  

Pengembangan energi terbarukan yang berbasis biofuel, selain memilih sumber daya yang memiliki kemampuan kapasitas yang tinggi, juga tidak menggangu kepentingan pangan dan ketersediaan lahan. Salah satu sumber biofuel yang memenuhi kriteria seperti diatas adalah mikroalga. 

Berbagai studi penelitian menyatakan bahwa mikroalga memiliki produktifitas yang tinggi dibandingkan dengan tanaman-tanaman lain yang menjadi sumber biofuel. Pemanfaatan mikroalga sebagai biofuel pada umumnya dilakukan melalui kandungan lipid dan biomassa. 

Potensi Mikroalga Bagi Pengembangan Energi di Indonesia

Berdasarkan data dari Badan Informasi Geospasial menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara maritim yang memiliki potensi yang sangat besar baik potensi perikanan maupun bioenergi (energi terbarukan yang didapatkan dari sumber biologis, biasanya biomassa).

Bioenergi menjadi salah satu energi alternatif yang sedang dikembangkan di Indonesia. Beberapa sumber bioenergi yang dikembangkan adalah dari biota darat yakni minyak jarak dan minyak sawit. Dua sumber bioenergi ini menjadi bahan utama untuk produksi biodiesel.

Sedangkan sumber bioenergi dari biota darat lainnya seperti singkong dan tebu menjadi bahan dasar untuk produksi bioetanol. 
Selain biota darat, biota akutik seperti mikroalga menjadi pilihan untuk dikembangkan sebagai bahan bakar nabati. Berbagai negara banyak yang mengembangkan mikroalga sebagai bahan alternatif energi terbarukan karena mikroalga mengandung protein, hidrokarbon dan minyak yang bermanfaat bagi kehidupan. 

Jika dibandingkan dengan minyak jarak, sawit, tebu dan singkong, mikroalga memiliki perbedaan dan memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel maupun bioetanol. Karena selain mikroalga memiliki kemampuan untuk tumbuh cepat juga tidak memerlukan lahan yang luas untuk aktivitas produksi.

Selain itu, mikroalga juga memiliki kemampuan untuk menyerap karbon dioksida (CO2) sehingga dapat mengurangi dampak emisi gas rumah kaca. 
Beberapa spesies mikroalga memiliki kemampuan untuk menghasilkan 70% kandungan minyak/lipid yang dapat dikonversi menjadi biodiesel.

Seperti yang dikutip dari Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral bahwa mikroalga memiliki kandungan minyak (6.757 lb/acre) dan biodiesel (700 gallon/acre), sedangkan kandungan minyak dan biodiesel pada kelapa hanya 2.070 lb/acre dan 285 gallon/acre. 

Sehingga, mikroalga memiliki kelebihan dalam memproduksi kandungan minyak dan biodiesel dibandingkan dengan yang lain. 
Berdasarkan studi yang pernah dilakukan bahwa jika ingin memproduksi biodiesel sebesar 5,54 juta ton minyak, maka diperlukan 9,3 juta hektar lahan untuk kultivasi bunga mataharai dan kanola. Sedangkan kegiatan produksi mikroalga dapat menghasilkan satu kuadriliun BTU biodiesel hanya dengan menggunakan lahan sebesar 200.000 hektar. 

Berdasarkan data yang dilansir dari Lampiran Surat Nomor 1154/12/DJE/2017 per bulan maret 2017 menyatakan bahwa harga biodiesel mencapai sebesar Rp. 9.358/liter dan harga bioetanol sebesar Rp. 11.026/liter. 

Menurut Hutomo dan Moosa dalam studinya yang berjudul Indonesian Marine and Coastal Biodiversity menyatakan bahwa Indonesia memiliki diversitas mikroalga sebanyak lebih dari 1000 spesies yang terbentang dari Indonesia Bagian Timur, Kepuluan Seribu, Pantai Pangandaran, Benoa, Sulawesi Tenggara dan Maluku. Hal ini menunjukan bahwa Indonesia kaya akan diversitas mikroalga dan berpotensi menjadi produsen bioenergi.

Mikroalga dalam Kebijakan Energi Indonesia

Pemanfaatan mikroalga sebagai bahan baku energi terbarukan, pertama kali diperkenalkan pada tahun 1999. Beberapa negara yang menjadi pelopor dalam penggunaan mikroalga sebagai sumber energi terbarukan adalah Jepang, China, India, Taiwan, Korea, Australia, dan Eropa. 

Dalam satu dekade terakhir, penelitian penggunaan mikroalga sebagai energi terbarukan dan penggunaannya sebagai bauran energi dilakukan di Indonesia. Hasil penelitian menunjukan bahwa mikroalga memiliki potensi dan prospek yang baik untuk dikembangkan menjadi bahan baku penghasil biodiesel, biohidrogen dan bioetanol. 

Pemerintah telah merumuskan dan mengupayakan kebijakan untuk meningkatkan pemanfaatan mikroalga sebagai bahan baku utama dalam produksi energi terbarukan. Kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No. 30 tahun 2007 tentang Energi yang kemudian ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Peraturan Presiden No. 22 tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). 

Sebenarnya pemanfaatan mikroalga sebagai energi terbarukan tidak diatur spesifik di dalam KEN. Namun, adanya pengaturan mengenai sumber energi terbarukan menegaskan bahwa mikroalga menjadi satu kesatuan pengaturan didalamnya. Seperti yang tertuang dalam pasal 12 ayat (1) huruf e PP KEN, mikroalga bersama dengan sumber energi terbarukan yang berasal dari sampah di arahkan/diproyeksikan untuk menunjang berbagai aktivitas transportasi dan kelistrikan. 

Bahkan menurut laparan yang dikutip dari RUEN menyatakan bahwa penyediaan energi baru terbarukan dari sumber bionergi untuk listrik sebesar 5,5 GW pada tahun 2025 dan 26 GW pada tahun 2050 atau sebesar 80% dari potensi bioenergi sebesar 32,7 GW. 

Pemerintah juga telah menargetkan bauran energi primer tercapai optimal pada tahun 2025 dimana peran energi baru dan terbarukan dapat tercapai minimal 23%. Lebih lanjut, pada tahun 2050 dapat tercapai minimal 31% sepanjang keekonomiannya memenuhi aturan yang tertuang pada pasal 9 huruf f angka 1 PP KEN. 

Meskipun pemanfaatan biomassa mikroalga tidak diatur secara khusus mengenai persentase pemanfaatan maupun targetan penggunaannya baik untuk sumber energi baru dan terbarukan bagi aktivitas transportasi maupun kelistrikan. Tetapi, aturan yang tertuang dalam UU Energi, PP KEN, dan Perpres RUEN memberikan ruang untuk pengelolaan dan pemanfataan berbagai jenis biomassa untuk dijadikan sebagai bioenergi.

Untuk mencapai targetan bauran energi primer yang telah ditetapkan, maka Pemerintah beserta Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya perlu melakukan upaya diversifikasi energi untuk meningkatkan konservasi sumber daya energi dan ketahanan nasional/daerah. Upaya diversifikasi prioritas yang perlu dilakukan yakni percepatan penyediaan dan pemanfaatan berbagai jenis sumber energi baru dan terbarukan. 

Hal itu penting dilakukan segera mengingat kebijakan pengelolaan energi nasional perlu diselaraskan dengan arah pembangunan nasional berkelanjutan, konservasi sumber daya energi, pelestarian sumber daya alam dan pengendalian pencemaran lingkungan seperti aturan yang tertuang dalam pasal 19 ayat 1 KEN. Adanya upaya tersebut dengan harapan agar penggunaan energi fosil dikurangi secara bertahap. 

Kemudian, usaha yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah mendorong penyediaan dan pemanfaatan sumber energi dan terbarukan (seperti biomassa mikroalga) yang merupakan energi bersih dan ramah lingkungan serta dapat menurunkan level emisi gas.

Mencapai Target Bauran Energi Nasional

Indonesia memiliki potensi bioenergi yang sangat besar yakni 32,65 MW dan pada tahun 2015 tercatat telah terpasang bioenergy sebesar 1.671 MW atau sebesar 5,1% pemanfaatannya. Oleh karena itu, seperti yang diamanatkan dalam konstitusi kita bahwa pemerintah sebagai pihak yang memiliki kewenangan terhadap sumber daya perlu mengoptimalkan sumber daya tersebut seluas-luasnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia. 

Pemerintah memiliki lima fungsi dalam menjalankan upayanya untuk mengoptimalkan potensi bioenergy khususnya mikroalga yakni fungsi kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengelolaan dan pengawasan.

Selain itu, Indonesia memiliki komitmen terhadap isu lingkungan global seperti yang telah disepakati dalam Pertemuan PBB tentang perubahan iklim ke-21 di Paris, Perancis. Oleh karena itu, pemanfaatan biomassa mikroalga sebagai bioenergi yang dilakukan oleh Indonesia juga adalah sebagai bentuk komitmen dalam menepati kesepakatan terhadap isu lingkungan global tersebut. 

Untuk mewujudkan target capaian bauran energi nasional, ada beberapa rekomendasi dan strategi percepatan yang perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia yakni pemerintah perlu memperkuat perkembangan industri energi guna mempercepat sasaran penyediaan dan pemanfaatan energi. 

Peningkatan pengembangan industri dan peralatan biomassa mikroalga juga penting untuk dilakukan oleh pemerintah.
Dengan besarnya potensi dan sumber daya yang ada, maka pemerintah juga perlu mendorong badan usaha dan perbankan untuk membantu pendaanan pembangunan infrastruktur dan pemanfaatan bionergi dari biomassa mikroalga. 

Selain itu, pemerintah juga perlu untuk membuat regulasi/peraturan untuk menarik para investor agar berinvestasi dalam pembangungan infrastruktur dan pemanfaatn bioenergi tersebut. Kemudian, untuk meningkatkan minat penggunaan dikalangan masyarakat, maka perlu adanya insentif dan stimulus pemanfaatan biomassa microalgae sebagai sumber bauran energi di Indonesia. 

Referensi:

Badan Informasi Geospasial, “Mengawal Kedaulatan Indonesia”, Geospasial Indonesia, Edisi 4 (Januari-April, 2015), hlm.8.
Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, “Penelitian dan Pengembangan Mikroalga sebagai Bahan Baku Biodiesel”, http://litbang.esdm.go.id/berita/penelitian-dan-pengembangan-mikroalga-sebagai-bahan-baku-biodiesel, diakses pada 6 Juni 2021, pukul 00.15 WIB
Budiman, A., Suyono, G,A., Merdekawati, A., Pradana, Y., Sudibyp, H., Seniorita, L., Rahma, F., Prasakti, L., Evasari., E., 2019, “Mikroalga: Kultivasi, Pemanenan, Ekstraksi, dan Konversi Energi”, Gadjah Mada University Press: Yogyakarta, hlm 225
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, 2015, “Rencana Strategis 2015-2019”, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral: Jakarta, hlm. 16, 18. 
Hutomo, M. dan M.K. Moosa, 2005, “Indonesian Marine and Coastal Biodiversity: Present Status”, Indian Journal of Marine Sciences, Vol. 34 (1), (Maret, 2005), hlm. 92-93.
Lampiran A. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Latin. 
Lampiran Surat Nomor 1154//12/DJE/2017, Perhitungan Besaran Indeks Pasar (HIP) Bahan Bakar Nabati (BBN) Bulan Maret 2017. 
Li, Y., Horsman, M., Wu, N., and Lan, C.Q., 2008, “Biofuels from Microalgae”, Biotechnology Progress, Vol. 24, Issue, hlm. 816.
Pasal 12 ayat (1) huruf e PP KEN (Kebijakan Energi Nasional)
Pasal 19 ayat (1) KEN (Kebijakan Energi Nasional)
Pasal 9 huruf f angka 1 PP KEN (Kebijakan Energi Nasional)
RUEN (Rencana Umum Energi Nasional). (*)

 

*) Penulis adalah Adi Kusmayadi. PhD Student di Dept of Chemical and Materials Engineering, Tunghai University, Taiwan. Koordinator PPI Dunia Kawasan Asia-Oseania 2020/2021

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES