Peristiwa Daerah

Gugatan Sengketa Tanah Warga Madyopuro, PN Kota Malang Gelar Pemeriksaan Lokasi

Rabu, 16 Juni 2021 - 16:52 | 38.83k
Suasana Pemeriksaan Setempat (PS) yang dilakukan Panitera PN Kota Malang dengan menghadirkan seluruh pihak, Rabu (16/6/2021). (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)
Suasana Pemeriksaan Setempat (PS) yang dilakukan Panitera PN Kota Malang dengan menghadirkan seluruh pihak, Rabu (16/6/2021). (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Kasus sengketa tanah oleh warga di kawasan Madyopuro, Kedungkandang, Kota Malang yang menggugat Pemkot Malang, saat ini telah masuk tahap Pemeriksaan Setempat (PS) yang dilakukan Panitera Pengadilan Negeri atau PN Kota Malang, Rabu (16/6/2021).

Dalam sengketa tersebut, Pemkot Malang digugat oleh H. Agung Mustofa yang mengklaim mempunyai hak atas tanah seluas 3.269 m di kawasan sisi barat Velodrome, sebelah SDN Madyopuro 2 Kota Malang.

Lalu tanah tersebut juga diklaim Pemkot Malang sebagau asetnya dengan luasan 1.441 m, termasuk di dalam luasan tanah yang diklaim oleh warga Madyopuro tersebut. Status kepemilikan tanah ini telah disengketakan sejak 20 Oktober 2020 lalu. 

Setelah proses PS, H. Agung Mustofa selaku penggugat tetap meyakini bahwa tanah tersebut adalah milik orang tuanya, yakni Hj Chutobah yang telah dibeli dari peranakan China pada tahun 1995 silam. 

Agung juga mempertanyakan kronologi tanah yang diakuinya ini bisa menjadi tanah aset tanpa adanya persetujuan dengan dirinya.

"Saat itu masih berupa Petok D, lalu di tahun 1996 saya sertifikatman jadi tiga sertifikat. Jadi total luas sekitar 4.800 m dan dimiliki sekitar 25 sampai 30 kepemilikan. Nah ini tiba-tiba kok diakui ada hak pakai," ujar Agung, Rabu (16/6/2021).

Gugatan Sengketa Tanah Warga Madyopuro aPenggugat, H. Agung Mustofa saat ditemui awak media usai pelaksanaan PS oleh PN Kota Malang. (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)

Agung mengungkapkan, selang beberapa waktu tanah tersebut diakui sebagai aset Pemkot Malang yang dibeli dari program proyek nasional, Perumnas sekitar tahun 1980-an. Menurutnya, itu salah total, karena desa saat itu tidak punya tanah. Bisa dibuktikan dari kumpulan Letter C.

:Bukan saya ujug-ujug ngaku punya saya. Sejarahnya saya juga tahu. Yang saya tahu bukti pembelian ini cuma berupa pencoretan Letter C. Orang tua saya dianggap sudah menjual ke Perumnas, tapi saya minta bukti Letter C tidak ada. Sekelas Perumnas masak gak punya bukti," ungkapnya.

Sejarah Status Tanah dari Tanah Bekas Dai Nippon (BDN)

Kuasa Hukum penggugat, M. Khalid Ali menjelaskan, dulunya seluruh tanah di kawasan tersebut sebenarnya tanah Bekas Dai Nippon (BDN). Tanah itu dikuasai oleh Jepang semasa penjajahan yang rencananya akan dibangun menjadi Bandar Udara Srundeng.

"Akhirnya rakyat di desa yang punya tanah itu terusir dari sini, karena diminta secara paksa. Baru setelah kemerdekaan, status tanah itu di buku desa dinamai tanah BDN," katanya.

Seiring bergulirnya zaman, administrasi pertanahan baru bisa maksimal pada 1960-an. Tanah BDN tersebut, hanya ada di Kota Malang yang lalu menjadi obyek Perumnas pada 1980-an. Semua tanah BDN dibeli pada saat era pemerintahan Wali Kota, Sugiyono dan jadilah Sawojajar saat ini.

Pada saat itulah, warga sekitar yang sebelumnya merasa memiliki tanah BDN pun berbondong-bondong mengurus proses sertifikasi tanah, dari yang semula SHGB menjadi SHM di tahun 1996, termasuk Agung sebagai penggugat saat ini.

Akan tetapi, dalam pengajuan sertifikasi, penggugat tidak mendapat kuota dengan dalih luasan tanah yang terlalu besar. Hingga kemudian, saat akan diurus kembali, tiba-tiba tanah tersebut statusnya ditetapkan jadi tanah aset Pemkot Malang dengan sertifikasi hak pakai.

"Akhirnya lahirlah gugatan ini. Kami anggap bahwa Pemkot Malang telah melakukan pelanggaran hukum, karena melawan UU. Dasarnya kita UU No 1 Tahun 1958, itu sebelum ada UU Pokok Agraria," jelasnya.

Menurut Ali, isi dari UU tersebut intinya adalah jika ada warga yang bisa membuktikan kepemilikan tanah itu, maka negara berhak memberikan tanah kepada pemiliknya.

"Itu menjadi dasar kita mengajukan gugatan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Mari kita tunggu dipembuktian bersama nanti," tegasnya.

Klaim Pemkot Malang

Kepala Bagian Hukum Pemkot Malang, Suparno selaku tergugat menyebutkan bahwa tetap berpegang teguh pada sertifikat hak pakai atas nama Pemkot Malang No 51 dengan luasan 1.441 m. Klaim tersebut menurutnya dibuktikan sesuai data di buku Letter C.

"Saksi dan bukti sudah jelas dan kuat. Selain bukti sertifikat, kami akan perkuat alat bukti Letter C yang juga tercatat di Kelurahan," ungkap Suparno.

Pemkot Malang yang fokus dalam klaim tanah seluas 1.441 m dari total keseluruhan luas versi penggugat, yakni 3.260 m yang rencananya tanah tersebut bakal ditetapkan sebagai RTH yang diperuntukan keoada SDN Madyopuro sebagai lapangan.

"Hasilnya masih belum. Kebenarannya nanti kita akan melakukan pembuktian bersama pada 22 Juni 2021 di persidangan selanjutnya," pungkasnya terkait gugatan warga Madyopuro Kota Malang kepada Pemkot Malang yang saat ini ditangani PN Kota Malang. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES