Ekonomi

Ditjen Pajak Sebut Wacana PPN Sembako Tak Menyasar Pasar Tradisional

Rabu, 16 Juni 2021 - 15:28 | 31.98k
Ilustrasi pedagang sembako di pasar tradisional.(Foto: Dok.TIMES Indonesia)
Ilustrasi pedagang sembako di pasar tradisional.(Foto: Dok.TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Wacana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sembilan bahan pokok (sembako) mendapat sorotan pada pertengahan tahun 2021 ini. Guna meredam gejolak di masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan DJP Kemenkeu menegaskan bahwa tarif PPN sembako tidak akan menyasar bahan pokok atau sembako yang dijual di pasar tradisional.

Demikian ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor menjawab polemik pengenaan PPN sembako yang tercantum dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan KUP tersebut.

“Bisa saya sampaikan dalam usulan RUU KUP terkait PPN sembako, utamanya tentu tidak semua, kami lakukan pembedaan, karena RUU sendiri akan ada pembedaan terkait dengan sembako tadi, misal barang kebutuhan pokok yang dijual di pasar tradisional tentu tidak dikenakan PPN,” tegasnya secara virtual, Rabu (16/6/2021).

Dijelaskan, tarif PPN dalam usulan RUU KUP bakal menyasar sembako yang bersifat premium. Namun, Neilmaldrin tidak menjelaskan secara rinci terkait nilai tarif yang akan dikenakan dan batasan harga bahan pokok yang akan dikenai PPN. 

“Berbeda jika sembako sifatnya premium. terkait dengan tarif saya tidak bisa mendahului, masih harus diikuti bagaimana pembahasan ini,” paparnya.

Neilmaldrin menjelaskan tujuan dari dilakukannya penyesuaian sistem pemungutan PPN adalah untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil dan efisien.

Dia menambahkan perluasan objek PPN pada dasarnya mempertimbangkan prinsip ability to pay atau kemampuan membayar pajak para wajib pajak atas barang/jasa yang dikonsumsi. 

“Diharapkan sistem pemungutan bisa efisien. Kemudian, sesuai latar belakangnya, yaitu untuk menciptakan keadilan bagi seluruh masyarakat dan kita berfokus pada golongan menengah bawah yang saat ini lebih merasakan situasi akibat pandemi Covid-19,” tandasnya.

Wacana perluasan objek PPN tentu tidak akan mencederai ekonomi masyarakat kelas menengah-bawah.

Neilmaldrin memberi contoh, untuk daging segar yang dijual di pasar tidak dikenakan PPN. Namun, untuk daging dengan harga jutaan rupiah, misalnya daging wagyu, akan dikenakan pajak atas konsumen.

“Maka harus ada pembeda antara kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat secara umum, dengan kebutuhan pokok yang tergolong premium. Karena penghasilan yang mengonsumsinya berbeda-beda. Jadi untuk keadilan,” urai Neilmaldrin.

Kendati demikian,  belum disebutkan berapa tarif pajak yang akan dibanderol atas barang kebutuhan pokok premium beserta dengan threshold harganya. Sebab, masih perlu proses pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Terkait tarif saya tidak bisa mendahului karena masih ada pembahasan yang harus Kita ikuti. Sangat tidak elok jika saya menympaikan sesuatu yang tidak pasti. Yang pasti barang kebutuhan pokok yang dikenakan adalah bahan pokok premium," jelasnya.

Sementara mengenai PPN di sektor Jasa Pendidikan, dikatakan adalah jasa pendidikan yang mengutip iuran dalam jumlah batasan tertentu sehingga nantinya bisa dikenakan PPN. 

"Ini tentunya masih akan melewati pembahasan-pembahasan, yang jelas jasa pendidikan komersial," tandasnya mewakili Ditjen Pajak terkait PPN Sembako.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES