Hukum dan Kriminal

Rusak Akal Sehat, Hakim Potong Hukuman Penjara untuk Jaksa Pinangki

Selasa, 15 Juni 2021 - 10:54 | 29.98k
Pinangki Sirna Malasari yang terbukti bersalah korupsi dan pencucian uang. (FOTO: ANTARA)
Pinangki Sirna Malasari yang terbukti bersalah korupsi dan pencucian uang. (FOTO: ANTARA)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sudah terbukti korupsi dan melakukan pencucian uang, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta justru memotong empat tahun penjara dari semula 10 tahun penjara hukuman terhadap Jaksa Pinangki.

Diketahui, perempuan dengan nama lengkap Pinangki Sirna Malasari itu terjerat kasus melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang (TPPU), dan pemufakatan jahat terkait sengkarut penanganan perkara terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp600 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," demikian dikutip dari amar putusan yang dilansir dari situs Pengadilan Tinggi Jakarta, Senin (15/6/2021).

Mengapa dipotong? Majelis hakim menilai, putusan pengadilan tingkat pertama terlalu berat. Apalagi kata hakim, Pinangki, sudah mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya tersebut. Hakim pun berpandangan, ia masih dapat diharapkan akan berperilaku sebagai warga masyarakat yang baik.

Alasan pemotongan hukum lainnya yakni, karena Pinangki mempunyai anak berusia empat tahun. Hakim menyampaikan, Pinangki harus diberikan kesempatan untuk mengasuh pertumbuhan anaknya tersebut. "Terdakwa sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan dan diperlakukan secara adil," jelas hakim.

"Bahwa tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum selaku pemegang asas Dominus Litus yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat," kata Hakim lagi.

Dinilai Keterlaluan

Tak sedikit yang geram dengan putusan pemotongan hukuman tersebut. Salah satunya Indonesia Corruption Watch (ICW). Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, hal itu sangat keterlaluan.

"ICW menilai putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari sudah benar-benar keterlaluan. Betapa tidak, Pinangki semestinya dihukum lebih berat. Bukan justru dipangkas," katanya dalam keterangannya.

Ia pun menyampaikan, dengan kondisi ini, maka semestinya para koruptor di Tanah Air layak untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Mahkamah Agung. Pasalnya, banyak dari hukum-hukum mereka yang sudah ringankan ketika sudah dalam putusan.

Menangis Minta Keringanan

Sebelumnya Pinangki memang diketahui meminta keringanan kepada majelis hakim. Hal itu ia katakan sebelumnya melakukan sidang putusan tersebut. Dimana, ia memohon kepada majelis hakim agar menaruh belas kasih dengan memberi putusan ringan.

"Mohon izin Yang Mulia, ini kesempatan terakhir saya menyampaikan, besar atau kecil kesalahan saya nanti, saya tetap merasa bersalah dan merasa tidak pantas melakukan semua ini Yang Mulia. Dan saya hanya mohon belas kasihan dan keringanan Yang Mulia," ujar Pinangki sembari menangis. "Semua sudah terangkum semua dalam pembelaan saudara," jawab hakim waktu itu.

Terbukti Bersalah

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor sudah menjatuhkan vonis 10 tahun penjara. Majelis menyatakan Pinangki terbukti bersalah melakukan tiga tindak pidana sekaligus.

Pertama, Pinangki menerima uang suap 500.000 dollar Amerika Serikat dari Djoko Tjandra. Kedua, Pinangki terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan total 375.229 dollar AS atau setara Rp 5,25 miliar.

Selain itu, ia juga dinyatakan terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking untuk menjanjikan uang 10 juta dollar AS kepada pejabat Kejagung dan MA demi mendapatkan fatwa.

Vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan JPU yang meminta agar Pinangki divonis empat tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.

Peran Pinangki sebagai makelar kasus pun terungkap ketika hakim membeberkan bukti percakapan Pinangki dengan mantan kuasa hukum Djoko Tjandra, Anita Kolopaking. Percakapan antara Pinangki dengan Anita di aplikasi WhatsApp pada 26 November 2019 itu terkait kepengurusan grasi mantan Gubernur Riau Annas Maamun.

Annas merupakan terpidana kasus korupsi terkait alih fungsi lahan di Provinsi Riau yang pernah mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo pada September 2019. Grasi itu membuat masa hukuman Annas berkurang satu tahun. Ia kini telah bebas sejak 21 September 2020.

Menurut hakim, percakapan itu menjadi bukti bahwa Jaksa Pinangki sudah terbiasa mengurus perkara. "Selain terkait dengan kasus Joko Soegiarto Tjandra, terdakwa sudah biasa mengurus perkara dengan bekerja sama dengan saksi Dr Anita Dewi Kolopaking, khususnya terkait dengan institusi Kejaksaan Agung dan MA,” kata Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES