Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Surat Kesatu: Untuk Pembelajar Pluralisme dan Kebangsaan

Selasa, 15 Juni 2021 - 08:40 | 43.69k
Abdul Wahid, Dosen Universitas Islam Malang dan penulis buku.
Abdul Wahid, Dosen Universitas Islam Malang dan penulis buku.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Kita tahu beberapa catatan sejarah ”kurang baik” tentang senbagian perjalanan negeri ini, bahwa meskipun Indonesia masih bersatu, tetapi beberapa kali negara ini diuji oleh peristiwa-peristiwa seperti lepasnya propinsi Timor Timor dan ”diserobotnya” beberapa pulau oleh negara tetangga yang mengesankan, bahwa kapal besar Indonesia yang kita naiki ini sedang goyah dan rentan.

Kondisi ini dinilai oleh banyak pihak, salah satunya berakar dari masalah pluralisme dan belum cerdasnya sebagian subyek bangsa terhadap konstruksi kebangsaannya.

Alwi Shihab (1997) menyebut,  pada era globalisasi masa kini, umat beragama dihadapkan dengan serangkaian  tantangan baru yang tidak terlalu berbedfa  dengan apa yang pernah dialami sebelumnya. Pluralisme agama, konflik intern atau antaragama, adalah fenomena nyata.

Nurcholis Madjid  dalam banyak tulisan-tulisan lepasnya yang bicara soal Pancasila, dia pernah berpendapat bahwa Pancasila adalah common platform semua agama-agama di Indonesia. Semua agama bisa sharing mengenai nilai-nilai yang ditransendensikan untuk bisa diakses siapa pun. Dalam konteks Islam, dia memakai paham universalisme Islam sebagai agama yang bisa dijadikan inspirasi oleh penganut agama apa pun.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Apa yang disebut oleh cendekiawan muslim itu menunjukkan bahwa Pancasila dapat dijadikan sebagai sumber referensi moral, budaya, ideologi, dan pengembangan  intelektualitas bangsa. Pancasila bukanlah ideologi yang mati, tetapi ideologi yang  memberikan niali-nilai yang progresif kepada warga bangsa ini. Pemeluk agama apapun, dapat menjadikan Pancasila sebagai landasan membangun ikatan persaudaraan antar unsur bangsa supaya menjadi lebih kuat.

Sebagai bahan refleksi komparatif, John Harwood Hick adalah seorang filosof agama kontemporer yang banyak menaruh perhatian terhadap masalah hubungan antar agama. Dalam pengertian dan pemaknaan Hick, pluralisme agama mesti didefinisikan dengan cara menghindari klaim kebenaran satu agama atas agama lain secara normatif.

Berbeda dengan Rahner, Hick tidak setuju dengan pernyataan bahwa agama Kristen memiliki kebenaran yang “lebih” dibanding kebenaran agama lain. Oleh karena itu, menurut Hick, kita harus menghindari penggunaan istilah terhadap penganut agama lain sebagai orang Kristen Anonim, Islam Anonim, Hindu Anonim, Buddha Anonim dan sejenisnya.

Cara yang lebih arif untuk memahami kebenaran agama lain adalah dengan menerima bahwa kita (semua agama) merepresentasikan banyak jalan menuju ke satu realitas tunggal (Tuhan) yang membawa kebenaran dan keselamatan. Tidak ada satu jalan (agama) pun yang boleh mengklaim lebih benar daripada yang lain karena kita (semua agama) sama dekat dan sama jauhnya dari realitas tunggal tersebut. Realitas tunggal itu adalah realitas yang sama yang kita (semua agama) sedang mencari-nya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Sekarang coba kita telaah dan khittah ke negeri ini. Kita mestilah paham, bahwa Indonesia yang terbangun dari struktur negara bangsa  tidak dapat menghindar dari keniscayaan kemajemukan (pluralisme). Sejarah telah menorehkan realitasnya melalui wujud kemerdekaan keindonesiaan sebagai hasil bahu-membahu dari kekuatan kemajemukan yang dimiliki oleh bangsa ini.

Dalam suatu kamus disebutkan, bahwa pluralisme dipahami sebagai: (1) Suatu teori yang menentang kekuasaan negara monolitis; dan sebaliknya, mendukung desentralisasi dan otonomi untuk organisasi-organisasi utama yang mewakili keterlibatan individu dalam masyarakat. Juga suatu keyakinan bahwa kekuasaan itu harus dibagi bersama-sama diantara sejumlah partai politik. (2) Keberadaan atau toleransi keragaman etnik atau kelompok-kelompok kultural dalam suatu masyarakat atau negara, serta keragaman kepercayaan atau sikap dalam suatu badan, kelembagaan dan sebagainya. Definisi yang pertama mengandung pengertian pluralisme politik, sedangkan definisi kedua mengandung pengertian pluralisme sosial atau primordial (Sholihin, 2006)

Magnis Suseno juga mengingatkan, Indonesia hanya akan bersatu apabila pluralitasnya diterima sebagai kekayaan, jadi sebagai sesuatu yang positif. Dan itu berarti, Indonesia harus ditata secara inklusif.

Alternatif penataan inklusif adalah eksklusivisme. Eksklusivisme adalah tak lain kediktatoran orang-orang yang mengangkat diri sendiri sebagai maha-tahu dan maha-benar sehingga mereka bisa sepihak menentukan pandangan dan gaya hidup orang lain mana yang benar dan mana yang jahat. Eksklusivisme itu perlu dilawan karena merupakan kesombongan, karena dengan sendirinya menindas mereka yang berlainan pendapatnya, dan karena bertentangan dengan Pancasila, konsensus dasar bangsa Indonesia yang kalau dikhianati berarti dasar Indonesia bersatu dikhianati juga.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Sejalan dengan itu, Sholihin juga menyebut, bahwa dalam prinsip dasar demokrasi, kemajemukan (pluralitas) menjadi sebuah fenomena kunci sebab hakekat berdemokrasi dalam sebuah negara bangsa ada pada transformasi nilai dari heterogenitas teritorial, sosial (SARA), budaya, ke dalam bentuk homogenitas politik sebagai konsensus untuk berada bersama-sama dalam sebuah bangsa demi mencapai tujuan bersama yang di dalamnya ada hak dan kedudukan yang sama, ada saling pengakuan terhadap keberadaan masing-masing elemen.

Perbedaan dalam bentuk heterogenitas tersebut hanya akan menjadi sebuah potensi kolektif jika telah terwujud dalam konsensus tujuan hidup bersama dengan jaminan tak akan ada negasi terhadap salah satu unsur. Ketika terjadi pengingkaran terhadap salah satu unsur, “pemberontakan nilai” akan terlihat lewat berbagai ekspresi yang fenomenannya kini nampak di Indoensia. ***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Abdul Wahid, Dosen Universitas Islam Malang dan penulis buku.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES