Kopi TIMES

Strategi Pengembangan Profesionalisme dalam Pembelajaran di Pendidikan Sekolah Dasar

Sabtu, 12 Juni 2021 - 13:56 | 116.15k
Zhafirah Stabita Qur’aini, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang.
Zhafirah Stabita Qur’aini, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Dunia pendidikan di Indonesia banyak mengalami problematika, diantaranya adalah  mengenai kurang meratanya  mutu pendidikan, manajemen pendidikan yang tidak profesional, dan dana pendidikan yang dirasakan masih kurang tepat sasaran. Hal ini berakibat rendahnya kualitas Pendidikan di Indonesia.

Berdasarkan Survei kemampuan pelajar yang dirilis oleh Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2019 Indonesia menempati peringkat 72 dari 77 negara. Jauh di bawah Malaysia yang berada pada peringkat 56 atau bahkan Singapura yang menempati peringkat nomor dua teratas, karena mempunyai sistem pendidikan yang matang dan profesional.

PISA adalah program yang OECD untuk mengukur kemampuan membaca, matematika dan sains, serta apa yang dapat dilakukan dengan pengetahuan tersebut. Hasil dari PISA dapat dijadikan indikasi dari penilaian internasional kualitas dan pemerataan hasil pembelajaran di seluruh dunia. Penelitian ini memungkinkan para pendidik dan pembuat kebijakan untuk belajar dari kebijakan dan praktik yang dilakukan di negara-negara lain.

PISA dilakukan dengan survei pada pelajar-pelajar berusia 15 tahun dan menguji kemampuan dan kecakapan yang dimiliki, terutama dalam membaca, matematika, sains, dan inovasi lainnya.

Menurut pengamat pendidikan Budi Trikorayanto, setidaknya ada tiga masalah yang masih membelenggu pendidikan Indonesia:

1. Kualitas pengajar

Kompetensi guru di Indonesia masih berada di tingkat yang sangat rendah. Padahal Budi menilai, untuk menghasilkan murid-murid cerdas diperlukan sumber-sumber pengajar yang kompeten.

“Nomor satu sebenarnya faktor yang bisa membuat anak pintar atau tidak adalah guru. Jadi memang kompetensi guru kita sangat rendah, bisa dilihat dari hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) itu nilainya di bawah 5 rata-rata,” ujar Budi.

2. Sistem pendidikan yang membelenggu

Di era pendidikan 4.0, seharusnya guru tidak lagi menjadi ‘narasumber’ utama dalam sistem pembelajaran, melainkan sebagai pendamping, penyemangat dan fasilitator. Artinya, bila sistem pendidikan 4.0 ingin berhasil, maka anak-anak murid kini harus diedukasi untuk menjadi lebih aktif.

“Jadi kita masih menganut pendidikan massal, sekolah masih ‘pabrik’ , itu kan edukasi 2.0. Kita sudah di edukasi 4.0 yang sudah zamannya artificial intelligence (AI) bukan lagi pabrik,” ujarnya kepada DW Indonesia.

Budi mengharapkan anak-anak lebih diedukasi untuk aktif belajar dan mencari tahu sesuatu dari sumber-sumber lain di luar sekolah, misalnya lewat situs-situs yang terverifikasi dan memiliki kredibilitas di internet.

Terlebih setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-beda. Mereka akan menjadi lebih cerdas bila mempelajari suatu hal yang berkenaan dengan minat dan bakatnya.

3. Lembaga pendidikan perlu pembenahan

Budi menekankan perlunya meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang mencetak guru-guru berkualitas di masa depan. Ia mencontohkan salah satunya yakni Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP).

“Kampus-kampus IKIP, yang model pengajarannya seperti itu membuat guru menjadi kurang punya ide kreativitas dan kurang eksplor dengan akademisnya. Sehingga setiap tahun ketika ada Uji Kompetensi Guru (UKG) mereka hasilnya selalu rendah,” sebutnya.

Budi menambahkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia masih terlalu kuno atau ia sebut ‘feodalistik’, sehingga kurang menghargai kebebasan berpikir. Ia juga menanggapi hasil survei PISA tidak boleh dikesampiingkan. Justru survei ini menjadi acuan memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia selama lima tahun ke depan.

"Hasil penilaian PISA menjadi masukan yang berharga untuk mengevaluasi dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yang akan menjadi fokus Pemerintah selama lima tahun ke depan. Menekankan pentingnya kompetensi guna meningkatkan kualitas untuk menghadapi tantangan Abad 21," kata Nadiem dalam keterangannya, Selasa (3/12/2019), seperti dilansir dari detikcom.

Kecenderungan zaman telah berubah ke arah yang lebih digital. Indonesia perlu segera berbenah dan menyongsong target pendidikan 4.0 untuk menciptakan manusia-manusia yang cerdas dan berbudi pekerti baik.

Dalam dunia pendidikan guru merupakan figur sentral dalam penyelenggaraan pendidikan, karena guru adalah sosok yang sangat diperlukan untuk memacu keberhasilan peserta didiknya. Betapapun baiknya kurikulum yang dirancang para ahli dengan ketersediaan peralatan dan biaya yang cukup sesuai dengan pendidikan, namun pada akhirnya keberhasilan pendidikan secara professional terletak ditangan guru.

Maka keberhasilan pendidikan pada siswa disekolah tertentu sangat tergantung pada pertanggung jawaban guru dalam  melaksanakan tugasnya, sebagai faktor kunci terhadap seluruh upaya yang dilakukan dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan tersebut.

Guru merupakan kunci dalam peningkatan mutu pendidikan, dan guru disini berada pada posisi yang sangat strategis bagi seluruh upaya reformasi pendidikan yang berorientasi pada pencapaian kualitas murid dan persekolahan.

Adapun upaya yang dilakukan dalam peningkatan kualitas pendidikan dalam sebuah sistem persekolahan akan menjadi tidak berarti jika tidak disertai oleh adanya guru yang professional

Dengan demikian strategi pengembangan profesionalisme tenaga pendidik dalam hal ini adalah guru menjadi sangat urgent  untuk dilakukan dalam penataan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Karena dengan adanya pengembangan profesionalisme guru akan memberikan kontribusinya yang berarti bagi upaya perbaikan kualitas Pendidikan nasional.

Mengingat besarnya pengaruh guru terhadap perkembangan anak dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan, maka guru dituntut untuk lebih kompeten dalam profesinya, dilihat dari syarat administratif yang dimilikinya apakah sudah sesuai dengan kriteria yang diinginkan, mulai dari segi latar belakang pendidikan formal guru, jenjang Pendidikan harus strata satu, berasal dari fakultas keguruan, memberikan subsidi bagi guru yang akan melanjutkan studinya, karena diharapkan nantinya seluruh guru yang ada Lulusan S2.

Dengan meningkatnya jenjang pendidikan para guru, maka kinerja para guru akan meningkat. Selain itu pembelajaran di sekolah akan berjalan lebih efektif dan tujuan sekolah akan mudah tercapai.

Untuk maksud tersebut, maka peran sekolah untuk mendapatkan dan kemudian mengembangkan profesionalisme guru disatu sekolah tertentu sangat besar. Untuk itu dalam mengembangkan profesionalisme guru, sekolah harus mengikuti beberapa langkah-langkah pengembangan.

Pembinaan dan pengembangan profesi guru berarti melakukan perbaikan, meningkatkan kualitas dan peningkatan pelayanan, juga dapat diartikan sebagai upaya membantu guru yang belum matang menjadi matang, yang tidak mampu mengelola sendiri menjadi mampu mengelola sendiri, yang belum memenuhi kualifikasi menjadi memenuhi kualifikasi, yang belum terakreditasi menjadi terakreditasi.

Pengembangan professional guru bertujuan untuk memenuhi tiga kebutuhan, yaitu:

1) kebutuhan sosial untuk meningkatkan kemampuan sistem pendidikan yang efisien dan manusiawi, serta melakukan adaptasi untuk penyusunan kebutuhan - kebutuhan social, yang berkaitan dengan kemasyarakatan guru ditempat mereka berdomisili

2) kebutuhan untuk menemukan cara-cara dalam membantu staf pendidikan dalam rangka mengembangkan pribadinya secara luas. Dengan demikian guru dapat mengembangkan potensi sosial dan potensi akademik generasi muda dalam interaksinya dengan alam lingkungan sekitar

3) kebutuhan untuk mengembangkan dan mendorong kehiudpan pribadinya
(Danim, 2002:51)

Ketiga hal di atas ini sangatlah penting yang menentukan mutu guru-guru yang akan disertakan dalam berbagai kegiatan pelatihan dan penjenjangan jabatan. (*)

***

*)Oleh: Zhafirah Stabita Qur’aini, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES