Ekonomi

Khawatir Bom Waktu, Hutang BUMN Dapat Berimbas pada Perekonomian Nasional

Rabu, 09 Juni 2021 - 22:33 | 28.45k
Ilustrasi - logo BUMN. (FOTO: ANTARA FOTO)
Ilustrasi - logo BUMN. (FOTO: ANTARA FOTO)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak mengkhawatirkan krisis keuangan Badan Usaha Milik Negara atau hutang BUMN bisa membawa bom waktu bagi perekonomian nasional. Terlebih hutang yang sebagian BUMN berdenominasi valuta asing.

Utang BUMN ini dikhawatirkan akan menimbulkan tanggung wajib kontingensi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sebab bila BUMN gagal bayar, pemerintah akan ikut menanggungnya. Diingatkan bagaimana krisis moneter pada tahun 1998 yang dipicu oleh akumulasi utang yang tidak berhasil dikendalikan dan diselesaikan secara tuntas.

Pandemi memang meningkatkan risiko neraca keuangan BUMN maupun perekonomian nasional, namun kata Wakil Rakyat dari Jatim IV (Kabupaten Jember dan Lumajang) Amin Ak menyatakan tren kenaikan utang BUMN sudah berlangsung dalam lima tahun terakhir. Bukan semata terjadi akibat pandemi Covid-19.

"Pemerintah tidak bisa menjadikan pandemi Covid-19 sebagai alasan dibalik kegagalan mengelola utang BUMN," tegas Amin Ak dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (09/06/2021).

Data Bank Indonesia hingga akhir 2020 lalu, dari Rp12.181 triliun utang sektor publik, total utang BUMN mencapai Rp6.091 triliun. Rasio utang BUMN terhadap aset mencapai 67% yang berarti kemampuan perusahaan mencetak keuntungan tidak sebanding dengan laju kenaikan utangnya.

Amin-Ak.jpgAnggota Komisi VI DPR RI Amin Ak. (FOTO: Fraksi.pks.id) 

Utang BUMN, lanjut Amin, didominasi oleh perbankan. Ia mengingatkan risiko sistemik pada bank-bank BUMN jika sampai mengalami kesulitan finansial yang pada ujungnya akan berpengaruh pada perekonomian secara luas. Risiko gagal bayar juga membayangi BUMN non keuangan terutama BUMN energi dan infrastruktur.

Dicontohkan bagaimana PT PLN (Persero) yang saat ini memiliki utang mencapai Rp 500 triliun karena membengkaknya kewajiban (liabilitas) pada 2020. Padahal lima tahun lalu, utang PLN masih dibawah Rp50 triliun. Hal itu disampaikan dia, secara langsung menunjukkan adanya mismanajemen utang.

Ditambahkan, secara keseluruhan posisi utang BUMN yang bukan Lembaga Keuangan pada akhir tahun 2020 mencapai Rp1.053 triliun. Besaran itu dua kali lipat dari posisi akhir tahun 2014 yang sebesar Rp504 triliun.

Untuk mencegah memburuknya kondisi keuangan BUMN, Amin meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit kondisi keuangan BUMN terkini. DPR berhak untuk mengetahui posisi terakhir atau kondisi keuangan BUMN agar bisa ikut mengawasi proses pembenahan terutama penyembuhan BUMN yang sakit yang saat ini dilakukan pemerintah.

"Utang seharusnya memiliki dampak yang positif terhadap kinerja. Tapi kita bisa lihat di return on equity (tingkat pengembalian terhadap modal), sebagian besar masih sangat kecil bahkan tidak sedikit yang negatif," katanya.

Amin pun mendesak pemerintah mengendalikan pengeluaran besar infrastruktur besar untuk menghambat pengeluaran utang. Penumpukan utang bisa berdampak negatif terhadap generasi produktif di masa depan. Amin pun berharap banyak pada Lembaga Pengelola Investasi (LPI) untuk bergerak aktif menurunkan utang BUMN terutama utang jangka pendek.

"Jangan biarkan bom waktu itu meledak dan merembet pada sendi-sendi perekonomian nasional lainnya," pungkas Amin Ak. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES