Peristiwa Nasional

Pasal 219 RKUHP, Penghina Presiden RI akan Dibui 4,5 Tahun dan Denda 200 Juta

Rabu, 09 Juni 2021 - 08:07 | 51.49k
Presiden RI Joko Widodo saat melakukan konferensi pers di Istana Negara beberapa waktu lalu. (FOTO: dok Setkab RI)
Presiden RI Joko Widodo saat melakukan konferensi pers di Istana Negara beberapa waktu lalu. (FOTO: dok Setkab RI)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) memungkinkan penghina Presiden/Wakil Presiden RI hingga DPR RI bisa dipenjara, terus ditentang oleh banyak pihak. RKUHP dinilai tak mencerminkan negara demokratis yang bersifat terbuka.

Ketua Yayasan lembaga hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menilai, RKUHP itu cukup aneh. Menurutnya, pasal tersebut menggambarkan pemerintah atau DPR adalah antikritik. Menurutnya, hal itu tak sejalan dengan UUD 1945.

"Ini menunjukkan DPR dan Pemerintah antikritik dan tidak sesuai dengan UUD 1945. DPR adalah lembaga negara, maka artinya suara publik adalah kritik. Lembaga publik kalau gak boleh dikritik artinya bukan demokrasi lagi," jelasnya kepada awak media, Selasa (8/6/2021) kemarin.

"Sangat bertentangan. Kita kan negara pihak Kovenan Hak Sipil Politik, terlebih amandemen Konstitusi sudah memasukkan HAM. Harus dihapus pasal-pasal penjajah begini," katanya.

Pidana Penjara

Seperti yang diketahui, RKUHP terbaru itu memang membuka kemungkinan menjerat masyarakat jika menyerang harkat serta martabat Presiden dan Wakil Presiden melalui media sosial. Dengan pidana penjara selama 4,5 tahun atau denda paling banyak Rp 200 juta.

Itu tertuang dalam Pasal 219 Bab II. Tentang Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden.

"Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV," demikian bunyi pasalnya.

Sementara itu, penyerangan kehormatan pada harkat dan martabat Presiden serta Wakil Presiden yang tidak melalui media sosial bisa dijerat dengan pidana penjara maksimal 3,5 tahun atau denda Rp 200 juta. Hal itu tertuang di Pasal 218 ayat 1.

Di Pasal 218 ayat 2 kemudian dinyatakan bahwa tindakan tidak dikategorikan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat jika dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Aduan Dilakukan oleh Presiden Langsung

Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden tersebut, diproses jika aduannya langsung dilayangkan ke aparat penegak hukum. Selain itu, untuk aduan hanya dapat dilakukan oleh presiden maupun wakil presiden langsung.

“Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden,” demikian bunyi pasal 220 di RKUHP.

Sebelumnya, MK melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 sudah pernah membatalkan pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden dalam Kitab KUHP.

Diketahui, permohonan uji materi itu diajukan Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis. MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa berbahaya karena menimbulkan ketidakpastian hukum. Tapi, kini pasal itu masih muncul dalam RKUHP.

Menjaga Kehormatan

Tenaga Ahli Utama KSP Ade Irfan Pulungan menilai, aturan pidana terhadap pihak-pihak yang menghina Presiden RI yang termaktub dalam RKUHP adalah semata untuk menjaga kehormatan Presiden. Pasalnya, apapun alasannya kata dia, Presiden tetaplah memiliki wibawa yang harus dilindungi.

"Karena isi (rancangan) KUHP adalah untuk menjaga wibawa kehormatan presiden sebagai kepala negara, menjaga kehormatan negara untuk Presiden NKRI [Negara Kesatuan Republik Indonesia," katanya seperti dikutip dari CNN, Rabu (9/6/2021).

"Presiden ini kan memang harus kita hormati. Bagaimana ceritanya kepala negara kita presiden, kita dengan seenaknya memfitnah di media sosial terus diketahui publik," jelasnya lagi.

Sementara itu, tak sedikit Partai Politik yang kontra terhadap keputusan tersebut. Salah satunya yang disuarakan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Meski diketahui sebagai pendukung setia Presiden RI Jokowi, partai milenial tersebut dengan tegas menolak aturan itu.

Ketua DPP PSI Tsamara Amany menyampaikan, pasal tersebut dimungkinkan bisa membungkam kebebasan berpendapat masyarakat. "Pasal tersebut punya potensi menjadi pasal karet yang menghambat diskursus publik yang sehat,” katanya dalam keterangan tertulis.

Tak hanya itu, Tsamara menilai, jika hal tersebut diimplementasikan, akan terjadi kemunduran bagi demokrasi di Tanah Air.

"Kritik seharusnya dibalas dengan kerja, bukan ancaman penjara," ujarnya soal RKUHP yang memungkinkan penghina Presiden/Wakil Presiden RI dipenjara. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES