Peristiwa Nasional

Free Trade Zone Sabang Tak Maksimal, Kepala BPKS Sampaikan Masalahnya

Selasa, 08 Juni 2021 - 18:39 | 125.30k
Kepala BPKS Sabang Iskandar Zulkarnain. (Foto: Dokumentasi BPKS)
Kepala BPKS Sabang Iskandar Zulkarnain. (Foto: Dokumentasi BPKS)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS) Ir Iskandar Zulkarnain mengaku tidak bisa bekerja secara maksimal dalam rangka mendorong pengembangan ekonomi masyarakat.

Itu karena keberadaan badan yang dipimpinnya dalam melaksanakan kerja terbentur atau terhambat oleh beberapa aturan. Hal ini disampaikannya usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Gedung DPR RI, Senayan, Selasa (8/6/2021).

BPKS 2Kepala BPKS menyampaikan kendala yang dialami kepada Komisi VI DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat. (Foto: Sumitro/TIMES Indonesia)

Selain BPKS, RDP juga diikuti Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Badan Standardisasi Nasional dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. RDP membahas RKA K/L dan RKP K/L Tahun 2022.

Menurut Zulkarnain, semestinya hal itu tidak perlu terjadi. Apalagi, keberadaan BPKS sangat kuat. Yakni melalui UU Nomor 36 Tahun 2000 dan UU Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang menjadi Undang-undang.

"BPKS Sabang itu berdasarkan Undang-Undang dibentuknya. Dalam perjalanannya setelah 20 tahun ini, seharusnya Sabang sudah maju. Harapan kita seperti itu. Tetapi dalam pelaksanaannya, kita tidak bisa melaksanakan karena ada peraturan menteri yang menghambat," kata Zulkarnain.

Zulkarnain mencontohkan, sampai saat ini komoditas gula tidak diperbolehkan masuk ke Sabang karena terbentur aturan dari Kementerian Perdagangan melalui Permen. Semestinya, BPKS sesuai regulasi yang ada mempunyai peran atau wewenang untuk melakukan ataupun menunjuk importir.

Dengan begitu, minimal kebutuhan gula masyarakat Sabang dan sekitarnya terpenuhi dengan harga relatif bisa terjangkau sejalan dengan pemberlakuan free trade zone. Ditekankan bagaimana BPKS bisa menjual gula dengan nilai lebih rendah, yakni Rp 11 ribu dibandingkan harga sekarang Rp 14 ribu.

BPKS 3Suasana RDP BPKS Sabang bersama Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Badan Standardisasi Nasional dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam serta Komisi VI DPR RI. (Foto: Sumitro/TIMES Indonesia)

Ia lantas mempertanyakan kenapa keberadaan BPKS Sabang tidak dimanfaatkan dengan maksimal dalam rangka mengakselerasi pembangunan daerah guna menunjang percepatan dan pemerataan pembangunan nasional.

"Kenapa Sabang tidak dimanfaatkan, kan tidak semua barang masuk dari Jakarta, ada juga impor yang dari India, Thailand dan lainnya. Kalau untuk kebutuhan masyarakat Aceh, kenapa turunnya di Belawan, kenapa free trade zone Sabang tidak dimanfaatkan?" tanya dia

"Bener kan? Karena jarak Sabang ke Banda Aceh itu hanya 38 km, sementara jarak antara Belawan ke Sabang kan dua kali. Kalau dari Thailand atau India turun ke Belawan, dari Belawan naik lagi ke Aceh. Sementara kalau langsung ke Sabang kan costnya lebih murah," sambung Zulkarnain.

Sejauh ini, BPKS sebagaimana disampaikan Zulkarnain sudah menyampaikan 'uneg-uneg' yang dihadapinya ke Komisi VI DPR RI dan juga ke Kementerian Perdagangan serta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Ia berharap, termasuk melalui Komisi VI DPR RI, ke depan keberadaan BPKS Sabang dimaksimalkan perannya agar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dengan diberikannya wewenang dan keleluasaan memajukan daerah, Zulkarnain optimis BPKS dapat melakukan berbagai terobosan.

"Seandainya regulasi diberikan ke kami, kami akan create. Saya juga meminta BUMN hadir di sana. Sabang itu juga bagian tidak terpisahkan dari NKRI," pungkas Kepala BPKS. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES