Kopi TIMES

Tak Perlu Berduka, Tak Perlu Jumawah

Selasa, 08 Juni 2021 - 13:00 | 52.75k
Fathullah Uday Penulis adalah santri yang ada di luar pesantren dan Gusdurian Situbondo
Fathullah Uday Penulis adalah santri yang ada di luar pesantren dan Gusdurian Situbondo

TIMESINDONESIA, SITUBONDO – Ahad (6/6/2021) lalu, Pondok Pesantren Walisongo, Mimbaan Panji menjadi saksi sejarah yang baru hangat terukir, yakni perhelatan Konferensi Cabang Nahdhatul Ulama Situbondo. Forum inilah penentu arah baru organisasi para kaum nahdhiyin.

Perlu kiranya memberikan apresiasi yang setinggi tingginya kepada panitia penyelenggara dibawah komando KH Bashori Shanhaji telah menyiapkan segala bentuk fasilitas konferensi yang jauh sebelumnya sudah dipersiapkan. Lebih lebih kepada Shohibul Ma'had Walisongo, KHR Moh Kholil Asad dan pengurus pesantren sehingga tidak ada satupun dari peserta yang merasa tidak nyaman mengikuti konferensi. 

Big event PCNU ini memang harus melahirkan nakhoda sesuai dengan aturan organisasi serta harapan para Muassis NU. Mulai dari pemilihan Ahwa (Ahlul Halli Wal Aqdi), sidang pleno, sidang komisi komisi hingga kepada pemilihan Rois Syuriyah dan Tanfidziyah. 

Banyak yang menilai konferensi kali ini berasa rasa, ada yang menganggap rasa muktamar, karena para tokoh lokalnya adalah kelas nasional, ada juga yang menganggap rasa pilkada, karena diduga ada campur tangan para elit politik di Situbondo. Tapi ini tidak penting dibahas kaŕena hanya akan menjadi bumbu tidak sedap (Bad Seasoning) terhadap perjalanan organisasi kedepan.

Membahas proses konferensi. Kali ini ada peningkatan yang luar biasa. Efek kehangatan kontestasi atau semangat berkonferensi bukanlah menjadi pembahasan utama, akan tetapi keseriusan para peserta sangat terlihat jelas sehingga menarik perhatian saya untuk menyorotinya. Buktinya pada pembahasan Tatib Konferensi saja sampai memakan waktu lama, padahal panitia hanya menjadwalkan 1 jam saja. AD ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) dan POA ( Pedoman Organisasi dan Administrasi) dibahas secara detail sehingga pelaksanaan Konferensi sah secara yuridis.

Di sisi lain, ada kegiatan konferensi yang sangat vital, hasilnya pun juga penentu anggota Ahwa, yakni Tabulasi Ahwa. Tim yang dibentuk harus benar benar hati hati. Sebab, jika dalam sidang yang satu ini ada kejanggalan sedikit maka akan berakibat ternodanya konferensi. Tidak hanya tim yang bertugas, disitu disaksikan oleh beberapa saksi dari MWC dan PWNU.

Tidak ada debatable dalam sidang ini, hanya memastikan antara jumlah daftar hadir peserta dengan jumlah surat usulan Ahwa cocok. Kemudian tim merekap hasil perolehannya dan dituangkan dalam berita acara.

Pada waktu sidang pemilihan, semua peserta konferensi terlihat masih tampak gagah dan tidak ada satupun yang merasa lelah, karena moment inilah yang ditunggu tunggu. Memang ada aura yang tidak biasa. Sebelum ditetapkannya Rois Syuriah terpilih, terlebih dahulu konferensi mencari bakal calon ketua tanfidziyah hasilnya, KH Muhyidin Khotib mendapat 95, KH Zaini Shanhaji terbanyak kedua yakni 82 sedangkan kiai yang lainnya hanya mendapat 1 suara.

Tentu, suasana berubah total, dalam normal kalkulasi kemenangan pasti memihak ke KH Muhyidin Khotib, namun ada Rois Syruriyah terpilih yang akan menentukan. Tak lama dari itu, Tim Ahwa sudah memutuskan KH Zainul Mun'im sebagai Rois Syuriyah terpilih dan akhirnya memakai hak sebagai Rois Syuriyah tidak ada pemilihan lagi, beliau merestui KH Muhyidin Khotib sebagai Tanfidziyah.

Pasca penetapan inilah, ada yang merasa kecewa karena kandidatnya kalah, ada juga yang merasa bangga telah berhasil meraih kemenangan dalam konferensi. Hal itu manusiawi dan sah sah saja, namun pesan yang harus disampaikan pada diri penulis dan khalayak ramai, tak perlu lah berduka bagi yang kecewa dan juga jangan terlalu jumawa bagi pemenang. Karena ini wadah untuk berkhidmat bukan ajang pencarian bakat.

Walhasil, tidak harus jadi pengurus untuk berkhidmat di NU minimal menjaga marwah Ulama' nya itu sudah menjadi bagian dari berkhidmat. Semoga pengurus terpilih mampu menjadi perekat dan pemersatu dalam perbedaan pandangan.

Kalau tidak begitu, maka NU terus akan disibukkan dengan merapikan kader kader berkualitas yang berserakan. Karena di depan mata, Selain tugas keagamaan dan kemasyarakatan, concern NU mampu merangsak serta beradaptasi ke sendi sendi revolusi industri 4.0 dan menyiapkan kebutuhan primer (Dasar) nahdhiyin di era milenial ini.

*) Oleh: Fathullah Uday Penulis adalah santri yang ada di luar pesantren dan Gusdurian Situbondo

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES