Wisata

Menyusuri Kawasan Hutan Urug, Satu-satunya Hutan di Kota Tasikmalaya

Senin, 07 Juni 2021 - 02:30 | 158.04k
Kawasan Hutan Urug di Kecamatan Kawalu merupakan satu-satunya hutan yang tersisa di Kota Tasikmalaya (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)
Kawasan Hutan Urug di Kecamatan Kawalu merupakan satu-satunya hutan yang tersisa di Kota Tasikmalaya (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, TASIKMALAYA – Melintas dan menyusur jalan Desa Urug Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Tepat pukul 15.50 WIB terdengar suara tonggeret yang saling bersahutan di Hutan Urug, mengiringi langkah beberapa petani yang baru pulang dari ladang dan sawah.

Dua Elang Jawa terlihat mengangkasa di atas kawasan Hutan Urug yang terhampar seluas 320 hektar. Hutan Urug kini menjadi satu-satunya hutan yang masih bisa menjadi penyumbang udara segar buat masyarakat Kota Tasikmalaya.

Salah satu tokoh masyarakat pemangku adat masyarakat Urug Dian Hadianto mengungkapkan, wilayah Urug merupakan kawasan hijau yang perlu dipertahankan keberadaannya. Dirinya merasa prihatin keberadaan lingkungan hutan sebagai paru-paru penyangga kota kian hari semakin berkurang karena alih fungsi menjadi kawasan perumahan dan industri.

Seorang-warga-memasuki-Kawasan-dalamHutan-Urug-di-Kecamatan-Kawalu.jpgSeorang warga memasuki Kawasan dalam Hutan Urug di Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Minggu (6/6/21) (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)

"Tasik kota seribu bukit hanya tinggal kenangan, kini tinggal hanya sebuah nama seperti Gunung Pongpok, Gunung Kialir, Gunung Sabeulah, Gunung Pereng, Gunung Kicau, Gunung Komara, Gunung Ceuri, Gunung Daleum serta Gunung Singa yang dulu merupakan sumber mata air yang dikelola PDAM Tasikmalaya KONI berubah fungsi menjadi sebuah hotel," tuturnya.

Padahal menurutnya, keberadaan hutan menjadi salah satu kebutuhan vital bagi manusia, selain menghasilkan udara yang kita hirup, hutan pun sebagai penyangga air bagi penunjang kehidupan manusia.

"Moal aya cai, lamun euweuh kai, moal aya kai lamun euweuh leweung (Tidak akan ada air, kalau tidak ada pohon, tidak akan ada pohon kalau tidak ada hutan),” ungkapnya.

Tokoh-masyarakat-pemangku-adat-masyarakat-Urug-Dian-Hadianto-di-Kawasan-Hutan-Urug.jpgTokoh masyarakat pemangku adat masyarakat Urug Dian Hadianto di Kawasan Hutan Urug, Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya,  Minggu (6/6/21) (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)

Untuk mempertahankan keberadaan hutan ini, dirinya bersama masyarakat di wilayah Urug menolak rencana tata ruang untuk penggunaan kawasan perumahan, karena menurutnya akan menjadi permasalahan baru yang datang bagi lingkungan.

Selain itu, dia juga menyikapi tentang maraknya pengembangan pembangunan destinasi wisata alam yang hampir menyeluruh di beberapa desa. Dirinya berpendapat pembangunan wisata tidak harus dengan mengedepankan tujuan peningkatan sektor ekonomi saja, tanpa memikirkan kerusakan alam karena dampak dari pembangunan destinasi wisata.

"Destinasi wisata itu jangan dibangun, apalagi orientasinya berinvestasi untuk mendapatkan keuntungan. Lebih baik wisata itu muncul karena efek dari pemeliharaan lingkungan yang baik sehingga menghasilkan kenyamanan dan keindahan. Kata kunci wisata itu kan berawal dari adanya satu keunikan dan keindahan," tuturnya terkait rencana pengembangan Hutan Urug sebagai tempat wisata. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES