Calon Arang, Mpu Barada dan Penanganan Pandemi di Indonesia
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Bangsa Indonesia itu dikenal salah satu bangsa yang punya banyak hantu. Ada kuntilanak, gendruwo, banaspati, wewe gombel, kuyang, leak, sundel bolong, pocong, tuyul dll . Konon ada 40 lebih. Hantu dulu digunakan untuk mengingatkan bahwa ada kekuatan lain yang di luar kendali manusia. Misalnya : jangan menebang pohon karena ada gendruwo penunggunya yang bisa mencelakai kita. Padahal ini sebenarnya cara nenek moyang kita menjaga lingkungan dan eko sistem . Jangan menebang pohon sembarangan.
Kadang- kadang hantu juga dimanfaatkan untuk mengingatkan anak2 agar kalau sudah maghrib jangan ke luar rumah nanti bisa diculik wewe gombel. Atau kalau sedang ada pageblug jangan keluar rumah. Ini kan kearifan lokal masa lalu untuk menyampaikan pesan " stay at home" , tinggal di rumah, karena di luar sedang berjangkit penyakit menular.
Orang Indonesia juga dikenal suka film dengan genre hantu. Dari mulai era film Ratu Ilmu Hitam, Kuntilanak, Beranak Dalam Kubur hingga era film Kafir dan Suster Ngesot.
Sayangnya belakangan ini bangsa Indonesia salah memilih cerita hantu.
Hantu yang sering diramaikan dewasa ini di medsos adalah hantu TKA China , bahwa ada serbuan TKA China ke Indonesia. Atau hantu Palestina, untuk menakut-nakuti ummat jika tidak membela Palestina berarti tidak membela Islam. Bahkan dicap kafir. Padahal isu Palestina bukan soal perang agama, melainkan soal kemanusiaan dan sejak Pemerintahan Soekarno hingga Pemerintahan Jokowi , Indonesia memang konsisten mendukung bangsa Palestina.
Akibat cerita hantu dari luar itu lebih banyak disebarluaskan, sebagian masyarakat kita lupa bahwa saat ini ada hantu yang lebih menakutkan dari pada dua hantu di atas. Hantu yang ada di depan mata yakni : hantu Covid 19, dan hantu kebodohan.
Karena ketidak percayaan, dan mengabaikan "hantu" covid 19 ini , jangan heran jika korban hantu Covid 19 terus berjatuhan. Terakhir yang paling menyedihkan adalah apa yang terjadi di Kudus.
Memang hantu covid 19 sudah mulai ditakuti sebagian masyarakat kita. Masalahnya bangsa Indonesia selalu agak terlambat menyadari hal-hal semacam itu.
Legenda kuno mengenai pandemi atau pageblug di negeri kita yang tercatat dalam sejarah adalah pageblug yang konon disebabkan oleh "Calon Arang" , yang berjangkit di kerajaan Kediri pada jaman Raja Airlangga yang bertahta tahun 1006-1042 Masehi. Setelah korban banyak yang meninggal barulah, masyarakat berupaya untuk mencari cara menangani pageblug dengan lebih sungguh-sungguh. Ternyata cara mengatasi pandemi itu ada di tangan Mpu Barada.
Kalau kita teliti membaca catatan sejarah, bisa jadi Calon Arang itu hanya dijadikan kambing hitam saja ketika ada pageblug di Kediri. Kemungkinan besar yang sedang terjadi pada saat itu lebih karena persoalan kecemburuan sosial politik saja. Barangkali karena Calon Arang perempuan kaya yang pengaruhnya besar, berkuasa, dan cantik atau punya anak cantik yang jadi rebutan kaum elite jaman itu.
Cerita Calon Arang ini sungguh sangat kaya karena ada unsur sosial politik, perebutan kekuasaan, persoalan pageblug bahkan juga soal cinta, fitnah dan desas-desus atau "hoax". Mirip yang sedang terjadi di negeri kita saat ini.
Di Bali konon ada catatan lontar mengenai penanganan pandemi di masa lalu, meskipun sederhana. Namanya Gering Agung.
Menggali catatan masa lalu mengenai pageblug dan cara-cara menanganinya, sebaiknya terus kita lakukan karena bisa dijadikan rujukan berharga untuk komunikasi Pemerintah kepada masyarakat.
Cerita Calon Arang dan Empu Barada yang intinya adalah soal pandemi atau pageblug, bisa dikembangkan untuk dipentaskan dalam berbagai media seni seperti, opera, sendratari, ketoprak, operet dan lain- lain dengan menitipkan pesan protokol kesehatan secara sangat halus seperti keharusan tinggal di rumah jika ada pageblug, persis seperti ketika jaman Calon Arang dulu ketika ada pandemi lebih seribu tahun yang lalu.
Jujur saja kampanye publik mengenai pandemi dengan pendekatan seni budaya masih sedikit sekali kita lakukan sejak pandemi merebak awal tahun lalu.
Sudah saatnya para seniman dan budayawan dilibatkan secara lebih luas dan sungguh-sungguh dalam penanganan pandemi.
Demikian pula upaya serius untuk lebih melibatkan para tokoh masyarakat dan para pemimpin informal di kalangan rakyat untuk membantu pemerintah mengendalikan pandemi Covid 19 harus terus dilakukan. Karena sudah dapat dipastikan bahwa kita masih akan berjuang menanani pandemi ini dalam beberapa tahun ke depan.
Ayo bangun, bangun......bangunlah jiwanya, bangunlah badannya..... untuk Indonesia Raya.
*) Penulis: Sigit Pramono Ketua Umum Gerakan Pakai Masker.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
***
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Advertisement
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |