Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Surat Kedua: Untuk Perempuan Indonesia

Sabtu, 05 Juni 2021 - 10:10 | 32.30k
Abdul Wahid, Dosen Universitas Islam Malang (UNISMA) dan penulis Buku.
Abdul Wahid, Dosen Universitas Islam Malang (UNISMA) dan penulis Buku.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Hubungan kesederajatan tampaknya belum membumi di masyarakat. Terbukti,  kekerasan dalam rumah tanngga (domestic violence) misalnya, yang mengorbankan perempuan sebagai obyek kekerasan seksual, pemaksaan perempuan untuk bekerja, dan diskriminasi di berbagai bentuknya, masih menjadi  wajah buram masyarakat. Berbagai bentuk kekerasan masih demikian sering menumbalkan perempuan, yang tidak sedikit diantaranya sampai mengalami cacat fisik serius dan meninggal dunia.

Meski perempuan dalam posisi tidak berdaya akibat kekerasan yang dilakukan suami, secara umum mereka belum menunjukkan keberaniannya secara total untuk melakukan perlawanan atau menggelar ”oposisi” dalam keluarga. Mereka terkadang lebih memilih diam dalam keterjajahan daripada mengungkap kasus yang dihadapinya kepada publik, apalagi memperkarakannya secara hukum hingga tuntas terhada siapa yang melakukan praktik dehumanisasi atau ketidakadilan pada dirinya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Kasus kekerasan dalam rumah tangga atau lazim disebut KDRT ternyata hanya sekitar 10 prosen saja yang sampai disidangkan di pengadilan. Pasalnya, istri yang menjadi korban kebanyakan mencabut tuntutannya begitu saja  setelah melaporkannya ke kepolisian. Bahkan ada yang berkasnya sudah lengkap dan sudah siap dilimpahkan ke kejaksaan, tetapi tiba-tiba dicabut oleh korban yang bersangkutan.

Kalau dilacak akar kriminogen kasus tersebut, masyarakat kita masih terjebak dalam suatu kesalahan tafsir agama, politik, pendidikan, dan budaya yang menempatkan status lelaki berada dalam superirotas dan hegemonik, sementara perempuan sebatas “konco wingking”, suwargo manut-neroko katut (masuk surga atau masuk neraka ikut lelaki) atau pelengkap penderita. 

Namanya saja pelengkap penderita, maka seolah perempuan itu sah hukumnya untuk menerima perlakuan-perlakuan yang bermodus dehumanisasi. Perempuan diperlakukannya tidak lebih dari sebuah obyek dari sistem sosial-budaya yang memperlakukannya secara tidak adil dan egaliter.

Laela (2016) dalam penelitiannya pernah menyebutkan, bahwa kekerasan domestik itu terjadi karena masih kuatnya budaya yang menempatkan posisi perempuan sebagai “warga klas dua” atau subordinasi keluarga. Ia ditempatkan oleh masyarakat bukan sebagai subyek atau pilar utama yang mempunyai kesederajatan kedudukan di samping lelaki. Ia belum diakui kalau peran-peran strategisnya sebagai pendidik anak-anak, pembebas kebodohan, pemacu perkembangan intelektualitas anak,  dan penopang ekonomi keluarga, sebenarnya layak distigma sebagai ”perempuan pemerdeka”.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Fakta lain yang terbaca, bahwa perempuan di negeri ini secara umum masih dianggap sebagai subordinasi kultural, pendidikan, dan politik, yang keberadaannya bukan sebagai penentu, melainkan lebih ditentukan oleh lelaki.  Perempuan di negeri ini baru sebagian yang bisa memberikan warna berwibawa.

Akibat perlakuan demikian itu, terbukalah peluang yang membuat kaum lelaki merasa superior, yang konsekuensinya berhak mengatur, mendikte, dan memperlakukan perempuan dengan semena-mena, padahal praktik demikian mengabsahkan dan melanggengkan  potret “masyarakat budak”. Perlakuan yang demikian ini tidak bisa tidak, salah satu akar kesalahannya juga terletak pada diri perempuan yang menenyerah diperlakukan sebagai subordinasi, dan bukan sebagai subyek dalam ranah egalitarianisasi. Semakin lama kesalahan ini dipertahankan oleh perempuan, maka jelas semakin lama pula penderitaan dalam bentuk ketidakberdayaannya.

Di UNISMA sudah banyak kebijakan atau teladan yang menempatkan perempuan benar-benar sederajat disamping laki-laki. Ketika mereka bisa menunjukkan kelebihannya sebagai perempuan atau tenaga pengajar, mereka pun mendapatkan tempat atau pengakuan sebagai subyek didik yang berprestasi atau sang inovator dan kreator. Mereka diberi apresiasi untuk menjadi subyek didik yang punya otoritas keilmuan dan mentransformasikannya demi kepentingan besar bangsa, khususnya kepentingan institusi.

Perempuan UNISMA secara berangsur-angsur merubah kerangka berfikirnya dengan membentuk dirinya sebagai subyek perubahan. Kalau selama ini di masyarakat, perempuan mengaggap atau kadang terseret dalam asumsi yang membenarkan apa yang dilakukan oleh lelaki sebagai ”sumber segala sumber”, maka setidaknya dari instititusi tertetentu, pemahaman seperti itu sudah berubah akibat berbagai langkah spektakuler yang dilakukan oleh perempuan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Memang suatu kesalahan jika perempuan di jaman now ini tidak berani melakukan perlawanan atau tidak menggugatnya secara hukum hingga tuntas ketika ada perlakuan lelaki yang berpola mendehumanisasikan dirinya, karena perempuan adalah subyek egaliter yang juga sebagai ”khalifah fil ardl” yang mempunyai peran dalam menentukan terjadinya perubahan di tengah kehidupan bermasyaraka dan berbangsa.

Ketakutan dan pemahaman yang salah di kalangan perempuan wajib dijadikan “proyek” perjuangan gender oleh kalangan perempuan. Disinilah perempuan Indonesia harus menunjukkan dirinya sebagai kelompok yang berbeda. Kalau perempuan Indonesia sudah menempatkan dirinya sebagai pelaku sejarah, maka ”kreasi-kreasi” kesejarahannya yang bertemakan pemerdekaan kaumnya benar-benar ditunggu pembuktiannya. Pemerdekaan ini bermaknakan sebagai upaya sekuat tenaga dalam menghadirkan perubahan besar di tengah masyarakat.

Perempuan-perempuan Indonesia harus melahirkan subyek didik, khususnya mahasiswi-mahasiswinya untuk berani membedah segala bentuk penyakit atau virus yang melemahkan bangsa Indonesia. Apa saja yang membuat manusia Indonesia, khususnya perempuannya, menjadi obyek, harus dibersihkan atau disadarkan supaya perempuan-perempuan Indonesia terus berusaha menghadirkan perubahan yang mencerahkan kehidupan masyarakat dan bangsa ini. ***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Abdul Wahid, Dosen Universitas Islam Malang (UNISMA) dan penulis Buku.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES