Kopi TIMES

Pancasila Bukan Hanya Jargon Belaka

Rabu, 02 Juni 2021 - 14:28 | 98.28k
Ahmad Mahfud, Bidang Kaderisasi dan Pengembangan Intelektual PC PMII Bondowoso.
Ahmad Mahfud, Bidang Kaderisasi dan Pengembangan Intelektual PC PMII Bondowoso.

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Pancasila sangat penting bagi bangsa Indonesia karena berperan sebagai pemersatu bangsa. Oleh karena itu Pancasila juga membimbing para pejuang mencapai Indonesia berdaulat adil dan makmur. Dengan demikian sebagai warga negara yang baik, sebaiknya kita memahami latar belakang terbentuknya Pancasila.

Bermula dari Pidato Ir. Soekarno yang menyampaikan gagasan mengenai dasar negara Sejarah Singkat Lahirnya Hari Pancasila, Sampai Ditetapkan Menjadi Dasar Negara. Pada tanggal 29 Mei Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) mengadakan rapat dengan tema dasar negara. Sayangnya, hingga beberapa hari rapat berlangsung belum bisa menemukan titik terang mengenai dasar negara.

Ir. Soekarno diberikan kesempatan memberikan pidato pada tanggal 1 Juni 1945. Dalam pidatonya tersebut beliau menyampaikan gagasan mengenai dasar negara Indonesia dengan sebutan Pancasila. Mendengar pidato yang disampaikan, BPUPKI memutuskan untuk membentuk panitia kecil guna menyusun dasar negara dengan pedoman pidato yang disampaikan oleh Ir. Soekarno.

Melalui diskusi antara panitia kecil dan BPUPKI, terbentuklah panitia 9 yang terdiri dari Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Mr. AA Maramis, Wahid Hasjim, dan Mohammad Yamin. Panitia 9 inilah yang merumuskan naskah Rancangan Pembukaan UUD dan menjadikannya teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Sebagai dasar, ideologi, dan falsafah bangsa, Pancasila selalu diuji ketahanannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang multikultural seperti Indonesia. Sejak disahkannya sebagai asas dan landasan negara, mulai dari jaman awal kemerdekaan dan bahkan sampai dewasa ini, Pancasila selalu menarik untuk dibicarakan. Ini menunjukkan bahwa semakin penting sebuah peristiwa maka semakin tinggi nilai simboliknya, sehingga semakin terbuka dan semakin menarik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pancasila sebagai ideologi, berarti Pancasila merupakan landasan/ide/gagasan yang fundamental dalam proses penyelenggaraan tata pemerintahan suatu negara. mengatur bagaimana suatu sistem itu dijalankan. Hubungan pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia adalah bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila itu menjadi cita-cita normatif bagi penyelenggaraan bernegara.

Dengan begitu, sudah sewajarnya apabila Pancasila diamalkan dalam seluruh aspek kehidupan. Akan tetapi, contoh yang paling menggambarkan makna Pancasila sebagai ideologi negara adalah dengan mengamalkan nilai Pancasila di bidang politik. Contoh penerapan nilai–nilai pancasila dalam bidang politik ada banyak sekali bentuknya. Sebagai contoh, pemilihan umum yang dilakukan secara langsung, sebagai perwujudan dari sila ke-empat. Dan juga, penetapan kebijakan – kebijakan yang lebih mementingkan kepentingan rakyat dari pada kepentingan pribadi atau golongan. Hal itu sesuai dengan Pancasila yang kelima.

Sebagai warga negara indonesia kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai yang ada dalam pancasila dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, berbangsa dan bernegara karena pancasila adalah pedoman hidup, jangan mudah terpengaruh oleh budaya asing yang masuk ke negara kita. kita harus menyeleksi dan tidak menerima begitu saja pengaruh yang masuk kedalam negara kita karena tidak semuanya sesuai dengan kepribadian bangsa kita.

Tidak hanya itu kita khususnya genarasi penerus bangsa atau dikenal kaum sarungan tepatnya santri, harus paham betul bagaimana ulama' pendahulu kita benar-benar berjuang demi tegaknya bangsa Indonesia ini. Perlu kita ketahui begitu Banyak di antara ulama NU seperti KH Wahid Hasyim, KH Masykur dan lain sebagainya menjadi anggota BPUPKI yang bertugas merumuskan dasar negara dan undang-undang dasar. Dengan sendirinya beliau ikut dalam merumuskan Pancasila dan UUD 1945.

Karena itu NU membela hasil kesepakatannya sendiri saat Indonesia dihadang oleh berbagai pemberontakan yang hendak mengganti NKRI. Tetapi celakanya di tangan Orde Baru Pancasila telah menjadi alat politik yang menentukan, sebagai sarana untuk mendiskiminasi dan menstigma kelompok lain. NU setia pada Pancasila karena itu menolak segala penyimpangan penafsiran dan pengamalan Pancasila serta penerapan di luar batas seperti itu. 

Saat Orde Baru mendesak bagaimana semua organisasi tidak hanya organisasi politik, tetapi juga organisasi kemasyarakatan untuk menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas, oleh karena itu banyak organisasi yang curiga, enggan dan menolak, terutama ormas keagamaan, tidak hanya Islam tetapi juga agama yang lain.

Melalui pembicaraan yang intensif antara KH. As’ad Syamsul Arifin dan juga KH Ahmad Siddiq dengan Presiden Soeharto bahwa Pancasila tidak akan menggeser agama dan agama tidak akan dipancasilakan, maka NU mau menerima Pancasila sebagai asas organisai, tanpa harus meninggalkan Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai dasar akidahnya.

Tidak sedikit kalangan ormas Islam yang lain berterima kasih pada NU yang mampu berpikir cerdik dan strategis dalam memecahkan persoalan sangat pelik yakni hubungan agama dengan Pancasila, tetapi dengan kecemerlangannya NU mampu meletakkan hubungan yang proporsional antara agama dan Pancasila, sehingga mereka bisa menerima Pancasila secara proporsional pula. Bahkan agama-agama lain merasa sangat berterima kasih pada NU atau kemampuannya merumuskan hubungan Agama dengan Pancasila.

Pada saat undang-undang mengenai penerapan asas tunggal diberlakukan pada tahun 1985, maka jalan yang dirintis NU telah mulus, hingganya hampir semua ormas besar dan agama-agama resmi menerimanya. Hanya saja beberapa ormas Islam sempalan yang masih menentang Pancasila. Itulah jasa besar NU dalam menegakkan Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara Republik Indonesia serta dasar bagi ormas yang ada. Adapun bunyi lengkap deklarasi hubungan Pancasila dengan Islam. 

Pertama, Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesi bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama. Kedua, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menjiwai sila-sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam. Ketiga Bagi Nahdlatul Ulama, Islam adalah akidah dan syari’ah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antarmanusia.

Keempat Penerima dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syari’at agamanya. Kelima Sebagai konsekuensi dari sikap di atas, Nahdlatul Ulama berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya yang murni dan konsekuen oleh semua pihak.

***

*)Oleh: Ahmad Mahfud, Bidang Kaderisasi dan Pengembangan Intelektual PC PMII Bondowoso.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES