Kopi TIMES

Mimpi Pancasila di Negeri Palestina

Selasa, 01 Juni 2021 - 09:20 | 56.92k
Akhmad Bayhaqi Kadmi, Kolumnis Dakwah Media Ummat/ Humorolog.
Akhmad Bayhaqi Kadmi, Kolumnis Dakwah Media Ummat/ Humorolog.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Hari ini Hari Pancasila. Ingatan saya melayang ke Palestina. 1 Juni 1945 sebagai penanda  kesepakatan tunggal kebinekaan Indonesia, sebelum republik resmi merdeka. Saya tiba-tiba teringat sebuah nama, seseorang yang amat gigih bermimpi Pancasila di negeri Palestina.

Seorang lelaki gempal yang saya kenal di tahun 1990 an. Bernama Ribbie Awwad. Entah mengapa nama beliau saya ulik di google tidak ada. Padahal seharusnya ia lebih terkenal daripada saya. Ia duta besar negeri Palestina untuk Indonesia, era pemimpin PLO Yasser Arafat. Saya kaget, namanya tak terlacak di sosmed. Padahal beliau, dulu kerap ditulis di media tanah air.

Sebegitu juga Palestina. Negara di Timur Tengah antara Laut Tengah dan Sungai Yordan. Status politiknya politiknya masih dalam perdebatan. PBB juga tak bergegas memberi ketegasan. Padahal sebagian besar negara di dunia, termasuk negara anggota OKI, Liga Arab, Gerakan Non Blok, dan ASEAN telah mengakui keberadaan Republik Palestina. Indonesia tegas mendukung Palestina sejak 1988, di era Presiden Soeharto.

Atas sebab itu pula, google tak pernah punya pembelaan atas Palestina. Lihat peta  dunia, tak pernah menulis Palestina. Peta hanya menulis Israel. Rishon Lezion, Tel Aviv dan Jerusalem, wilayah terkenal yang konon secara bolak-balik diakui Israel sebagai ibukota.  Saya menduga ini kenaifan disengaja di balik arus dunia maya per-google-lan.

Jerusalem secara mendasar juga hak Palestina. Gerakan zionis Israel merampasnya. Dengan sejuta alasan, tanah leluhur bangsa Yahudi. Meskipun  kaum Yahudi juga menghuni Palestina, Israel terus mabuk berkuasa. Kejam, tak tahu diri. Amerika, mentor Israel, kerap menawarkan Jerusalem dibagi berdua Israel-Palestina, namun bertahun-tahun terus jadi wacana. Melambung dibahas ketika konflik dan perang berkecamuk. Gencatan senjata, berunding, namun kelak perang lagi tanpa kesudahan. Rakyat muslim, non muslim, wanita dan anak-anak terus bercecer darah akibat korban ambisi perang. 

Dengan sorot mata galau, Mr Ribbie Awwad, berucap pada saya 25 tahun lalu, di Universitas Merdeka Malang. “Tel Aviv hanya ibukota simbolik bagi Israel. Akan halnya Jerusalem, ingin diklaim kota leluhur dalam kitab suci. Ujud senyatanya, ibukota Israel adalah Washington”, ucap Ribbie sangat gusar. Di antara marah yang ia pendam, lelaki berdarah Yordan, ini bahagia melihat bendera Palestina lebih bebas berkibar di langit Indonesia. Sementara kadang tak jenak berkibar di negerinya sendiri. Indonesia sahabat terindah bagi Palestina. Ia merasakan kebaikan tak terhingga orang Indonesia pada cita-cita Palestina merdeka. Bantuan mengalir dalam banyak hal. Meski pun, rasanya seolah mengemis kemerdekaan tanpa henti.

“Anda punya Pancasila. Itu mahal harganya. Saya ingin impor Pancasila ke dunia Arab. Jazirah Arab, hanya terdiri tak kurang dari 5 suku saja. Bahasa Arab yang kami gunakan nyaris sama, namun kami terbelah menjadi 18 negara. Sedangkan di Indonesia ragam suku, tak kurang 340 etnis. Ada sekitar 668 bahasa, namun anda bersatu dalam satu negara. Itu sangat hebat. Takdir indah untuk Indonesia.”

Pancasila, tak perlu disoal. Ia sudah sempurna sebagai dasar negara. Keampuhannya terbukti. Indonesia yang bhinneka jadi tunggal Ika bahkan sebelum merdeka. Tokoh bangsa Arab yang dari Palestina dan semua mata dunia mengaguminya. Maka sebenarnya syukuri nikmat Pancasila. Sempurnakan saja langkah moral kita untuk terus dalam aral Pancasila.

***

*)Oleh: Akhmad Bayhaqi Kadmi, Kolumnis Dakwah Media Ummat/ Humorolog. 

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES