Kopi TIMES

Pancasila Ikat Semua Perbedaan di Masa Pandemi

Jumat, 28 Mei 2021 - 23:41 | 69.74k
Ubaidillah Faqih, Pemerhati Sosial di Kota Probolinggo.
Ubaidillah Faqih, Pemerhati Sosial di Kota Probolinggo.

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Pancasila lahir dengan rumusan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang digagas dan dirumuskan oleh para tokoh bangsa dengan semangat perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia di mata dunia. Lahir pada tanggal 1 Juni 1945, Pancasila menjadi dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mengikat erat seluruh elemen bangsa di tanah air dari berbagai macam suku, ras dan budaya yang berbeda dalam satu bingkai.

Dalam merumuskan Pancasila, persatuan dan kesatuan seluruh bangsa Indonesia menjadi pertimbangan utama. Inilah yang menjadi alasan kenapa Pancasila hingga saat ini tak kehilangan relevansinya dengan perkembangan zaman.

Nilai-nilai keluhuran yang terkandung di dalamnya sangat sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang sarat akan keseimbangan dan keharmonisan sebagaimana nenek moyang kita dulu mewariskannya.

Karena mengandung nilai-nilai kebaikan yang bahkan ajarannya pun tak berlawanan dengan ajaran agama manapun, Pancasila menjadi kekuatan yang besar mengikat kesadaran seluruh elemen bangsa Indonesia. Sehingga tak akan mampu dipecah belah oleh kekuatan manapun, mulai dari kesadaran akan ketaatan kepada Tuhan yang Maha Esa, hubungan kemanusiaan, persatuan hingga hubungan berbangsa dan bernegara yang berkeadilan.

Pada saat Pandemi Covid-19 sekarang ini, di mana seluruh sendi-sendi kehidupan sempat terpukul akibat dampak sosial dan ekonomi, semangat Pancasila menggugah kesadaran setiap masyarakat Indonesia senasib dan sepenanggungan untuk bersatu memutus mata rantai Covid-19. Dan mendukung seluruh program dan kebijakan pemerintah tentang percepatan dan penanganan Covid-19 di tanah air.

Implementasinya adalah meningkatkan rasa solidaritas dan kepekaan terhadap sesama, saling membantu gotong royong menyelesaikan segala persoalan dan segala yang dibutuhkan di masa pandemi guna mencapai kepentingan yang lebih besar dalam hal percepatan pemulihan kesehatan maupun ekonomi.

Selain itu, Pancasila juga berbicara tentang keadilan sosial. Keadilan tidak sekadar berbicara tentang kesejahteraan pribadi dan golongan. Tapi lebih kepada mewujudkan kesejahteraan seluruh masyarakat.

Dalam hal ini, di masa pandemi banyak masyarakat yang membutuhkan uluran tangan. Sehingga golongan yang kuat harus merangkul yang lemah, salinglah menengok tetangga sebelah kita yang membutuhkan dan menunjukkan bahwa kita adalah bangsa yang kuat dan mampu mengadapi semua tantangan ini.

Inilah cerminan perilaku Pancasila yang harus ada dalam dada kita dan direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari. Semangat ini akan mengubah kita dari yang sebelumnya individualis menjadi pluralis, dari yang apatis menjadi lebih peduli dan terbuka terhadap lingkungan.

Namun, bukan berarti falsafah ini hanya berlaku di saat-saat pandemi seperti sekarang ini. Nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup akan ada sampai kapan pun. Pancasila akan tetap selalu ada dan tak akan kehilangan supremasinya di dalam menjaga rasa persatuan dan kesatuan seluruh bangsa ndonesia. 

Sila pertama adalah "Ketuhanan Yang Maha Esa". Realitas ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang kita miliki di dunia ini karena kehendak-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Dengan demikian, segala bentuk materi yang kita miliki sejatinya adalah digunakan sebaiknya-baiknya untuk memberikan manfaat dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan sebagiannya menjadi hak dan milik orang lain yang membutuhkan.

Berangkat dari realitas pertama, seseorang akan berangkat pada realitas yang kedua yaitu  "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab". Seperti halnya hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia haruslah seimbang.

Tuhan tidak hanya hadir untuk kesalehan pribadi sesorang, tapi juga hadir untuk alam semesta. Segala problematika dan kesulitan di masa pandemi harus diselesaikan dengan kesalehan sosial, sebab tingkat kesalehan sosial mencerminkan nilai Ketuhanan dalam diri seseorang. Semakin besar nilai ketuhanan dalam diri seorang, semakin besar pula hubungan sosial dengan sesamanya.

Jelas, kecintaan kita kepada Tuhan yang Maha Esa tak akan menyurutkan semangat kita untuk saling membantu saudara-saudara kita yang terdampak ekonomi dan sosial. Kecintaan kita kepada Tuhan tidak akan berdampak apa-apa jika kita tidak bisa mencintai sesama manusia.

Dengan demikian, hubungan antara konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab memiliki keterikatan yang kuat. Korelasi di antara keduanya sejalan dan beriringan. Realitas pertama (hablu minallah) akan memberikan bekas yang kuat pada diri seseorang untuk menuju pada realitas yang kedua (hablu minan naas). Begitu pula sebaliknya.

Sila ketiga adalah "Persatuan Indonesia". Tak peduli seberapa besar gelombang isu perpecahan yang digunakan untuk memecah belah bangsa ini, selama sila pertama dan sila kedua dipegang kuat, bangsa ini akan selalu berada dalam jati dirinya yaitu bangsa yang cinta damai dan kasih sayang.

Solidaritas dan toleransi menjadi cerminan bangsa yang majemuk namun tetap menjaga nilai persatuan dan kesatuan. Sehingga segala bentuk kekerasan, separatisme, terorisme dan ideologi-ideologi lain yang berpotensi memecah belah bangsa tak akan memiliki ruang lagi di bumi pertiwi ini.

Memang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak bisa lepas dari berbagai macam perbedaan, baik perbedaan pendapat, kepentingan maupun tujuan. Namun, musyarawah untuk mencapai mufakat menjadi jalan bersama mencapai keputusan agar tidak terjadi perpecahan dan permusuhan.

Sportivitas dalam menerima dan mendukung setiap keputusan yang telah dibuat adalah cerminan dari sila keempat "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.

Dalam konteks ini, dukunglah semua program pemerintah dalam hal penanganan dan percepatan pemulihan kesehatan dan ekonomi nasional. Misal dengan membeli produk-produk UMKM lokal, perilaku hidup sehat dan bersih, menerapkan protokol kesehatan, dan ikut menjaga program vaksinasi nasional yang diselenggarakan secara bertahap dari gempuran isu-isu hoax dan menyesatkan.

Jika semua telah kita lakukan dalam realitas kehidupan kita sehari-hari, maka secara otomatis akan tercipta tatanan kehidupan yang adil dan bermartabat, sebagaimana sila kelima "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Seluruh elemen masyarakat sama-sama mengambil peran dan fungsinya masing-masing.

Di masa pandemi, di mana banyak kelompok masyarakat terdampak secara ekonomi dan sosial, kelompok yang kuat akan menjaga yang lemah, kelompok yang kaya akan membantu saudaranya yang miskin, yang tua mengayomi yang muda dan yang muda menghormati yang tua. Sungguh sebuah kondisi yang harmonis dalam bingkai kehidupan berpancasila.

Bangsa ini sudah lama dikenal sebagai bangsa yang ramah, suka membantu orang lain, dan memiliki jiwa gotong royong. Maka sudah seharusnya masyarakat dan pemerintah saling bersinergi mendukung pengendalian dan mitigasi penyebaran covid-19 di lingkungan masing-masing. Tanpa dukungan dan partisipasi masyarakat, program pemerintah tidak akan berjalan dengan baik.

Kesalahan-kesalahan yang telah terjadi haruslah menjadi koreksi bersama yang secara simultan dilakukan pembenahan dan perbaikan. Bukanlah mencaci maki dan mencari-cari kesalahan apalagi disertai dengan ujaran-ujaran kebencian yang dapat memantik konflik sosial. Negeri ini dibangun dengan rasa persatuan dan kesatuan bukan atas rasa kepentingan sendiri-sendiri.

Begitulah pentingnya arti Pancasila di dalam memahami persatuan dan kesatuan di masa pandemi. Jangan sampai pandemi dijadikan alasan lahirnya kebencian, menebar permusuhan dengan isu-isu hoax yang justru dapat menambah kepanikan dan kebingungan masyarakat.

Bangsa ini sudah terlalu lama belajar dari kepahitan masa silam, di mana selama berabad-abad lamanya dijajah oleh kolonilaisme dengan kekuatan politik adu domba. Bangsa ini juga telah belajar dari pengalaman bangsa-bangsa lain seperti negara di timur tengah yang hancur karena perang saudara. Hingga pada saatnya kita semua sadar bahwa perpecahan pada gilirannya hanya akan menghancurkan masa depan kita sendiri.

Kembalilah pada Pancasila dan mengingatnya sebagai warisan luhur bangsa, dengan demikian Pancasila akan mengikat semua bentuk perbedaan yang ada mulai dari perbedaan agama, suku, ras dan budaya. (*)

***

*)Oleh: Ubaidillah Faqih, Pemerhati Sosial di Kota Probolinggo.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES