Kopi TIMES

PP 56 tahun 2021: Harapan Baru bagi Musisi

Jumat, 28 Mei 2021 - 09:20 | 55.87k
Nugraha Pratama Adhi, S.T., M.HP.-Konsultan Kekayaaan Intelektual-Sentra KI Universitas Ciputra.
Nugraha Pratama Adhi, S.T., M.HP.-Konsultan Kekayaaan Intelektual-Sentra KI Universitas Ciputra.

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Untuk melahirkan suatu karya cipta musik atau lagu, seorang musisi ataupun komposer memerlukan pengorbanan baik dalam bentuk tenaga, waktu, pikiran, dan biaya yang tidak sedikit jumlahnya. Sehingga di dalam Undang Undang 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, pencipta atau komposer diberikan hak eksklusif untuk suatu jangka waktu tertentu mengeksploitasi karya ciptanya.

Dengan demikian, segala biaya dan tenaga untuk melahirkan ciptaan tersebut dapat diperoleh kembali. Indonesia telah memiliki Undang-Undang Hak Cipta, namun masalah royalti, belum banyak dipahami oleh pelaku industri musik itu sendiri.

Hak Kekayaan Intelektual pada umumnya memiliki 2 (dua) hak yang secara umum telah dimilikinya, yaitu hak moral dan hak ekonomi tak terkecuali hak cipta. Hak moral adalah hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta (Pasal 5 UU 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta). Sedangkan hak ekonomi adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatpatkan manfaat ekonomi atas ciptaan (Pasal 8 UU 28 tahun 2014 tentang Hak cipta).

Di Indonesia hak ekonomi yang terkandung dalam hak cipta berbentuk:

1.       Performing right yaitu hak mengumumkan atau mempertunjukkan atau empertontonkan suatu karya cipta untuk kepentingan komersial.

2.       Broadcasting right yaitu hak menyiarkan suatu ciptaan

3.       Reproduction Right adalah hak reproduksi suatu ciptaan

4.       Mechanical Right adalah hak menggandakan dalam bentuk lain secara mekanik (kaset, cd dsb).

5.       Printing right adalah hak mencetak (lagu, majalah, buku dsb)

6.       Synchronization right adalah hak untuk menggunakan lagu untuk video, film dsb

7.       Advertising Right adalah hak memproduksi lagu untuk iklan komersial melalui TV atau radio

8.       Distribution right adalah hak untuk melakukan distribusi.

Royalti adalah imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait (Pasal 1 UU no 28 tahun 2014 tentang hak cipta). Atau dalam sederhananya royalti adalah bentuk pembayaran yang dilakukan kepada pemilik hak cipta atau pelaku (performers), karena menggunakan kepemilikannya. Royalti yang dibayarkan didasarkan pada prosentase yang disepakati dari pendapatan yang timbul dari penggunaan kepemilikan atau dengan cara lainnya.

Royalti terhadap hak musik dan lagu telah coba diterapkan di Indonesia pada masa yang lampau tetapi masih jauh dari harapan. Musisi dan pencipta lagu masih belum mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak mereka. Hingga tahun 2014, dimana pada UU no 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta khususnya pasal 35 ayat 2 dan 3 telah diatur, namun dalam pelaksanaannya masih banyak terjadi pelanggaran.

PP 56 tahun 2021 adalah petunjuk teknis tentang  royalti menurut amanat UU no 28 tahun 2014 khususnya pasal 35. PP 56 tahun 2021 memiliki semangat untuk melakukan perlindungan dan kepastian hukum terhadap pencipta, pemegang hak cipta dan pemilik hak terkait hak ekonomi terhadap penggunaan lagu secara komersial serta memiliki tujuan mengoptimalkan pengelolaan royalti hak cipta terhadap pemanfaatan ciptaan dan produk terkait di bidang musik.

Terdapat beberapa hal yang diatur dalam PP 56 tahun 2021 tersebut, yaitu:

1.       Penggunaan layanan public yang bersifat komersial

2.       Pembayaran royalty kepada pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemilik hak terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). LMKN ini mempresentasikan pencipta dan pemilik hak tekait

PP 56 tahun 2021 juga memberikan tugas kepada LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional) untuk melakukan pengelolaan royalty, dimana dasar pengelolaan ini berdasarkan data yang terintegrasi pada pusat data lagu dan music. Pusat data lagu dan music ini dibuat oleh Menteri dan LMKN membangun SILM (Sistem Informasi Lagu dan Musik). Data SILM ini merupakan kombinasi dari beberapa data salah satunya adalah data yang ada pada DJKI (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual). Untuk membuat SLIM ini baik menteri dan juga LMKN diberi waktu 2 (dua) tahun setelah PP ini diundangkan.

Dampak dan manfaat dengan adanya PP 56 tahun 2021 sebagai berikut:

1.       Bagi pencipta komposer, penyanyi dan publisher

a.       Khususnya bagi pencipta dan komposer wajib mendaftarkan karya lagu atau komposisi ke DJKI, karena salah satu data untuk SILM adalah pusat data DJKI khususnya ciptaan lagu dan music.

Seperti diketahui secara umum bahwa hak cipta adalah natural right artinya bahwa hak tersebut lahir pada saat dipublikasikan pertama kali. Namun di Indonesia hak cipta memiliki keistimewaan dimana bentuk pengakuan dari hak ini dapat berupa deklaratif yang artinya dengan melakukan pengumuman atau publikasi maka hak tersebut lahir dan dilindungi dan yang kedua adalah konstitutif yang artinya bahwa hak tersebut dicatatkan terlebih dahulu baru hak cipta tersebut didapat.

Untuk melakukan pencatatan karya lagu ke DJKI, seorang pencipta atau komposer dapat menempuh jalur:

-          Melalui LKMN dalam hal ini LKMN sebagai perwakilan dari pencipta lagu atau komposer;

-          Melalui konsultan KI yang telah terdaftar;

-          Melalui kanwil KUM Ham yang tersebar di seluruh propinsi yang ada di Indonesia

-          Melalui sentra KI yang ada di universitas ataupun perguruan tinggi

-          Mendaftarkan secara mandiri melalui laman DJKI yaitu www.dgip.go.id.

2.       Bagi pengusaha di bidang yang terkait dengan music (misalnya restoran, hotel, mall dan lain-lain)

Kewajiban membayarkan royalty ini telah banyak dilakukan oleh pengusaha sebelum PP 56 tahun 2021 ini terbit. Dengan lahirnya PP 56 tahun 2021 ini maka semakin ditegaskan lagi kewajiban-kewajiban pembayaran royalty kepada pencipta ataupun komposer melalui LMKN. Berapa nilai yang harus dibayarkan pengusaha ke LMKN semakin jelas.

3.       Bagi negara

Industry kreatif berkembang sangat pesat diberbagai dunia terlebih di Indonesia, sehingga dapat dikatakan bahwa industry kreatif ini menopang PDB (Produk Domestik Bruto).

Berdasarkan catatan dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018, subsector ekonomi kreatif memberikan kontribusi sebsar 7,44% terhadap PDB. Didalam catatan BPS tersebut juga terdapat 4 sub sector dengan pertumbuhan tercepat yaitu TV dan radio; film, animasi dan video; seni pertunjukan; dan desain komunikasi visual, dimana pertumbuhan tercepat tersebut membutuhkan sebuah lagu.

Dengan demikian dapat disimpulkan akan terjadi peningkatan yang sangat signifikan terhadap PDB dengan adanya PP 56 tahun 2021.

Dengan lahirnya PP 56 tahun 2021, merupakan harapan baru bagi para pekerja seni khususnya pencipta lagu, dan juga musisi serta adanya peningkatan potensi pendapatan bagi negara. *

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES